BANUAONLINE, (12/2014) - Di era keterbukaan publik dan kebebasan pers
seperti saat ini, masih ada saja wartawan yang dipersulit. Hal ini
dialami wartawan TVRI Kalsel, Kano. Saat ingin melakukan liputan untuk
program TVRI, dia diminta membayar Rp1,5 juta dari pihak bandara
Syamsudin Noor, Banjarbaru, akhir
September lalu.
ILUSTRASI |
Hal ini sungguh sangat membuat heran dirinya, karena baru
kali ini ia menemui kejadian yang dianggapnya aneh itu. Tidak pernah ia
mengalami untuk meliput fasilitas publik harus membayar terlebih dahulu,
apalagi sampai Rp1,5 juta. "Masa zaman seperti ini wartawan harus bayar
untuk meliput fasilitas publik," katanya.
Ia menceritakan kronologi kejadian, rencananya ia dan tim
mau meliput tentang aktivitas di bandara Syamsudin Noor sebagai bagian
dari fasilitas publik kebanggaan warga Kalimantan Selatan. Nama program
acara di TVRI itu dengan judul Indonesia Membangun. "Jadi pelabuhan,
bandara, dan terminal harus kami ambil gambarnya," tuturnya.
Saat mereka ingin mengambil gambar, lalu diarahkan petugas
bandara ke bagian pemasaran, dan secara mengejutkan dikeakan biaya Rp1,5
juta jika ingin mengambil gambar video di bandara Syamsudin Noor. "Kami
kaget, baru kali ini meliput dikenakan tarif. Apalagi untuk fasilitas
publik," cetusnya.
Atas kejadian ini, ia berencana berkonsultasi dengan pihak
Ombudsman RI Kalimantan Selatan yang menangani pelayanan publik, dan
Komisi Informasi Kalimantan Selatan. Kejadian ini dianggap cukup
mengganggu aktivitas jurnalistik wartawan.
Sementara itu, salah satu wartawan cukup senior di
Kalimantan Selatan, Risanta mengaku menyesalkan kejadian tersebut. Ia
mempertanyakan, apa betul meliput di bandara harus bayar. "Peraturan
macam mana pula. Ini ruang publik bung bukan milik satu instansi saja,"
kritiknya.
Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum pihak bandara
mengenakan tarif Rp1,5 juta untuk peliputan di bandara Syamsudin Noor,
wartawan koran ini meminta klarifikasi humas Angkasa Pura, bandara
Syamsudin Noor Banjarbaru, Ivan Krisna Sanjaya.
Ivan membenarkan adanya tarif Rp1,5 juta tersebut. Namun
dia tak memberikan penjelasan apa dasar hukum tarif yang cukup
"kontroversial" tersebut. "Untuk kegiatan peliputan yang sifatnya
komersial ada biayanya, namun apabila murni peliputan saja tidak ada
unsur komersial tidak dikenakan biaya," tandasnya. (stp)