BANUAONLINE.COM – Rencana digelarnya
ujian nasional (UN) secara online di Kalimantan Selatan dianggap membuat repot.
Jika sekolah di Kalimantan Selatan memang tidak siap secara teknis dan
infrastruktur, UN Online diminta tak dipaksakan. Sehingga terkesan menambah
masalah baru.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJRzLp58cX-x0pS-9tc3bifR2UjEnY-l5xCmtoAS_E8LPT3RGd_G5RAFV5nPFXIxrAIuLLgAyO2Dv5dID8B9yE25vfJzSaXAtqvgFWHUpzZ0X1o3nhPVmR0LfVT-cyI_4lWCcfXTeqSGpR/s1600/1355705301816725342.jpg)
Pengamat pendidikan dari Institut
Peduli Pendidikan (IPP) Kalimantan Selatan, Rizaldi mengatakan UN online tak
usah dipaksakan kalau memang malah memberatkan bagi sekolah. Menurutnya
perkembangan teknologi memang harus dimanfaatkan, namun jika sarananya tak
mendukung jadi malah merugikan. “Tak usah sok canggih pakai UN online segala.
Kalau memberatkan dan membuat repot mending tak usah,” katanya kepada Mata
Banua, Senin (23/2).
Ditambahkannya, memang tak semua
sekolah akan melaksanaan UN online di Kalimantan Selatan, sebab hanya dimulai
oleh beberapa sekolah perintis saja. Dinas Pendidikan Provinsi akan melakukan
verifikasi terhadap sekolah-sekolah itu di wilayahnya masing-masing. Namun
tetap saja memberatkan.
Selain itu harus beberapa
persyaratan yang telah ditentukan Puspendik. Persyaratan tersebut salah satunya
adalah ketersediaan komputer. Rasio minimal antara jumlah siswa peserta UN
dengan jumlah komputer adalah 1:3. Yaitu satu komputer untuk tiga anak.
“Sekolah perintis UN online yang ditunjuk namun tak mampu yang tidak usah
dipaksakan lah,” cetusnya.
Syarat lain adalah sekolah perintis
harus memiliki server yang baik, misalnya memiliki memori cukup untuk menyimpan
data dari pusat. Hal-hal itulah yang akan diverifikasi dinas pendidikan
provinsi sebelum Kemendikbud memutuskan nama-nama sekolah yang akan menjadi
sekolah perintis UN.
Pelaksanaan UN online menurutnya
memang merupakan gagasan yang bagus karena bisa menghemat biaya dan waktu,
namun di satu sisi perlu persiapan yang benar-benar matang. Jangan sampai
seperti penerapan kurikulum, hingga seolah terjadi dualisme kurikulum untuk
para siswa di Indonesia. Sebagian masih menjalankan kurikulum 2013, sebagian
lagi kembali ke kurikulum 2006. “Tidak bisa sembarangan, perhatikan sekolah di
daerah terpencil. Kalau mau UN online, ya harus siap dengan konsekuensi untuk
menyediakan sarananya di sekolah,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV
DPRD Kalimantan Selatan, H Haryanto yang membidangi pendidikan dan
kesejahteraan masyarakat berpendapat pelaksanaan UN secara online ke depan
memang sudah seharusnya dilaksanakan. Namun ia juga sependapat kalau sarana
pendukung pelaksanaan UN online harus dilengkapi terlebih dahulu. “Ya jangan
terburu-buru namun tidak siap. Harus siap dulu,” kata dia. stp
Posting Komentar