Penamaan suatu bangunan maupun infrastruktur di sebuah daerah
mencerminkan identitas budaya sekaligus eksistensi. Saya hanya sedikit
mengulas soal penamaan Fly Over pertama di Kalsel, yang "ditasmiyahi"
menggunakan nama "Gatot Soebroto" Banjarmasin. Apakah tak ada nama lain
yang lebih mem- Banjar?
Sepintas, saat melewati lokasi
pembangunan Fly Over, di sekat pembatas ditulis dengan jelas lengkap
beserta gambar design Fly Over, bahwa nama Fly Over adalah Fly Over
Gatot Soebroto. Pun sebenarnya, Fly Over ini belum diresmikan.
Sebagai
pembuka, mungkin pernyataan singkat William Shakespeare, “What’s in a
name? That which we call a rose by any other name would smell as
sweet.” (Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain
untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi), bisa diperhatikan.
Benarkah nama tidak penting?
Shakespeare memang tidak sedang
mempersoalkan arti sebuah nama. Ia sedang mengajak pembacanya
merenungkan esensi, keaslian, atau hakikat sebuah materi, apapun
namanya. Akan tetapi, yang juga perlu ditekankan, ternyata nama secara
langsung mengaitkan pemiliknya dengan budaya tempat dia lahir," tulis
Marcel Danesi, dalam Pesan, Tanda dan Makna (2012).
Sebagai
sebuah bagunan fenomenal sekaligus yang pertama lahir di bumi Lambung
Mangkurat, Fly Over (Jalan Layang) sebenarnya bisa dijadikan sebuah
cerminan identitas budaya dari daerah kita sendiri. Begitulah
barangkali, kenapa bupati Kabupaten Banjar, baru-baru tadi mengubah
nama stadion markas Barito Putra yang semula bernama stadion Indrasari,
menjadi stadion Demang Lehman. Karena sebagai ikon daerah, bangunan
itu adalah sebuah identitas.
Bayangkan saja seandainya, jembatan
Barito kemudian berubah nama menjadi jembatan Putra Jaya misalnya.
Jelas akan kurang terasa "rasa" identitas daerahnya.
Ada
beberapa hal yang harusnya bisa menjadi perhatian. PERTAMA, harus
menjadi pertanyaan, apa alasan memilih nama Gatot Soebroto sebagai nama
Fly Over tersebut. Karena, meski seorang pahlawan nasional, pemilihan
nama ini sebenarnya bisa dipertimbangkan kembali.
Memang, Fly Over
dibangun disekitar Jalan Gatot Soebroto Banjarmasin, namun bukan
berarti harus dinamakan Fly Over Gatot Soebroto bukan? Seperti halnya
Rumah Sakit Umum Daerah Ulin. Meski berada di jalan Akhmad Yani, tak
serta merta diberi nama RSUD A Yani, namun terlahir dengan nama RSUD
Ulin, sebagai identitas daerah kita. Ulin adalah kayu "besi" khas yang
sering digunakan dalam bangunan di Kalsel.
KEDUA,
Pemilihan nama Fly Over hendaknya dimusyawarahkan terlebih dahulu, dan
dipikikan dengan bijak. Kalau perlu ajak masyarakat Kalsel untuk
berpartisipasi mengusulkan nama Fly Over yang menggambarkan identitas
Kalsel. Bisa melalui sayembara misalnya.
KETIGA, Nama
adalah identitas. Sungguh sangat sayang, jika bangunan dengan biaya
yang sangat mahal ini, tak digunakan sebagai salah satu sarana
penguatan identintas budaya Kalsel. Minimal melalui nama itu tadi.
Dalam tradisi Barat, biasanya mengadopsi nama-nama Ibrani yang diambil
dari Bibel dan menjadi identitas penting dalam tradisi mereka. Sebut
saja, John (berkah yang pengasih dari Tuhan), Mary (diharapkan),
Michael (seperti tuhan), David (dikasihi), Elizabeth (sumpah Tuhan),
James (semoga Tuhan melindungi, atau ia yang menggantikan orang lain),
Hannah (Tuhan telah memilihku), Joseph (Tuhan akan menambahkan), dan
Samuel (Tuhan telah mendengar), betapa nama mencerminkan identitas
budaya mereka (Taufik Al Mubarak : 2012).
![]() |
ILUSTRASI - Miniatur Fly Over Jakabarin Palembang |
Harapan kita sederhana. Identitas budaya di Kalsel harus dilestarikan, di tengah "melunturnya" kecintaan para pemuda banua yang dihadapkan dengan budaya modern. Salah satunya dengan mengabadikannya dalam nama bangunan di daerah ini. Agar anak cucu kita kelak, tak berkata siapa pangeran Suriansyah itu? Siapa Demang Lehman itu? Sekali lagi itu hanyalah pendapat saya. Silakan ditafsirkan sendiri. (*)
(Syam Indra Pratama, PEMRED BANUAONLINE.COM)
Posting Komentar