BANUAONLINE.COM – Cadangan batubara di
Kalimantan Selatan diperkirakan akan habis 15 tahun lagi, atau tepatnya pada
tahun 2030 nanti. Berdasarkan data dan analisa dari Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) Kalimantan Selatan, pada tahun itu, kemerosotan ekonomi drastis bakal
menghantui daerah yang selama ini menjadi penghasil tambang batubara.
![]() |
GREENPEACE- Pencemaran Lingkungan akibat batubara di Kalsel parah. |
Jika eksploitasi perusahaan tambang
masih saja membabi-buta di Kalimantan Selatan seperti sekarang ini, maka bukan
tidak mungkin, cadangan batubara akan lebih cepat habis. Maka “kiamat kecil”
bagi masyarakat sekitar daerah tambang bakal terjadi.
Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan
Selatan, Dwitho Frasetiandy mengatakan, berdasarkan analisa dan perhitungan
mereka, cadangan batubara di Kalimantan Selatan diperkirakan hanya cukup hingga
15 tahun lagi. Sesudah itu, kerusakan alam, dan kemerosotan ekonomi masyarakat
di daerah penghasil tambang akan terjadi. “Diperkirakan tinggal 15 tahun lagi
batubara akan habis di Kalimantan Selatan,” katanya kepada BANUAONLINE.COM
(3/2015).
Menurutnya, yang paling merasakan
dampak negatif dari habisnya cadangan batubara adalah masyarakat di daerah
penghasil tambang. Karena setelah alam mereka rusak, lahan pertanian semakin
sempit, maka roda perekonomian akan mandek saat perusahaan tambang tutup. “Kemerosotan
ekonomi bakal terjadi, mungkin saat ini tidak terasa, namun nanti kalau
cadangan batubara habis, maka akan sangat memprihatinkan jika tak diantisipasi
dari sekarang,” ujarnya mewanti-wanti.
Kalimantan Selatan sendiri, berdasarkan
catatan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) 2014, memiliki cadangan batubara mencapai
10.659 miliar ton. Dengan jumlah sebanyak ini, Kalimantan Selatan merupakan
daerah dengan cadangan batubara terbesar di Kalimantan dan di Indonesia setelah
Kalimantan Timur.
Sayangnya penambangan batubara di
Kalimantan Selatan hanya menghasilkan bahan mentah yang nilainya rendah, dan
kemudian diekspor ke negara tetangga di Asia dan Eropa untuk diolah.
Biasanya penambangan batubara di banua
dilaksanakan dengan cara penambangan terbuka, membuka lahan (land clearing),
mengupas tanah pucuk (stripping top soil), serta mengupas dan menimbun tanah
penutup. Dampaknya, menyebabkan kerusakan kondisi fisik, kimia, dan biologis
tanah tambang.
Sebelumnya, salah satu aktivis
lingkungan nasional, Berry Nahdian Forqan turut prihatin dengan nasib masa
depan Kalimantan Selatan. Ia berharap Kalimantan Selatan bisa mempelopori dan
memimpin keberhasilan sektor pertanian yang bertumpu pada kekuatan dan potensi
lokal, dengan memberdayakan secara riil para petani. sehingga mampu memicu
swasembada pangan nasional dan melepaskan ketergantungan dari tambang.
“Pemerintah daerah harus berpikir membuat Kalimantan Selatan tak lagi sebagai
lumbung batubara dengan segala kerusakan yang ditinggalkannya. Namun menjadikannya
sebagai lumbung pertanian nasional,” ucapnya. stp
Posting Komentar