BANUAONLINE.COM – Banyak cara dilakukan
para bakal calon kepala daerah untuk meraih simpati dan dukungan. Apalagi jelang
Pilkada seperti saat ini, sekolah-sekolah negeri di Kalimantan Selatan bisa
jadi sasaran empuk politisasi.
Padahal sekolah negeri dilarang menjadi
alat politisasi, apalagi ditunggangi oleh calon kepala daerah yang akan
bertarung pada pilkada. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, serta Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Kepegawaian, sudah dijelaskan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS)
harus menjaga netralitas dalam pemilu. Ini juga termasuk Kepala Sekolah dan
Guru.
![]() |
ILUSTRASI - Google |
Oleh karena itu, Ombudsman RI
Perwakilan Kalimantan Selatan mengimbau kepada masyarakat, khususnya siswa dan
orang tua siswa yang menemukan politisasi di sekolah agar melapor ke Ombudsman.
“Biasanya dengan modus dari Komite Sekolah. Bisa dalam bentuk membagikan alat
peraga kampanye dan meminta dukungan kepada calon kepala daerah,” kata Asisten
Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan, Muhammad Firhansyah kepada BANUAONLINE.COM (3/2015).
Menurutnya, jika nanti ada kasus seperti
itu, maka yang akan diminta klarifikasi pertama kali adalah Kepala Sekolah,
lalu Dinas Pendidikan setempat. Kenapa hal tersebut sampai terjadi. Menurutnya,
jika itu dilakukan oleh sekolah negeri, maka masuk dalam kategori penyelewengan
administrasi atau biasa disebut dengan istilah maladministrasi. Sebab, sekolah
adalah salah satu lembaga pelayanan publik dalam bidang pendidikan. “Ya bisa
masuk dalam kategori maladministrasi,” tegasnya.
Bagaimana jika berkedok Komite
Sekolah? Menjawab hal ini, ia menjelaskan bahwa kedok itu tidak akan ada
gunanya. Karena Komite Sekolah juga harus bebas dari politisasi.
Ketentuan yang menjelaskan secara
gamblang tentang larangan PNS menjadi tim sukses caleg itu antara lain
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 4
ayat 12 . Dalam pasal itu disebutkan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan dengan
cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan
menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan
mengerahkan PNS lain.
Menurutnya, untuk mewujudkan Pegawai Negeri yang baik maka Pegawai Negeri perlu dibina dengan
sebaik-baiknya atas dasar sistim karier dan sistim prestasi kerja. Nah, salah
satu hal yang dituntut bagi pegawai negeri yaitu sikap netralitas dalam pemilu
maupun pilkada. “Kepala Sekolah dan guru PNS harus netral,”
cetusnya.
Sejarah birokrasi di Indonesia
menunjukkan, PNS berpotensi besar menjadi obyek politik dari kekuatan partai
politik (parpol) dan aktor politik. Jumlahnya yang signifikan dan fungsinya
yang strategis dalam menggerakkan anggaran keuangan negara selalu menjadi
incaran tiap parpol untuk menguasai dan memanfaatkan PNS dalam aktivitas politik,
termasuk guru. (stp)
Posting Komentar