BANUAONLINE.COM – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) baru saja memulai Ujian Nasional
(UN) yang serentak di seluruh daerah di Indonesia, mulai Senin
(13/4/2015) kemarin. Lalu, sebenarnya apa kelebihan dan kekurangan UN
era baru ini?
Sekitar 3,5 juta siswa SMU dan SMK di seluruh Indonesia pekan ini
menjalani ujian nasional. Dulu, siswa mendapat tekanan besar untuk
mendapatkan nilai bagus menyusul pentingnya passing grade. Para siswa
menerima buku laporan tahunan, tapi nilai mereka tidak terlalu menjadi
sandaran bagi syarat kelulusan.
Tahun ini, sistem berubah. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Kebudayaan, Anies Baswedan tidak banyak memberikan penekanan pada ujian.
Hal demikian mengurangi beban siswa, guru, serta menekan maraknya
kecurangan.
Retno Listyarti dari Federasi Serikat Guru Indonesia mengatakan pada
UN sistem sebelumnya terlalu membebani siswa, guru, dan pengurus
sekolah, yang berujung kecurangan. Untuk dapat lulus ujian, siswa
dilaporkan membawa kunci jawaban dan beberapa guru dituding menyebarkan
jawaban. Ada berita yang menyebutkan sekolah dengan 100% tingkat
kelulusan.
Sementara untuk memonitor proses ujian dengan lebih baik dan menekan
kecurangan menjelang ujian, FSGI menyediakan kotak saran di 46 kota dan
kabupaten di 22 provinsi. Menurutnya, kotak itu menerima ratusan surat
pengaduan tiap tahun. Meski demikian, tahun ini Listyarti mengaku hanya
menerima dua surat pengaduan beberapa hari menjelang ujian. “Saya rasa,
praktik mencontek akan turun sangat signifikan tahun ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Kemendikbud, Nizam mengatakan
bahwa UN hanya akan digunakan sebagai alat ukur kompetensi siswa dan
peta kinerja sekolah, ujar Nizam, kepala Pusat Penelitian Pendidikan
Kementerian Pendidikan, Nizam. Tak ada lagi passing grade minimum.
Namun, kementerian telah mematok standar nilai minimum bagi
masing-masing mata pelajaran. Siswa yang dianggap kompeten, contohnya,
harus memiliki nilai setidaknya 5,5 dari skala 1-10 untuk tiap mata
pelajaran. Bagi yang mendapatkan nilai di bawah standar, mereka oleh
mengulang.
Siswa SMU dapat menggunakan hasil ujian nasional untuk mendaftar ke
universitas. Lulusan SMP dapat menggunakan nilai untuk mendaftar ke SMU
atau SMK negeri pilihannya.
Dalam sejarahnya, Indonesia menggelar ujian nasional pertama pada
1965, tak lama setelah merebut kemerdekaan. Itu menurut keterangan laman
Kementerian Pendidikan. Pada 2003, UN mengalami sentralisasi, sebuah
lembaga nasional mempersiapkan soal dan pemerintah menetapkan passing
grade minimal yang angkanya bertambah tahun demi tahun.
Dengan sistem tersebut, nilai siswa pada ujian nasional adalah
satu-satunya yang digunakan untuk menentukan apakah seorang siswa lulus
atau tidak. Ini dikecam karena terlalu membebani siswa dan memancing
tindakan mencontek. (DWI/tajuk.co)
Posting Komentar