BANUAONLINE.COM - Sekitar 1.600 pengungsi Rohingya dan Bangladesh telah mendarat secara
ilegal di Indonesia dan Malaysia dalam dua hari terakhir, setelah para
pedagang manusia mengabaikan kapal mereka dan meninggalkan mereka,
menurut para pejabat hari Senin (11/5) kemarin.
Satu kelompok sekitar 600 orang tiba di Aceh dengan empat kapal hari
Minggu, dan kira-kira pada waktu yang sama 1.018 orang tiba dengan tiga
kapal di pulau resor Langkawi, Malaysia. Info ini seperti dilansir dari voaindonesia.com.
Kelompok Rohingya yang beragama Islam selama puluhan tahun menderita
diskriminasi yang disetujui negara di Myanmar yang mayoritas beragama
Buddha, yang menganggap mereka penduduk ilegal dari Bangladesh. Serangan
terhadap Rohingya oleh preman Buddhis pada tiga tahun terakhir telah
memicu eksodus ke negara-negara tetangga.
![]() |
PENGUNGSI. FOTO voaindonesia |
Jamil mengatakan seorang pria Bangladesh memberitahu polisi bahwa para pengelola kapal memberi mereka arah ke mana harus pergi saat mencapai pantai Malaysia, dan kemudian kabur dengan kapal-kapal lain. Migran tersebut mengatakan mereka belum makan selama tiga hari, ujar Jamil, menambahkan bahwa sebagian besar dari mereka lemah dan kurus.
"Kami yakin mungkin ada lebih banyak lagi kapal yang datang," ujarnya.
Ketika keempat kapal mendekati pantai Aceh Minggu pagi, beberapa penumpang melompat ke air dan berenang, ujar Steve Hamilton, dari Organisasi Migrasi Internasional di Jakarta.
Mereka telah dibawa ke stadion olahraga di Lhoksukon, ibukota kabupaten Aceh Utara, untuk dirawat dan ditanyai, ujar AKBP Achmadi, kepala polisi Aceh Utara.
Sakit dan lemah setelah berada di laut selama lebih dari dua bulan, beberapa mendapatkan perawatan medis.
"Kami tidak punya makanan," ujar Rashid Ahmed, 43, pria Rohingya yang ada di salah satu kapal. Ia mengatakan ia melarikan diri dari negara bagian Rakhine di Myanmar dengan putra sulungnya tiga bulan lalu.
Diperkirakan 7.000 sampai 8.000 orang saat ini ditahan di kapal-kapal besar dan kecil di Selat Malaka dan perairan internasional sekitarnya, ujar Chris Lewa, direktur Proyek Arakan, yang telah memantau pergerakan Rohingya selama lebih dari 10 tahun.
Ia menambahkan bahwa razia sindikat perdagangan manusia di Thailand dan Malaysia telah mencegah makelar membawa mereka ke daratan. Beberapa masih ditahan meski setelah keluarga membayar mereka untuk dibebaskan dari kapal.
Thailand telah lama dianggap sebagai pusat perdagangan manusia wilayah Asia. [bnc]
Posting Komentar