BANUAONLINE.COM - Sholihin
yang nama lengkapnya Gusti Sholihin dilahirkan di Kuala Kapuas pada
tanggal 7 Juni 1925. Ayahnya bernama Gusti Hasan, bekerja sebagai Kepala
Sekolah Rakyat di Banjarmasin. Pendidikan terakhir ialah MULO sampai
dengan Kelas II tahun 1942.
![]() |
LUKISAN KARYA GUSTI SHOLIHIN. CHAIRIL ANWAR |
Pada
tahun 1942 sampai denga tahun 1949 dengan tahun 1949 Sholihin belajar
melukis kepada pelukis Jepang yang bernama Kasa dan Kawazura. Pada tahun
1946 mendirikan Taman Lukisan Permai di Banjarmasin. Sesudah itu ia
pergi keluar Kalimantan Selatan, yaitu ke Yogyakarta, setelah keluar
dari NICA atau Belanda, akibat tindakannya dalam turut berjuang untuk
menegakkan / mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerahnya. Sampai
tahun 1947 ia turut melukis dalam SIM Solo.
Pada
tahun 1947 ia memasuki Cine Drama Institut Yogyakarta. Pada tahun 1949
Sholihin bertemu dengan polisi yang menangkapnya di Banjarmasin dahulu,
sesaat setelah Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Oleh karena itu ia
melarikan diri ke Jakarta, untuk menghindari penangkapan atas dirinya
oleh pihak NICA atau Belanda.
Pada tahun 1950 ia melukis di Bali bersama dengan pelukis Sudarso, Zaini dan A. Wakijan.
Sebelum
berangkat ke Jakarta mereka sempat mendirikan organisasi yang bernama
Pelukis Indonesia (PI) di Yogyakarta, serta mengadakan eksposisi Seni
Rupa Indonesia yang diselenggarakan oleh Jawatan Kebudayaan Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Kementerian PP dan K) di Jakarta.
Sholihin menduduki jabatan sebagai Ketua Pelukis Indonesia di
Yogyakarta dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1957. Pada tahun 1952
sampai dengan tahun 1953 ia bekerja pada Bidang Kesenian Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan di Yogyakarta.
Tahun
1952 ia mengikuti eksposisi di Bukittinggi (Sumatera Barat), Denpasar
(Bali) dan Banjarmasin. Sesudah itu tahun 1953 sampai dengan tahun 1954
menyumbang lukisan-lukisan dalam eksposisi Misi Kesenian Indonesia ke
RRC. Kemudian bersama pelukis Affandi dan Kusnadi menjadi utusan
Indonesia ke pameran Bienal II Sao Paulo di Brazil. Di Bienal II Sao
Paulo Brazil membawa 34 karya dari 25 seniman Indonesia. Dalam
pengalaman ini mereka berkeliling ke kota-kota seperti Nederland, Paris,
New Delhi, Singapura dan Kuala Lumpur. Dengan tugas yang sama
menyelenggarakan pameran keliling. Sekembalinya dari perjalanan ini ia
muncul di Jakarta bersama Fajar Sidik dalam pameran Dwi Tunggal di Balai
Budaya. Sholihin menampilkan 59 karya lukisannya, 20 buah diantaranya
hasil karyanya di Sao Paulo Brazil.
Dari
tahun 1954 sampai dengan tahun 1957 menjabat sebagai Ketua Seni Rupa
dari Badan Kesenian Kotapraja Yogyakarta, pada saat itu mengirim 12
karya lukisan dari asuhannya ke Internasional Children Drawing
Eksibition di Tokyo, dua diantaranya memenangkan hadiah medali perak dan
medali perunggu.
Di
Banjarmasin dari tahun 1957 ssampai dengan tahun 1958 menjabat sebagai
Ketua BKS Seniman Militer, Ketua Yayasan Kebudayaan Banjar, Kepala
Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan Propinsi Kalimantan Selatan. Selain itu ia mengajar
menggambar pada Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Ekonomi
Atas (SMEA), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP) dan sekolah Guru
Taman Kanak-Kanak di kota Banjarmasin. Ia juga memimpin Majalah
Kebudayaan Banjarmasin pada saat itu.
Dari
tahun 1958 sampai dengan tahun 1959 Sholihin menjadi pengasuh
organisasi Tunas Pelukis Muda (TPM) yang organisasinya pada saat itu
dipimpin oleh Misbah Tamrin, A.Thaberani dan Rusdi Prayitno. Tunas
Pelukis Muda (TPM) muncul dalam pameran lukisan di Banjarmasin.
Sholihin
melanjutkan karir keseniannya di bidang Seni Rupa ke pulau Bali pada
tahun 1960 dan pada tahun itu juga mendirikan sebuah sanggar lukis
dengan Painters Stadion Kedaton di jalan antara Sanur ke Denpasar Bali.
Kurang lebih satu tahun Sholihin bermukim di sanggar lukis tersebut
sebelum ia menderita sakit. Kemudian ia menderita sakit dan dirawat di
Rumah Sakit Wangaya Denpasar sampai akhir hayatnya. Ia berpulang ke
Rahmatullah pada jam 06.00 pagi tanggal 15 Februari 1961 dan dimakamkan
di Pekuburan Muslimin Kampung Jawa, Denpasar, Bali.
Pada
tanggal 7 Januari 1993, makam Gusti Sholihin atas permintaan
keluarganya melalui Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan
Selatan dipindahkan oleh dari Pekuburan Muslimin Kampung Jawa Denpasar
Bali ke Makam Bahagia di samping Makam Pahlawan Bumi Kencana di Landasan
Ulin, Banjarbaru. Dengan suatu tim khusus yang dibentuk oleh Pemda Tk. I
Kalsel.
Jika
dilihat dari hasil karya Sholihin di bidang Seni Rupa, keahliannya atau
kepandaiannya bukan hanya melukis atau hanya berkarya sebagai pelukis
saja, tetapi juga menekuni di bidang lain dalam lingkup Seni Rupa.
Selain
melukis Sholihin juga menekuni Seni Patung atau pematung dan berkarya
pada seni grafika dalam bentuk cukilan yang berbentuk klise untuk
percetakan yang tersebut dari bahan kayu. Ini terlihat dari hasil
karyanya yang dikoleksikan oleh Museum Negeri Propinsi Kalimantan
Selatan Lambung Mangkurat, bersama dengan peralatan kerjanya, baik
sebagai pelukis, pemahat (pematung) dan sebagai pembuat cukilan untuk
klise percetakan dalam seni grafika.
Hasil
karyanya sebagai pemahat atau pematung ini dikoleksikan oleh Museum
Negeri Propinsi Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat berupa patung
potret diri dari kepala sampai bahu, yang terbuat dari batu kali. Patung
ini sekarang dipajangkan di ruang Sholihin, yaitu Ruang pameran Tetap
yang khusus karya pelukis Sholihin pada Museum Negeri Propinsi
Kalimantan Selatan di Banjarbaru, bersama dengan hasil karyanya yang
lain. Patung ini cukup menonjol diruang pameran tersebut, untuk
menghidupkan suasana ruang pameran tersebut, yang dipajang pada standar
yang khusus dengan dilator belakangi riwayat hidupnya secara singkat.
Hasil
karyanya di bidang seni grafika juga dikoleksikan oleh Museum Negeri
Propinsi Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat dalam bentuk klise untuk
percetakan yang terbuat dari kayu. Klise ini disimpan bersama alat untuk
mencukil ketika membuat klise tersebut. Ada beberapa buah klise yang
dikoleksikan oleh Museum Negeri Propinsi Kalimantan Selatan Lambung
Mangkurat dan dipajangkan di ruang Sholihin bersama dengan patung dan
lukisan tersebut pada suatu vitrine khusus, bersama dengan alat-alat
melukis milik Sholihin lainya semasa hidup.
Sampai
sekarang koleksi lukisan karya Sholihin pada Museum Negeri Propinsi
Kalimantan Selatan berjumlah 117 buah, yang terdiri dari lukisan dengan
menggunakan media cat minyak, cat air dan pastel. Koleksi lukisan ini
secara kronologis berasal dari berbagai periode kegiatan Sholihin, baik
di dalam negeri seperti di Yogyakarta, di Denpasar Bali, dan diluar
negeri seperti di Sao Paulo Brazilia dan hasil karya ketika dia berada
di kota Banjarmasin, ada contoh lukisan yang dikoleksikan di Museum
Negeri Propinsi Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat ini. Lukisan ini
ditata selain ruang pameran tetap yang disebut atau diberi nama ruang
Sholihin, juga disimpan di ruang khusus bagi lukisan yang tersisa, untuk
keperluan penelitian khusus untuk koleksi lukisan ini.
Selain
lukisan hasil karya Sholihin dikoleksikan di Museum Propinsi ini, juga
dikoleksikan karya pelukis daerah lain yang merupakan generasi penerus
Sholihin dan yang se zaman dengan Sholihin, yang berasal dari daerah
ini. Ini bertujuan selain untuk memperkaya koleksi lukisan yang berasal
dari karya pelukis daerah, juga untuk menunjukkan perkembangan seni
lukis di daerah ini dari generasi Sholihin sampai sekarang.
Lukisan
hasil karya Sholihin ini masih banyak yang terdapat atau disimpan pada
masyarakat umum, selain yang dikoleksikan oleh museum propinsi. Secara
berangsur-angsur lukisan hasil karya Sholihin yang berada ditangan
masyarakat ini dikumpulkan Museum Negeri Propinsi Kalimantan Selatan
Lambung Mangkurat untuk dijadikan koleksi museum, bersama dengan yang
telah dikumpulkan sebelumnya.
Yang
tidak kalah pentingnya dan menarik lagi pengunjung museum ialah koleksi
alat rumah tangga atau peralatan hidup Sholihin yang dipakainya selama
hidupnya sebagai pelukis, yang penuh dengan pahit getir kehidupan yang
dirasakannya. Ini terlihat dari berita acara penyerahan alat hidup yang
dimiliki Sholihin ketika ia meninggal di Denpasar, Bali, yang sangat
minim sekali sebagai alat keperluan hidupnya sehari-hari pada saat itu.
Dari pembuktian dengan data tertulis ini dan juga koleksi alat rumah
tangga lainnya, terlihat sekali menjelang akhir hayatnya di Denpasar,
Bali. Bahwa Sholihin dalam meniti kariernya sebagai pelukis, pada saat
akhir hayatnya penuh dengan kepahitan dalam kehidupannya sehari-hari.
Hampir tidak ada apa-apa yang dimilikinya, kecuali sejumlah lukisan yang
merupakan hasil karyanya pada saat itu. Ini diperkuat lagi dengan
penuturan teman dekatnya kepada penulis, ketika penulis berada di
Denpasar, Bali, pada tahun 1977 untuk mengikuti Kursus Penataran Ilmu
Permuseuman di Museum Negeri Propinsi Bali, yang sekaligus mengunjungi
rumah tempat tinggalnya dan makamnya di Kampung Jawa Denpasar Bali
bersama dengan Bapak Drs M Idwar Saleh, mantan Kepala Museum Negeri
Propinsi Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat yang pertama dan Bapak Drs
Johansyah, pengelola Museum Negeri Propinsi Kalimantan Selatan museum
ini menjadi UPT, yang pada saat itu sama-sama mengikuti penataran
tersebut.sumber : http://sosok.kompasiana.com/2014/05/23/mengenal-gusti-sholihin-pelukis-kalsel-659134.html
Posting Komentar