JAKARTA – Anggota Komisi Hukum DPR RI Nasir Djamil menilai, wajar jika ada tuntutan agar hukum Islam memberikan warna dalam penyusunan undang-undang di Indonesia. Pasalnya, mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam.
Namun masyarakat juga perlu memahami, pewarnaan Hukum Islam dalam hukum nasional tanpa embel-embel syariah bukan berarti salah. Hal itu hanya untuk menghindari perdebatan yang tidak subtansial, yang justru dapat mengganjal pewarnaan itu.
“Penggunaan embel-embel syariah membuat banyak orang ketakutan. Karena itu hukum Islam harus mampu menonjolkan sisi humanisme dan kemaslahatan (manfaat baik) agar masyarakat memahami," kata Nasir saat berbicara pada Halaqah Nasional Kontribusi Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional yang diselenggarakan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Lebih lanjut Nasir menyampaikan, butuh perjuangan ekstra keras agar Hukum Islam terakomodir dalam hukum nasional karena banyak yang menganggap penerapan hukum Islam bertentangan dengan semangat Pancasila dan NKRI. Padahal, lanjutnya, Islam juga menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan NKRI.
Menurut Nasir, pewarnaan Hukum Islam terhadap hukum nasional sebaiknya menggunakan pendekatan revolusi fungsional. Setiap elemen bangsa, baik yang memiliki jabatan ataupun umat Islam pada umumnya menjalankan fungsi dakwah untuk menampilkan produk-produk Hukum Islam yang rahmatan lil alamin, sehingga dapat menjadi budaya di masyarakat dan masuk ke dalam ranah kebijakan yang strategis untuk umat.
Selain itu, produk kebijakan yang sudah terwarnai Hukum Islam seperti UU Jaminan Produk Halal, UU Perkawinan, UU Peradilan Islam, dan produk kebijakan lainnya perlu dimaksimalkan. (HAS)
source: tajuk.co
Posting Komentar