foto: radiosmartfm.com |
Jika ada sengketa administratif maka diselesaikan melalui PTUN,
jika ada sengketa pidana diselesaikan melalui peradilan umum, dan jika ada
sengketa hasil pemilu diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi. Model tersebut sangatlah rumit dan tidak efesien dan seringkali muncul
ketidakadilan dimasyarakat. Keadilan yang diinginkan oleh setiap peserta
Pemilukada dan menjadi cita-cita dari negara hukum justru malah tidak
dihasilkan. Belum lagi kalau kita melihat persoalan ketidakmampuan hakim dalam
menangani sengketa Pemilukada.
Yang terjadi sekarang ini adalah hakim-hakim
tidak mengerti mengenai hukum pemilu sehingga putusan yang dikeluarkan tidak
memberikan rasa keadilan dimasyarakat. Oleh karenanya sangat diperlukan
hakim-hakim yang memiliki kapasitas dan keahlian dalam bidang ilmu hukum dan
politik, khususnya terkait dengan Pemilukada. Hal seperti ini jelas
adalah pengalaman yang buruk bagi sebuah negara seperti Indonesia yang
mencatumkan kedaulatan hukum
di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Sebagai
pilar
negara
hukum,
keberadaan putusan mahkamah konstitusi, putusan pengadilan negeri dan putusan pengadilan tata usaha negara harus dihormati oleh seluruh warga negara
termasuk penyelenggara pemilu.
Sejarah
Ketatanegaraan Indonesia telah mencatat bahwa perjalanan Undang-undang
Pemilihan Kepala Daerah telah menjadi catatan yang serius. Setelah Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota disahkan menjadi Undang-undang yaitu Undang-undang No.1 Tahun 2015
tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Walikota. Kemudian DPR melalui Komisi II berkeinginan untuk merevisi Undang-undang tersebut.
Pada tanggal 18 Maret 2015 Presiden Jokowi telah mensahkan hasil revisi tersebut yaitu Undang-undang
No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang No.1
Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Walikota.
Dalam hal ini penulis akan menitikberatkan pada salah satu
hal yang penting dalam revisi tersebut yang menjadi latar belakang artikel ini
yaitu pasal 157 :
(1) Perkara
perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.
(2) Badan
peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum
pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.
(3) Perkara
perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili
oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Kewenangan Mengadili
Peradilan Khusus Pemilukada dirancang
memiliki kewenangan untuk mengadili persoalan-persoalan hukum yang muncul
selama proses berlangsungnya Pemilukada, baik yang bersifat pelanggaran hukum
pidana, pelanggaran yang masuk dalam hukum administrasi dan mengenai sengketa
hasil Pemilukada. Sengketa hasil Pemilukada juga menjadi kewenangan dari
peradilan khusus Pemilukada. Hal ini dikarenakan adanya amanat dari Pasal 157 Undang-undang No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang No.1
Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Walikota.
Struktur Organisasi
Keberadaan peradilan khusus
Pemilukada ini tentu juga tidak terlepas dari eksistensi pengadilan-pengadilan
yang sudah ada sebelumnya. Selain itu juga yang sangat penting adalah
pembentukan peradilan khusus Pemilukada ini harus sesuai dengan prinsip-prinsip
kekuasaan kehakiman yang tertuang dalam Pasal 1-3 UUD 1945. Ada empat
pilihan apakah dibawah koordinasi Pengadilan Umum atau Pengadilan Agama atau
Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Militer. Akan tetapi penulis berkeinginan
agar model Pengadilan Khusus Pemilukada ini adalah model baru yang berbeda
dengan pengadilan khusus lainnya. Pengadilan ini tidak secara mutlak berada
dibawah koordinasi dari Pengadilan yang ada. Tetapi pengadilan ini berada
khusus dibawah gabungan dari Pengadilan Umum dan PTUN. Hal ini dikarenakan
bahwa Pengadilan Khusus Pemilukada ini dirancang untuk menangani Perkara
Pidana, Perkara Administasi dan Sengketa Hasil Pemilukada.
Kriteria dan Pola Rekruitmen Hakim
Ada dua alternatif pilihan hakim
dalam Pengadilan Khusus Pemilukada ini yaitu hakim Karir dan hakim non karir. Kemudian, dalam rangka
menjunjung tinggi integritas hakim pada Pengadilan Khusus Pemilukada ini tentu
dalam proses seleksinya harus melihat rekam jejak dari para calon hakim. Untuk
hakim karir peran dari komisi yudisial sangatlah penting dalam melihat jejak
rekam hakim tersebut selama bertugas pada peradilan umum. Dari rekam jejak
tersebut dapatlah dinilai apakah yang bersangkutan layak atau tidak. Kemudian,
untuk hakim non karir dapat juga dilihat dari latar belakang dan jejak
rekamnya. Sangatlah
penting dalam Pengadilan Khusus Pemilukada ini merektrut hakim non karir dari
kalangan akademisi yang sesuai dengan bidang keilmuannya atau juga praktisi yang
memiliki jejak rekam dan pengalaman yang baik dalam kepemiluan. Pada intinya,
hakim Pengadilan Khusus Pemilukada harus memiliki integritas dan pemahaman yang
baik terkait dengan hukum kepemiluan. Untuk komposisi hakim karir dan non karir
pada setiap Pengadilan Khusus Pemilu terdiri dari tiga orang yang berasal dari
Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Akademisi. Hal ini didasari
dengan pemikiran agar ketiga komponen yang menjadi kewenangan dari Pengadilan
Khusus Pemilukada ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk perkara pidana
dikuasai oleh hakim yang berasal dari Peradilan Umum. Untuk perkara
administrasi dikuasai oleh hakim yang berasal dari PTUN. Untuk sengketa hasil
pemilihan dikuasai oleh akademisi. Meskipun seharusnya setiap hakim harus
menguasai semua hukum kepemiluan. Namun dengan adanya pengalaman dan rekam
jejak yang mumpuni maka ketiga hakim tersebut saling mengisi.
Pola Pengujian
dalam mengadili
Pola pengujian dalam mengadili sebuah
sengketa dari peradilan khusus Pemilukada ini hanya ada satu tingkat saja dan
tidak mengenal ada upaya banding atau dua tingkat. Hal ini didasari dengan
pemikiran agar proses penyelesaian sengketa tersebut cepat dan efesien. Hal ini
sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yang telah lama
ada pada pengadilan dan peradilan di Indonesia. Karena salah satu kriteria pemilu adil dan berintegritas (electoral entegrity daan electoral justice)
adalah penyelesaian sengketa pemilu yang adil dan tepat waktu.
Penulis: M Erfa Redhani SH, Kepala Departemen Kajian Strategis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Banjarmasin