Mengetahui keutamaan shalat Subuh bukan sekedar ilmu belaka. Tapi kita berusaha untuk menerapkan syariat Allah ‘Azza wa Jalla sekuat tenaga; untuk menjaga kewajiban yang Allah tetapkan; dan untuk meneladani salafu al-shâlih yang memahami syariat Islam dengan baik dan benar.
Kita ingin menjadi seperti Umar, Anas, Shakr, Nu’man dan lainnya dalam memandang pentingnya shalat Subuh berjamaah, dan dalam pandangan mereka terhadap qânun Allah ‘Azza wa Jalla...
Untuk itu, dalam tulisan ini saya menyebutkan beberapa sarana yang mendukung shalat Subuh. Bila ada sarana selain yang disebut di sini maka boleh-boleh saja. Karena perbedaan itu indah. Maka setiap kita berusaha untuk menemukan sarana yang paling baik untuk membantunya agar mampu menjalankan syariat Allah secara kaffah. Kita memohon kepada Allah al-taufîq dan al-qabûl..
Pertama: Ikhlas
Ikhlas merupakan sarana yang paling penting dalam membantu kita untuk terbangun dan melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Tanpanya maka akan sangat sulit sekali. Karena—seperti yang kita bahas sebelumnya—shalat Subuh merupakan ujian untuk mengetahui perbedaan antara mukhlishîn dan munâfiqîn.
Meninggalkan shalat Subuh berjamaah bukan penyakit, tapi ia merupakan penyebab penyakit. Sedangkan penyakit itu adalah bahwa Anda memandang Allah dengan pandangan yang rendah. Anda tidak mementingkan-Nya; Anda tidak ikhlas untuk-Nya; Anda tidak mempedulikan perintah-Nya; Anda tidak takut akan azab pedih yang Allah janjikan bagi orang yang tidak melaksanakan shalat Subuh pada waktunya; Anda tidak tunduk pada qânun-Nya; dan Anda berarti tidak menjalankan syariat Islam (syariat Allah) secara kaffah. Sehingga, Anda meninggalkan shalat wajib (shalat Subuh) pada waktunya. Dan ini merupakan tanda yang paling nyata akan hilangnya keikhlasan.
Bukti keikhlasan adalah ketika seseorang siap mengorbankan segalanya di jalan yang diridhai Allah. Mengorbankan harta, waktu, berbagai kegiatan, dan seluruh kehidupan hanya karena Allah Swt.. Dan untuk merealisasikan ini, tentunya dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh, tahapan, latihan, dan kesabaran.
Jadi, ikhlas merupakan sarana yang terpenting untuk mampu menjaga shalat Subuh. Bahkan ia merupakan sarana penting untuk menjaga ketaatan dan seluruh amal kebaikan. Karena iblis mampu menggoda seluruh hamba, kecuali mereka yang ikhlas. Allah berfirman, “(Iblis) menjawab, ‘Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (QS. Shâd: 82-83).
Kedua: Keinginan yang Kuat
Saya yakin, bila seseorang memiliki keinginan kuat untuk bangun tidur di awal waktu fajar, maka tidak ada yang mampu menghalanginya. Ia pasti bisa. Berkaitan dengan ini, lihatlah apa yang telah Allah firmankan tentang orang-orang munafik, “Jika mereka mau berangkat (untuk berperang), niscaya mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu.” (QS. Al-Taubah: 46). Ayat ini menjelaskan bahwa, jika orang-orang munafik itu benar-benar ingin berperang, maka mereka akan mempersiapkannya sebaik mungkin. Begitu juga dengan orang yang ingin shalat Subuh, bila ia tidak mengatur waktu agar bisa bangun Subuh, maka berarti ia belum jujur pada dirinya.
Contoh kongkretnya, bila ada yang ingin bangun awal, tapi ia bergadang dan tidur larut malam; ia juga tidak mengaktifkan alaram; ia juga tidak melakukan hal-hal lainnya yang membantu agar terbangun, maka bagaimana bisa ia mengatakan, “Saya ‘ingin’, tetapi saya tidak mampu.”
Bila Allah mendapatkan keinginan yang lemah seorang Muslim untuk shalat, atau untuk melakukan amal lainnya, maka Allah benci jika ia mengerjakannya. Perhatikanlah firman Allah, “Dan jika mereka mau berangkat (untuk berperang), niscaya mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah-lah yang tidak menyukai keberangkatan mereka...” Bahkan lebih dari itu, Allah melarang orang yang tidak sepenuh hati dalam beramal. Hal ini ditunjukkah oleh sambungan ayat tersebut, “...Maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan (kepada mereka), tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu (al-qâ‘idîn).” (QS. Al-Taubah: 46).
Ayat di atas juga mengisyaratkan kepada kita agar berhati-hati terhadap pengaruh al-qâ‘idîn. Tirmizi meriwayatkan, dari Huzaifah r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah kalian menjadi seperti bunglon, kemudian kalian mengatakan, ‘Jika orang-orang baik maka kami juga baik, dan jika mereka dhalim maka kami juga dhalim,’ akan tetapi pikirkanlan, jika orang-orang baik maka kalian juga berusaha untuk berbuat baik, dan jika orang-orang berbuat dhalim maka janganlah kalian berbuat dhalim.”
Maka jangan bandingkan diri Anda dengan al-qâ‘idîn yang bermalas-malasan. Tapi bandingkanlah dengan sahabat Rasululllah. Bandingkanlah diri Anda dengan Anas bin Malik r.a. yang menangis karena sekali tidak shalat Subuh pada waktunya. Bandingkanlah diri Anda dengan Khalid, Qa’qa’, Yusuf bin Tasyfin, Qutuz, dan pahlawan-pahlawan Islam lainnya. Muliakanlah qudwah Anda, tinggikanlah cita-cita Anda, kuatkanlah keinginan Anda, dan kemudian gapailah yang terbaik!
Ketiga: Menjauhi Dosa
Shalat Subuh merupakan hadiah yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang taat dan bertaubat. Bagaimana mungkin hati yang tenggelam dalam cinta maksiat akan terbangun dan shalat Subuh berjamaah? Bagaimana mungkin hati yang telah terbalut maksiat akan tersentuh oleh hadis Rasulullah yang menerangkan tentang fadhîlah shalat Subuh berjamaah??
Diriwayatkan oleh Tirmizi—ia mengatakan hadis hasan sahih—Ahmad, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang Mukmin jika melakukan sebuah dosa maka dosa itu akan menjadi satu titik hitam di dalam hatinya. Apabila ia bertaubat dan memohon ampun maka hatinya kembali bersih. Tapi jika ia terus melakukan dosa, maka titik hitam itu akan terus bertambah. Maka itulah al-rân (penutup) yang disebutkan Allah dalam Al-Quran, ‘Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.’ (QS. Al-Muthaffifîn: 14).”
Ketahuilah, tidak menegakkan shalat Subuh pada waktunya merupakan musibah. Dan musibah adalah karena perbuatan kita. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri...” (QS. Al-Syura: 30).
Maka instrospeksilah diri akan dosa-dosa yang masih terlakukan.. dosa yang datang dari mata.. atau dari lidah.. atau dari iteraksi sehari-hari.. atau dosa kepada kedua orangtua.. atau dosa yang terpancar dari hati; seperti sombong, ria, takabur, hasad, iri, dengki, dan lainnya. Kemudian, janganlah menganggap remeh sebuah dosa. Sekecil apapun ia. Bisa jadi, dosa kecil itulah yang telah menghalangi Anda untuk mampu bangun dan shalat Subuh berjamaah di masjid.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Janganlah kalian meremehkan dosa, karena jika dosa bertumpuk pada seseorang maka ia akan menghancurkan orang tersebut.”
Berkaitan dengan ini, Hasan Al-Bashri pernah ditanyakan oleh seseorang, “Mengapa kami tidak mampu untuk bangun dan melaksanakan shalat malam?” Maka Hasan Bashri menjawab, “Kalian telah terhalangi oleh dosa yang kalian lakukan.”
Keempat: Doa
Renungkanlah, siapa yang membangunkan Anda untuk mampu shalat Subuh berjamaah? Karena tidur merupakan miniatur mati. Sedangkan bangun tidur merupakan miniatur hari bangkit. Lihatlah apa yang Allah firmankan dalam Kitab-Nya, “Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) sebelum mati ketika ia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Zumar: 42).
Jadi kita berdoa kepada Allah yang memegang ruh kita, agar mengembalikannya di waktu fajar, sehingga kita mampu shalat Subuh berjamaah.
Kelima: Persahabatan Abadi
Melaksanakan ketaatan sendiri terkadang sulit. Tirmizi dan Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Khattab, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian harus berjamaah dan jangan berpecah belah. Karena setan itu bersama satu orang dan bila dua orang maka setan akan lebih jauh. Dan barangsiapa yang menginginkan kelezatan surga maka ia harus berpegang teguh pada jamaah.”
Oleh karena itu, lihatlah siapa sahabat Anda. Apakah jika Anda melihat mereka akan mengingatkan Anda akan shalat Subuh berjamaah, mengingatkan pada Quran, menjaga mata, atau berbuat baik kepada kedua orang tua? Apakah mereka senantiasa memperingati Anda untuk mengingat Allah ‘Azza wa Jalla dan taat kepada-Nya? Atau mereka sama sekali tidak mengingatkan Anda akan semua hal itu.
Bila mereka sama sekali tidak memikirkan semua itu, bahkan menyibukkan dirinya dengan kelalaian, permaianan, melakukan dosa dan maksiat, maka serulah mereka kepada kebaikan dan ketaatan. Tentunya seruan ini dilakukan dengan mau‘idhah hasanah dan terus-menerus dengan penuh kesabaran. Jika mereka tidak peduli, maka kewajiban Anda hanyalah menyelamatkan diri. Kemudian, carilah lingkungan yang lebih baik.
Jadi berjuanglah untuk bersama orang yang shalih. Karena Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sifat seseorang bisa dilihat dari sifat temannya. Oleh karena itu, setiap kalian harus melihat siapa temannya.”
Bila telah bersama orang-orang yang shalih, maka akan tercipta suasana saling mengajak dalam kebaikan. Hal inilah yang diperlihatkan oleh Umar bin Khattab dan Sulaiman bin Abi Hatsmah, ketika suatu hari ia tidak shalat Subuh berjamaah.
Dan bersahabat dengan orang shalih merupakan persahabatan yang abadi. Allah berfirman, “Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Zukhruf: 67).
Keenam: Tidur Cepat
Tidur cepat bukanlah aib. Tapi tidur cepat merupakan sunnah ilahiyah. Ia juga merupakan sunnah nabawiyah. Dan penelitian ilmiah juga menuntut kita untuk tidur cepat di malam hari. Dan ini merupakan i’jâzu Al-Islam...
Allah telah mencipatakan seluruh isi semesta agar mereka tidur di malam hari dan beraktifitas di siang hari. Hal ini berlaku pada hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Begitu juga bagi manusia. Oleh karena itu Allah menciptakan matahari bersinar di siang hari, sehingga manusia mudah beraktifitas. Dan Allah menciptakan malam dibalut kegelapan agar manusia bisa beristirahat dengan mudah. Berkaitan dengan ini Allah Swt. berfirman, “Dialah yang menjadikan malam bagimu agar kamu beristirahat padanya dan menjadikan siang terang benderang. Sungguh yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.” (QS. Yunus: 67).
Kemudian Allah menciptakan hormon di dalam tubuh manusia. Lalu Allah mengatur fungsinya sehingga manusia mudah tidur di malam hari dan beraktifitas di siang hari. Jika manusia melakukan sebaliknya, maka kerja organ tubuh tidak akan sempurna.
Hal ini dibuktikan oleh para ahli. Mereka meneliti agar dapat bekerja pada waktu yang paling produktif. Dan ini bukanlah hal aneh bagi umat Islam, Al-Quran lebih dahulu mengungkapkannya empat belas Abad yang lalu. Tapi sayang, negara-negara “maju”lah yang menerapkannya.
Saya melihat sendiri di negeri Barat, kebiasaan mereka tidur sangat cepat. Hal ini jauh dari khayalan umat Islam. Rata-rata mereka tidur antara jam 08:00 hingga jam 09:00 malam. Dan Anda akan menemukan sedikit orang setelah jam ini.
Mereka tidur bukan karena tidak ada hal yang melalaikan. Bahkan mereka memiliki seluruh melodi malam yang menghanyutkan. Mereka memiliki televisi, kasino, klab malam yang terbuka 24 jam, diskotik, bar, dan berbagai tempat serta acara yang melenakan lainnya. Mereka memiliki segalanya. Tapi karena kemaslahatan dunia, mereka tidur cepat untuk melakukan yang terbaik di hari esok. Dan dari segi dunia, kemajuan mereka telah terbukti.
Saya mengungkapkan fakta ini bukan karena silau dengan sebahagian gaya hidup mereka. Tapi saya hanya mengungkapkan tuntunan Al-Quran dan hadis, yang diterapkan oleh pihak non-Islam. Sedangkan umat Islam masih tertidur di pagi hari dan terbuai dalam alunan mimpi, kecuali orang-orang yang mendapat petunjuk Ilahi.
Apa yang dilakukan oleh Amerika, Jepang, Cina, Jerman, Inggris dan lainnya adalah bagian Islam. Bukan hal baru. Kemajuan mereka di bidang materi hanya karena mereka mengikuti hukum alam yang Allah ciptakan. Dan Allah menjanjikan, barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan meraih yang diinginkan; apakah ia Mukmin, fâsiq, maupun kafir... Allah berfirman, “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasaannya, pasti kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.” (QS. Hud: 11).
Sekarang, mengapa sebagian umat Islam tidak tidur cepat dan beraktifitas hingga larut malam? Tidak sedikit yang bergadang hingga larut malam hanya untuk menghabiskan waktu di depan televisi. Sebagian lainnya menghabiskan waktu malam dengan bekerja. Hal ini walaupun merupakan sebuah kerja keras, tapi mereka akan kehilangan waktu yang lebih berkah di pagi hari. Karena akan sulit bagi mereka untuk mampu bangun cepat di waktu Subuh dan beraktifitas setelahnya.
Dan sebagian lainnya yang manyoritasnya pelajar, mereka bergadang hingga larut malam untuk belajar. Padahal seluruh ahli kedokteran sepakat bahwa belajar yang paling baik adalah di pagi hari. Karena pada saat itulah otak mampu berkonsentrasi secara optimal. Oleh karena itu, belajar di pagi hari seribu kali lebih berkah dari pada belajar terlampau larut malam.
Ini bukan berarti harus tidur panjang di malam hari. Tapi tidur cepat tujuannya agar bisa terbangun lebih cepat. Dengan ini akan tercipta tidur efektif walau durasinya tidak lama. Inilah tuntunan Allah dalam Al-Quran, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air. Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di waktu sahur mereka beristighfar kepada Allah.” (QS. Al-Zâriyât: 15-18).
Shalat Subuh dan Kebangkitan Islam
Shalat subuh berjamaah di masjid bagi laki-laki dan tepat waktu bagi perempuan merupakan permasalahan yang sungguh sangat penting bagi umat Islam, untuk membangun sebuah peradaban. Permasalahannya bukan sekedar dua rakaat, dan bukan sekedar pahala melimpah di sisi Allah. Tapi permasalahannya sungguh jauh lebih besar dari pada itu.
Shalat Subuh mengaitkan hamba dengan Allah pada hari itu; sejak awal terbitnya fajar hingga penghujung hari. Dan khali balak... bila umat Islam shalat Subuh berjamaah di masjid maka mereka akan menjadi umat yang di setiap harinya dalam lindungan Allah Swt..
Shalat Subuh juga merupakan tolak ukur nilai dan kekuatan sebuah umat. Dan umat yang malalaikan shalat Subuhnya merupakan umat yang tidak pantas untuk bangkit. Bahkan, mereka hanya pantas untuk diganti oleh umat lainnya. Sungguh aneh, ada di antara umat Islam yang melalaikan shalat Subuhnya, kemudian ia berbicara menggebu-gebu tentang syariat Islam, kebangkitan Islam, dan sebagainya. Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin Allah menolong orang-orang yang melalaikan hak-Nya?
Ingatlah, Allah tidak akan pernah memberi keberkahan amal bagi orang-orang perusak (mufsidîn). Dan kerusakan apa lagi yang lebih besar dari pada melalaikan fardhu yang telah Allah tetapkan.. melalaikan hak-Nya.. dan ia terus berada dalam kelalaian berulang kali?
Baik. Apa sifat utama yang membuat umat Islam pantas untuk menggenggam dunia?! Simaklah firman Allah berikut, “...Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa.” (Yaitu), orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Haj: 40-41).
Dari ayat di atas jelaslah bahwa sifat pertama yang membuat umat Islam pantas menguasai dunia adalah menegakkan shalat. Menegakkan shalat tidak sama dengan sekedar mengerjakannya. Apalagi bila mengerjakannya di luar waktu. Tapi menegakkan shalat berarti sempurna rukun dan syaratnya, tepat waktu, dan di tempat yang telah Allah perintahkan. Selain itu juga dilakukan dengan penuh kekhusukan dan mengharap keridaan Allah semata. Maka shalat seperti inilah yang menjadi penghubung antara Allah ‘Azza wa Jalla dengan hamba-Nya. Dan shalat seperti inilah yang merupakan kunci kemenangan bagi umat Islam.
Kita semua telah mendengar ungkapan salah seorang pemimpin Yahudi, bahwa mereka tidak akan takut kepada umat Islam kecuali bila umat Islam melakukan satu hal. Yaitu, bila jumlah umat Islam yang melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid sama dengan jumlah umat Islam yang melaksanakan shalat Jumat berjamaah.
Ungkapan Yahudi ini—baik telah diungkapkan atau tidak—adalah benar. Karena tanpa shalat Subuh berjamaah, umat Islam sangatlah lemah. Dan mereka adalah umat yang sama sekali tidak menakutkan.
Ada hal penting yang harus kita perhatikan dalam suarat Al-Isrâ. Perhatikanlah. Dan Anda akan menemukan bahwa tidak ada meminta kemenangan kepada Allah kecuali setelah perintah menegakkan shalat Subuh dan shalat lainnya. Simaklah ayat ini yang artinya, “Tegakkanlah shalat sejak matahari tergelincir hingga gelapnya malam dan (laksanakan pula shalat) Subuh. Sungguh, shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajjut (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isrâ: 78-79).
Jadi setelah penjelasan shalat Subuh dan shalat Malam, barulah Allah menlanjutkan firman-Nya, “Dan katakanlah (Muhammad), ‘Ya Tuhanku... masukkanlah aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar. Dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong-(ku)’. Dan katakanlah, ‘Kebenaran telah datang sehingga lenyaplah yang batil.’ Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.” (QS. Al-Isrâ: 80-81)
Subhanallah... ayat yang sungguh luar biasa wahai saudaraku. Ayat ini meyakinkan kita, bahwa tidak ada permintaan kekuasaan untuk kemenangan (sulthânan nashîra) dari Allah dan bangkitnya kebenaran serta runtuhnya yang batil, kecuali setelah perintah untuk menegakkan shalat; khususnya shalat Subuh dan shalat Malam.
Inilah modal yang paling penting untuk sebuah kebangkitan umat Islam. Ingatlah ketika perang Salib berkecamuk. Bahwa hal yang sangat dipentingkan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi adalah mengarahkan pasukan untuk shalat berjamaah di masjid. Dan ia mengajarkan bahwa pasukan yang menegakkan shalat berjamaah, merekalah tentara yang meraih kemenangan yang gemilang; kemenangan atas pasukan Salib dan atas musuh-musuh Islam lainnya.
Shalahuddin bukanlah seorang pendeta yang hanya duduk di masjid, berzikir, shalat, dan kemudian tidak melakukan apa-apa untuk persiapan perang. Kalla... tidak sama sekali. Bahkan ia mengerahkan seluruh kekuatan untuk mempersiapkan perang sesempurna mungkin. Mulai dari latihan militer, persenjataan, taktik perang, waktu yang tepat melakukan serangan, merapatkan barisan dan ia melakukan seluruh sebab kemenangan lainnya.
Ia melakukan segalanya, tapi ia juga sadar bahwa kemenangan tidak akan diraih kecuali Allah ‘Azza wa Jallâ menolong mereka. Dan bagaimana mungkin Allah menolong orang-orang yang melalaikan kewajiban yang telah ditetapkan-Nya? Melakukan shalat Subuh diluar waktunya dan melalaikan hak-hak Allah lainnya? Untuk itu, yang paling penting sebelum berperang adalah menolong agama-Nya. Allah berfirman, “...Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya...” (QS. Al-Haj: 40).
Sungguh, umat Islam hanya akan ditolong oleh Allah jika mereka menerapkan syariat Islam secara kaffah; seluruh sisi, sekecil apapun. Yaitu orang-orang yang taat beribadah kepada-Nya, teguh terhadap akidah Islam, bersikap sesuai akhlak Islam, mengikuti peraturan Allah; baik besar maupun kecil mereka selalu tunduk terhadap peraturan-Nya. Merekalah orang-orang yang pantas memperjuangkan syariat Islam (menolong agama Allah), dan hanya merekalah yang pantas ditolong oleh Allah.
Dan subhanallâh yâ akhî... lihatlah kembali Al-Quran. Bahwa Allah mengubah keadaan dunia; dari kedhaliman menuju keadilan dan dari kerusakan menuju kebaikan adalah terjadi di waktu Subuh. Subhanallâh... ini merupakan kesaksian Al-Quran. Jadi, Subuh adalah waktu perubahan ke arah kebaikan. Maka berusahalah sekuat tenaga untuk tidak tidur di waktu ini.
Lihatlah, kapan kehancuran kaum Luth? Allah membinasakan mereka di waktu Subuh. Allah berfirman, “...Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu Subuh. Bukankah Subuh itu sudah dekat?” (QS. Hud: 81). Bukankah Allah ‘Azza wa Jalla mampu menghancurkan mereka kapan saja; baik siang maupun malam. Tapi, mengapa Allah memilih waktu Subuh? Tidak lain karena Subuh merupakan waktu perubahan menuju kebaikan. Karena ia merupakan waktu awal munculnya cahaya setelah kegelapan; awal munculnya keadilan setelah kedhaliman; awal munculnya kebaikan setelah kerusakan..
Begitu juga dengan kehancuran kaum ‘Ad di masa nabi Hud. Allah menghancurkan mereka dengan angin topan yang sangat dingin di waktu Subuh. Begitu juga kaum Tsamud, Allah menghancurkan mereka di waktu Subuh.
Tidak hanya kaum terdahulu, Rasulullah juga menyatakan bahwa kebathilan akan dihancurkan di waktu Subuh. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jika kita memasuki sebuah kaum, maka peringatilah akan kehancuran mereka di pagi hari..!!” Inilah waktu perubahan, waktu jihad, dan waktu kemenangan.
Waktu perubahan juga ditunjukkan oleh kuda yang berperang di pagi hari. Allah berfirman, “Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah. Dan kuda perang yang memercikkan bunga api (dengan pukulan kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi...” (QS. Al-‘Adiyât: 1-3). Inilah kuda tangguh yang mampu melakukan penyerangan dan menyebabkan kemenangan bagi Mukmin adalah di waktu pagi.
Dan Subuh sebagai waktu perubahan menuju kejayaan akan terus berlaku hingga hari kiamat. Karena ini merupakan sunah ilahiyah yang Allah tetapkan. Di akhir usia dunia, perubahan dan kemenangan hanyalah diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu menjaga shalat Subuh berjamaah.
Perhatikanlah detik-detik turunnya Al-Masîh a.s. ke bumi, ternyata peristiwa itu terjadi di waktu Subuh. Sedangkan generasi yang berhak menyambut Al-Masîh a.s. hanyalah generasi yang menjaga shalat Subuhnya. Rasulullah Saw. menggambarkan keadaan saat itu dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah r.a. dan Umamah Al-Bahili r.a., bahwa Rasul bersabda, “Sesungguhnya tidak ada fitnah yang lebih besar di muka bumi ini—sejak diciptakannya Adam hingga akhir dunia—kecuali fitnah Dajjal. Dan Allah tidak mengutus nabi kecuali memerintahkannya untuk memperingati umatnya terhadap fitnah Dajjal. Dan aku adalah Nabi yang terakhir. Sedangkan kalian adalah umat yang terakhir. Dan Dajjal akan muncul di tengah-tengah kalian.”
Setelah itu, Rasulullah menjelaskan tentang sifat-sifat yang melekat pada Dajjal, dan tentang keadaan dunia saat kemunculannya. Kemudian Rasul juga menjelaskan tentang Ya’jud dan Ma’jud. Setelah itu barulah Rasul menjelaskan tentang waktu paling akhir dari kehidupan dunia. Khususnya tentang ciri-ciri kelompok Mukminin yang Isa a.s. turun kepada mereka; untuk bersama-sama menegakkan keadilan baru berdasarkan syariat Muhammad Saw.. Maka berkatalah Rasul, “Mereka berkumpul di Baitul Maqdis (Palestina).”
Kemudian Rasul melanjutkan, “Dan Imam mereka adalah seorang yang shalih. Ketika imam mereka hendak mengimami Mukminin untuk shalat Subuh, saat itulah Isa ibnu Maryam turun ke dunia.” Ya Allah... Perhatikanlah yâ akhî, turunnya Isa ibnu Maryam di waktu Subuh bukanlah secara kebetulan. Tapi memang telah menjadi sunatullah bahwa perubahan itu akan terjadi di waktu Subuh. Inilah yang tertera dalam Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah.
Jadi mengapa masih ada di antara umat Islam yang tidur di waktu Subuh. Bagaimana mungkin seorang hamba Allah dan ia beriman kepada-Nya bisa lalai terhadap waktu yang sangat menentukan keadaan umat Islam masa depan.
Kemudian Rasul melanjutkan hadisnya, “Mengetahui Isa ibnu Maryam telah hadir di jamaah, Imam tersebut langsung berjalan dengan tergesa-gesa untuk mempersilahkan agar Nabi Isa mengimami shalat Subuh di saat itu. Maka berkatalah Nabi Isa sambil meletakkan kedua tangannya di bahu imam tersebut, ‘Majulah, sesungguhnya shalat ini telah ditegakkan agar kamu mengimaminya.’ Kemudian mereka shalat Subuh berjamaah tepat pada waktunya di Masjid Al-Aqsha.” Pada riwayat lainnya dikisahkan bahwa imam tersebut adalah imam Mahdi Al-Munthadhar. Subhanallâh..
Sebuah Impian
Kita sangat memimpikan suatu saat masjid-masjid dipenuhi oleh seluruh umat Islam. Mereka menantikan azan Subuh dengan penuh kerinduan. Mereka mengulang kalimat azan dan segera menuju masjid dengan tergesa-gesa. Karena mereka akan mengadakan pertemuan khusus dengan Allah Swt..
Kita sangat memimpikan ada seorang Muslim yang tertinggal shalat Subuh berjamaah, dan sepenjang hari itu ia sangat bersedih. Karena ia telah kehilangan sesuatu yang begitu berharga dalam hidupnya. Kita juga bermimpi suatu saat syariat Islam-lah yang mengatur dunia. Saya tahu ini adalah impian. Dan saya juga yakin bahwa mimpi hari ini merupakan kenyataan di hari esok, insyâ Allâh.
Sungguh yâ akhî... saya yakin mampu melihat masa depan. Bukan berarti saya memiliki ilmu gaib. Tapi saya melihat janji yang Allah persiapkan kepada umat Islam. Dan Allah tidak pernah melanggar janji-Nya. Allah berfirman, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Nur: 55)
Lihatlah ayat setelah itu, “Dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al-Nur: 56)
Inilah jalan menuju khilafah. Yaitu menegakkan shalat sebagaimana yang Allah perintahkan. Inilah jalan menuju khilafah, tamkîn, dan keamanan dunia. Kita berdoa kepada Allah agar memudahkan jalan untuk menerapkan syariatnya secara sempurna. Sesungguhnya Allah mampu untuk mewujudkan itu semua. Fasatazkurûna mâ aqûlu lakum. Wa ufawwidhu amri ilallâh. Wallâhu bashîrum bil ‘ibâd. Wa jazâkumullâhu khair.
source: https://m.facebook.com/notes/satu-hari-satu-ayat-quran/tips-bangun-subuh-dari-buku-misteri-shalat-subuh-drraghib-as-sarjani/376832969650
Posting Komentar