BANJARMASIN, BBCOM - Muhadjir Abdi (73), warga Banjarmasin merupakan salah seorang saksi hidup tragedi Gerakan 30 September 1965, atau yang lebih dikenal dengan sebutan pemberontakan G30S/PKI.
Muhadjir yang saat ini berprofesi sebagai salah seorang jurnalis senior di Banjarmasin, menceritakan sekelumit pengalamannya saat menghadapi situasi genting keadaan negara pada masa itu.
Dia bersama dengan beberap temannya yang saat itu masih duduk di bangku kuliah di salah satu perguruan tinggi Surabaya, sempat merasakan penganiayaan oleh orang - orang partai berlambang palu dan arit tersebut.
"Kita sempat disekap, dipukul dengan senjata, bahkan mau dibunuh oleh PKI itu. Untungnya kita dilepaskan," ujarnya.
Awalnya dia tidak mengira jika orang - orang yang menyekap adalah PKI. Setalah bertanya dengan pihak keamanan yang saat itu bertugas melakukan penjagaan di ruas - ruas jalan Tunjungan, Surabaya, dia dan teman - temanya baru tahu jika telah terjadi pemberontakan G30S/PKI.
"Saat kejadian itu, Jalan Tunjungan itu sudah diblokade. Keadaan Kota Surabaya saat itu sangat sepi, kamipun langsung disuruh pulang oleh aparat keamanan yang berjaga," imbuhnya.
Setelah kejadian itu, Muhadjir yang saat itu tergabung dalam organisasi GP Ansor membantuk sebuah barisan peduli negara yang dibantu oleh masyarakat untuk memerangi pemberontak PKI.
"Di Surabaya memang banyak gembong PKI. disitu kita cari orang yang mencurigakan, kita gedor rumahnya lalu kita keluarkan. Bahkan kita sempat bersama kawan - kawan mengorok PKI," jelasnya.
Menurutnya, kejadian pada malam itu begitu cepat, dan tidak disangka -sangka. Semua jalan pada saat itu diblokade. Jika ada yang keluar rumah akan di amankan oleh pihak keamanan. [sbr]