Fahrianoor, Dosen Universitas Lambung Mangkurat dan kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung/RRIBanjarmasin |
Perpres ini sendiri adalah penyesuaian dari Perpres nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping di Indonesia.
Dalam aturan tersebut salah satu pihak seperti lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan di daulat sebagai pemberi kerja bagi TKA, itu artinya lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi punya legalitas formal untuk memperkerjakan dosen dari luar Indonesia.
Reja Pahlevi dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menyampaikan bahwa wacana yang dilontarkan oleh kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) itu bagus, yang tujuanya adalah untuk mendongkrak Indonesia masuk reputasi dunia di bidang pendidikan. Salah satu parameternya adalah staff mobility. Staff mobility yakni dosen asing yang masuk ke Indonesia.
"Namun sekarang pemerintah terkesan terburu-buru harusnya pemerintah memetakan kebutuhan setiap perguruan tinggi dan memperjelas sistem ketenagakerjaan, gaji, dan fasilitasnya," imbuhnya.
Ia pun berspekulasi jika memang wacana ini dilaksanakan maka harus dijadikan trigger agar para dosen lebih kreatif dan inovatif dalam rangka membangun kualitas pendidikan di perguruan tinggi dan bersaing dengan para dosen asing.
Pendapat yang tidak jauh berbeda dilontarkan oleh Fahrianoor dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ULM ia berpendapat bahwa aturan ini harus dievaluasi ulang karena pengangguran terdidik masih banyak yang belum terserap oleh lapangan kerja masa mau menambah TKA.
"Hal ini jelas akan menambah beban negara, apalagi beban utang semakin membengkak," katanya.
Ia meyakini "impor" dosen tidak akan menyelesaikan masalah kalau upaya-upaya untuk mensejahterakan dosen lokal belum tuntas.
"Dana riset dan pengabdian saja minim hanya 7 triliun untuk dosen seluruh Indonesia, bagaimana kita mau bersaing, belum kita berbicara beasiswa dosen yang selalu terlambat pencairannya," tegas alumni Magister Sosioligi Universitas Gadjah Mada ini.
Diakhir perbincangan Fahrianoor menawarkan solusi bahwa lebih baik melakukan kerjasama dengan pihak kampus luar dengan menggalakan pertukaran dosen dan menaikan anggaran untuk riset dan pengabdian dosen. (arum/puji/ayo)