Antara Kriminalitas, Zakat dan Lebaran
BBCOM, Oleh : Muhammad Ilfan Zulfani*)
Muhammad Ilfan Zulfani/beritabanjarmasin.com |
Menjelang lebaran, terpantau dari
jejaring berita luring maupun daring, sejumlah daerah melaporkan angka kriminalitas
yang meninggi. Sebagai masyarakat tentu kita tidak asing dengan himbauan agar
meningkatkan kewaspadaan di bulan Ramadhan terkhusus menjelang lebaran. Apa dan
mengapa angka kriminalitas meninggi dan bagaimana cara yang dapat kita lakukan
sebagai masyarakat untuk menanggulanginya, hal ini lah yang akan dibahas pada
tulisan ini.
Sebagian dari kita tentu juga sudah
paham sebab kejahatan khususnya pencurian atau mungkin tindakan kriminal lain
yang mendatangkan pendapatan marak terjadi menjelang lebaran adalah karena
adanya dorongan dari tuntutan lebaran. Ada banyak kebutuhan yang lahir dari
padanya, tentu bukan berasal dari tuntutan agama melainkan tuntutan tradisi
masyarakat, misalnya membeli baju baru, mudik, mengadakan jamuan makan untuk
open house, liburan dan lain sebagainya.
Opini yang sudah menghegemoni masyarakat
di atas sudah benar, tetapi hanya kurang dihayati sebab masyarakat awam masih
melihatnya sebagai sebuah tindakan kriminal yang lahir karena masalah personal
si pelaku. Kita pun ramai-ramai mengkutuk si pelaku tersebut dengan sebutan:
tidak tahu diri, tidak peduli orang lain, tidak peduli halal-haram dan
kata-kata kasar lainnya.
Sebagai penulis, saya mengajak
kepada masyarakat agar lebih melihatnya sebagai suatu tindakan yang dilihat lebih
makro: melihat tindakan kriminal tersebut karena ada yang tak beres di
masyarakat kita. Si pelaku kriminal tersebut, dia memang salah secara personal,
tetapi kesalahan tersebut tidak bisa dilihat sebagai sebuah aspek yang terpisah
dari masyarakat, ia juga merupakan dosa komunal.
Mereka melakukan tindakan kriminal
karena ada tuntutan dari kita. Loh kok bisa? Sangat bisa. Bukankah tradisi
seperti mudik, baju baru, jamuan makan, dan liburan itu merupakan sebuah
tuntutan dari masyarakat? Dalam sosiologi, tuntutan dari masyarakat ini disebut
“social forces”. Bayangkan saja saat lebaran kita berangkat salat Idulfitri
memakai baju lusuh, tentu kita merasa bagian yang terasing dan akan dipandang
berbeda oleh sekeliling. Atau kita tidak mampu pulang kampung karena tak ada
dana, tentu sebagai seorang tumpuan nafkah yaitu ayah (dalam sebagian keluarga
perempuan juga termasuk) kita tidak merasa sebagai seorang ayah yang
bertanggung jawab, bahkan lebih parahnya, kita tidak merasa sebagai anak yang
baik karena tidak menjenguk orang tua di hari lebaran.
Penulis
hanya ingin mengajak kepada pembaca untuk menyadari bahwa persoalan
kriminalitas seperti kasus yang dibahas adalah tanggung jawab kita semua.
Lantas bagaimana cara yang dapat kita lakukan juga tak lepas dari tradisi yang
juga ajaran agama Islam, yaitu zakat.
Ajaran Islam mengenai hal ini,
mewajibkan dua bentuk zakat yaitu zakat harta dan zakat fitrah. Zakat harta
sangat luas cakupannya, tetapi intinya adalah bahwa setiap harta yang kita
miliki dengan ukuran tertentu ada sekian persen hak orang lain. Sedangkan zakat
fitrah adalah zakat berbentuk makanan pokok yang mesti kita berikan dalam kurun
waktu tertentu yaitu dapat mulai diberikan sejak awal bulan Ramadhan sampai
sebelum salat Idulfitri.
Ini lah salah satu kontribusi besar
Islam mengatasi terjadinya kesenjangan ekonomi, dengan catatan jika pemeluknya
melaksanakan dengan taat. Zakat adalah bentuk distribusi ekonomi yang membuat
tidak terpusatnya kekayaan pada sebagian pihak, dan dalam kasus yang kita bahas,
jika sudah terdistribusi dengan tepat juga baik, maka kriminalitas menjelang
lebaran dapat berkurang. Sebab keadilan ekonomi melahirkan keadilan sosial. Irfan
Syauqi Beik dalam jurnalnya berjudul “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi
Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika” tahun 2009 melaporkan hasil
analisa bahwa zakat mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin,
serta mengurangi kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Tentu penulis tidak menganggap bahwa
hanya ini lah satu-satunya solusi, tetapi paling tidak, ini merupakan salah
satu solusi yang paling berpengaruh. Hal lain yang juga turut mempengaruhi
kriminalitas menjelang lebaran adalah budaya konsumtif, ini jika ditulis
memerlukan bahasan tersendiri dan solusi tersendiri. Disini kita hanya fokus
kepada masalah zakat yang dapat membantu saudara-saudara kita terlepas dari
jurang kriminalitas sebab himpitan hidup yang besar.
Zakat sampai sekarang memang tidak
ada kewajiban khusus yang berlandaskan hukum positif seperti pajak, meskipun di
beberapa daerah dan instansi sudah ada yang mewajibkan zakat, tetapi itu tidak
sampai pada skala nasional. Sedangkan di jajaran Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan, pembayaran zakat hanya merupakan himbauan saja. Beberapa waktu yang
lalu juga ada isu kemungkinan adanya kewajiban membayar zakat harta bagi seluruh
Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia yang dipotong langsung dari gaji.
Terlepas dari itu dan apapun itu,
sebagai muslim dan warga negara yang baik hendaknya secara sadar kita taat
melaksanakan kewajiban agama tersebut meskipun tidak ada paksaan oleh negara.
Lagi pula, ibadah yang dilaksanakan tanpa adanya paksaan justru terasa lebih
nikmat dan berharga di hadapan Allah, apalagi jika tidak hanya zakat saja yang
kita laksanakan tetapi juga sedekah yang hukumnya cenderung sunah. semoga.
*) Penulis adalah Mahasiswa
FISIP Universitas Indonesia asal Banjarmasin, Santri Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok.
Posting Komentar