BBCOM, Abdul Khair S.Pd*)
Indonesia dengan berbagai kekayaannya yang berlimpah tentu juga diiringi dengan tugas yang berat untuk mengelolanya. Sebagian kekayaan itu ada yang sudah kita ketahui dan bisa kita nikmati hasilnya, namun sebagiannya juga masih ada yang tersembunyi sehingga diperlukan usaha untuk menggali potensi itu salah satunya ialah Potensi Pariwisata.
Jika jepang memiliki CultureTourism, Brazil punya ecotourism dan India punya SlamTourism. Maka Indonesia sebenarnya juga bisa membuat semuanya karena kekayaan yang sudah dianugerahkan tuhan bahkan sebelum Indonesia itu lahir. Namun, memang diperlukan pengetahuan lebih akan cara dalam pengembangan kepariwisataan agar dapat dimaksimalkan dalam penggaliannya. Pariwisata pada dasarnya akan jauh lebih berhasil ketika memiliki karakteristik atau identitas tertentu. Maka dengan sangat cerdas pemerintah kita telah memutuskan identitas kita adalah kekayaan alam dan budaya. Sehingga terciptalah culturetourism di beberapa kota seperti Yogya dan Bandung, kemudian tercipta pula wisata-wisata alam nan eksotis hasil dari kekayaan alam yang Indonesia punya.
Dampaknya sangat baik. Turis-turis mulai berdatangan ke bali dan Lombok yang memiliki kesenian yang beragam. Turis-turis juga mulai berdatangan ke kota yogya dan bandung yang memiliki budaya dan bangunan-bangunan tua yang masih cantik sehingga akan memiliki kesan menarik ketika berphoto dan membagikannya ke media sosial.
Pertanyaan besar muncul pada penulis setelah itu. Bagaimana nasib kota-kota kecil di Indonesia yang tidak memiliki pantai yang indah? Atau gedung-gedung tua yang bagus untuk berphoto? Atau kota yang sebenarnya memiliki budaya namun kebudayaan itu belum terintegrasi dengan baik sehingga belum dikenal dan belum dianggap menarik untuk dikunjungi oleh turis. Banjarmasin misalnya. Kota ini sebenarnya cukup indah, di kelilingi banyak sungai dan transportasi jukungnya yang khas. Tapi kemudian, apa setelah itu yang bisa lebih menarik minat banyak orang untuk lebih mengenal kota Banjarmasin? Karena jika hanya mengandalkan sungai maka Palembang pun punya sungai dan perahu yang khas, belum lagi kita juga harus bersaing dengan Thailand dan brunei darussalam. Maka Banjarmasin harus mencari identitas dalam menentukan arah kepariwisataannya.
Identitas yang menurut penulis cocok untuk Banjarmasin ialah SocioTourism. SocioTourism merupakan istilah baru yang coba diperkenalkan penulis. Jika merujuk pada katanya maka SocioTourism dapat diartikan sebagai suatu perjalanan wisata yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki hubungan timbal balik secara langsung: antara tamu dan tuan rumah, antara pembeli dan pembuat tanpa adanya perantara sehingga perputaran uang bisa langsung kepada masyarakat tanpa ada biaya retribusi atau pajak toko. Kunjungan wisata dalam SocioTourism umumnya bersifat selektif baik dari yang dipilih oleh individu maupun yang telah disediakan oleh penyedia jasa. Selektif yang dimaksud dalam hal ini yaitu pemilihan tempat-tempat kunjungan wisata yang memang memiliki prinsip-prinsip SocioTourism.
Prinsip-Prinsip SocioTourism mengacu pada suatu perjalanan wisata yang lebih menekankan kepada perjalanan untuk memahami masyarakat dan kebudayaannya namun, tanpa meninggalkan estetika yang diharapkan pengunjung. SocioTourism umumnya juga bertujuan untuk memberikan dampak sosial langsung kepada masyarakat kelas menengah ke bawah atas kunjungannya. Kunjungan yang dilakukan biasanya didasari oleh rasa apresiasi terhadap suatu produk, jasa, atau cerita yang ditawarkan oleh si pembuat atau pemberi jasa. Apresiasi itu kemudian di dasari oleh profesionalitas si pembuat, kepeduliannya terhadap alam dan budaya, atau rentang waktu seberapa lama seseorang itu menggeluti pekerjaannya.
Jika bicara tentang atraksi wisata yang disajikan dalam SocioTourism ialah suatu atraksi yang dilakukan ditempat dimana kebudayaan atau kesenian itu berkembang, tidak terbatas pada panggung-panggung besar seperti lazimnya. Umumnya panggung didirikan secara sederhana oleh masyarakat setempat dan pengunjung menikmati atraksi wisata tanpa ada sekat antara pengunjung dan masyarakat setempat. Sehingga kesenian dan kebudayaan bisa dirasakan lebih natural. Selanjutnya dampak dari itu, proses regenerasi pada tiap kesenian dan kebudayaan menjadi turut terbantu dengan adanya kunjungan-kunjungan wisata
Dari semua definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwasanya SocioTourism ialah suatu perjalanan yang bertujuan untuk menguak cerita, makna dan kearifan lokal dibalik suatu tempat kunjungan wisata atau suatu produk. Untuk memenuhi tujuan itu maka pengunjung harus mengunjungi tempat asli dan bukan reflika seperti di museum serta mengunjung si pembuat langsung bukan penjual di toko-toko. Sehingga kunjungan wisata langsung dapat memberikan dampak sosial yang nyata pada tiap-tiap kunjungan. Semisal kita ingin mengenal banjarmasin maka jangan hanya ke museum untuk mengenal jenis jenis rumah adatnya. Tapi pergilah ke rumah yang masih dipertahankan pemiliknya, lalu sisihkanlah sedikit uang saku untuk memberikan semangat pada mereka untuk tetap menjaga kelestarian bangunan rumahnya. Sekalipun pemerintah tidak membuka bebas rumah mereka, tapi orang banjar mempunyai sifat terbuka tinggal berkunjung saja lalu mulailah saling bercerita.
SocioTourism akan menjadi sebuah solusi terbaik pada kota-kota kecil yang pesimis dalam mengembangkan kepariwisataannya. Karena mereka tidak perlu lagi membuat waduk buatan atau mengeluarkan uang untuk membangun berbagai bangunan. Mereka cukup menggali cerita, makna, dan kearifan lokal yang ada di tempat mereka. Serta menelusuri proses demi proses dari produk khas yang ada di daerahnya. “kadang kesan bisa dibentuk bukan karena tempatnya, tapi juga cerita yang dialami ditempat tersebut”. maka produk akan jauh lebih menarik jika konsumen mengetahui setiap detail proses pembuatan produk tersebut.
Definisi ini penulis kemukakan karena melihat seringnya perjalanan wisata hanya dianggap jalan-jalan dan menghamburkan uang semata. Padahal di dalam perjalanan tersebut kita bisa memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. namun, sayangnya jika kita tidak selektif dalam memilih tempat kunjungan wisata maka kita hanya akan memberikan dampak pada 1 atau 2 orang dari pemilik tempat wisata tersebut yang sebenarnya kehidupannya jauh lebih sejahtera. Pertanyaan besar kemudian penulis ajukan “mengapa kita tidak memulai untuk berwisata pada suatu tempat yang dikelola langsung oleh masyarakat tersebut sehingga uang yang kita keluarkan jauh lebih bermanfaat dalam membangun perekonomian masyarakat”.
Hal di atas masih bicara kegelisahan penulis tentang tempat kunjungan wisata. Jika bicara soal pedagang yang bergantung pada arus pariwisata, maka penulis sering menemui suatu produk kreatif yang di buat oleh masyarakat tertentu yang dibawa ke toko harganya bisa jauh melambung tinggi padahal dibeli dengan harga murah. Ini memang disebabkan karena mungkin masyarakat pembuat tidak mengerti marketing dan cara menentukan harga yang baik. tapi sampai kapan itu terjadi? Mengapa tidak kita ubah mindset kita untuk melihat langsung proses pembuatan produk kemudian bisa paham prosesnya sekaligus mengerti mengapa suatu produk bisa dijual mahal oleh si pembuatnya. Dengan seperti itu maka hubungan timbal balik dalam kepariwisataan lebih terasa. Itulah mengapa pemahaman SocioTourism itu penulis anggap penting!!
SocioTourism dapat menguntungkan pengunjung karena mendapatkan perjalanan yang berbeda dari biasanya, pengunjung juga dapat mengerti proses demi prosesnya atau arti dari tiap perjalan wisatanya. Sementara bagi tuan rumah pemilik tempat wisata(sebut saja sebuah rumah tua nan eksotis), atau pedang cinderemata khas yang dikunjungi, mereka bisa mengetahui langsung antusiasme terhadap tempat yang ditinggalinya atau produk yang dibuatnya melalui kunjungan tersebut. Ini tentu akan memberikan dampak motivasi bagi masyarakat untuk berkembang. Untuk itulah penulis merasa perlu prinsip SocioToursim Bussines For Society harus dijalankan.
*) Co-founder/Chief Executive DIBANJAR TRIP
(Isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis di luar redaksi beritabanjarmasin.com)
(Isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis di luar redaksi beritabanjarmasin.com)
Posting Komentar