Genderang perang telah ditabuh Pemkot Banjarmasin mengatasi sampah plastik di Kota Baiman. Sejauh mana perang terhadap sampah plastik ini membuahkan hasil?
BERITABANJARMASIN.COM - Jika kita membuka kembali sejarah, ternyata negara sekelas Jepang yang terkenal bersih dan disiplin itu baru benar-benar membenahi pengelolaan sampah dan kebersihan pada pertengahan tahun 1970. Bahkan Pada era 60-an misalnya,saat industri Jepang tumbuh signifikan, pencemaran, limbah dan sampah rumah tangga menjelma momok untuk kehidupan warga negeri Samurai.
Di tahun 1970-an barulah muncul gerakan masyarakat peduli lingkungan (chonakai) di Jepang.
Mengusung pola 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) gerakan ini mengkampanyekan kepada warga Jepang, pentingnya menjaga kebersihan dari hal dasar dan mudah. Seperti pemilahan jenis sampah hingga cara membuang sampah yang benar. Kesimpulannya: tak ada hasil instant. Jepang bisa bersih bukan hasil kerja satu malam seperti kisah legenda kuno.
Jika melihat pola di Banjarmasin, ada kemiripan dengan apa yang dijalankan Jepang selama ini. Pengelolaan sampah harus dimulai dari membangun kesadaran semua masyarakat. Tanpa kesadaran masyarakat, upaya pengelolaan sampah ibarat sebuah botol berlubang. Setiap kali diisi air, akan selalu habis. Lalu sejauh mana upaya yang dilakukan Pemkot Banjarmasin selama ini memberikan perubahan terhadap tata kelola sampah, khususnya sampah plastik di kota seribu sungai?
Menjawab pertanyaan ini kami mencoba membuat sebuah ulasan dengan menggunakan data dan ouput yang dihasilkan selama rentang waktu 2016-2018. Dari komparasi dan analisa ini, kami mencoba membuat semacam dashboard untuk mengukur dan melihat, perubahan yang terjadi, hasil dari program yang telah dilakukan.
JUMLAH SAMPAH
Tanpa menggunakan mesin waktu ala Nicola Tesla, kita bisa mendapatkan data jumlah sampah di Banjarmasin pada tahun 2010. Di tahun 2010 berdasarkan data dari Bappeda Kota Banjarmasin, jumlah sampah di Banjarmasin hanya sekitar 320 ton dalam sehari. Namun jangan kaget, enam tahun setelahnya, jumlah sampah di Banjarmasin meningkat lebih dari 70 persen, mencapai di angka 560 ton sehari.
Itu artinya ada kenaikan 240 ton sampah rata-rata perhari hanya dalam rentang waktu enam tahun saja. Data 2019, jumlah sampah di Banjarmasin hari ini sudah menembus 580-600 ton per harinya. Jika kita kalkulasikan dalam sebulan (30 hari) maka Banjarmasin harus menampung sekitar 17.880 ton sampah.
Padahal untuk Kalimantan Selatan saja, jumlah sampah secara keselurahan (data 2017) sebesar 1.127 ton per hari, sama dengan 33.810 ton sampah dalam sebulan. Ini menunjukkan sebuah gambaran, bawah hampir separo dari jumlah keseluruhan sampah di Kalsel ternyata tertumpuk di Banjarmasin.
Bisa dibayangkan, bagaimana beratnya tugas Pemkot Banjarmasin, hanya untuk mengatasi masalah sampah ini saja.
INFRASTRUKTUR
Di atas kertas, Banjarmasin memiliki 1.300 orang petugas kebersihan yang saban hari berjibaku dengan sampah. Banjarmasin harus menuju good environmental governance dengan standar yang sudah ditetapkan oleh UNEP (United Nations Environment Program). Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarmasin ada 126 tempat penampungan sementara (TPS) dan 11 TPS3R dan tempat pemrosesan akhir (TPA) di kawasan Basirih, Banjarmasin Barat.
Jika kita break down lagi, Banjarmasin memiliki 60 pengangkut sampah, yaitu 19 buah jenis mobil pick up, 34 buah truk dan tujuh sepda motor beroda tiga. Dengan armada ini lah beratus-ratus ton sampah itu diangkut setiap harinya. Rencananya tahun ini Pemkot Banjarmasin akan mengadakan satu buah truk sampah compactor, yang kapasitasnya mampu menampung sampah hingga tiga kali kapasitas armada truk biasa. Hal serupa juga dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi masalah pengangkutan sampah.
Pengelolaan sampah dengan konsep Waste to Energy dan Sanitary Landfill akan dikembangkan sepanjang tahun 2019. Cetak biru dua konsep ini telah dilaksanakan di negara maju, dan akan coba diterapkan di Banjarmasin. Ini juga sesuai dengan Kesepakatan Paris di Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-21 yang diikuti Indonesia. Satu dari poin kesepakatan adalah mengelola energi baru dan terbarukan. Seperti program WTE.
Melihat sampah organik yang cukup menghegemoni dari jenis sampah lain di Banjarmasin, bisa menjadi peluang digunakan untuk energi terbarukan. Dengan menggunakan panas dan uap dari hasil pembakaran, maupun dikonversi menjadi biogas.
MUNCULNYA GERAKAN
Selain Perwali Nomor 18/2016, Pemkot Banjarmasin juga meluncurkan beberapa program dalam mengurangi sampah di Kota Banjarmasin, khususnya sampah plastik. Seperti kampanye menggunakan bakul purun sebagai pengganti kantong plastik. Serta kampanye penggunaan tumbler untuk ASN dan para pelajar. Agar sampah botol plastik dan sedotan plastik bisa ditekan jumlahnya.
Mengutip dari Kompas.com, kantong plastik berperan cukup banyak terhadap total sampah di Kota Banjarmasin. Karena itulah, perlu diterapkan aturan untuk menguranginya, total sampah di Kota Banjarmasin per harinya mencapai 550-600 ton. Dari angka tersebut, lebih dari 10 persennya merupakan sampah plastik. Setelah kebijakan pelarangan kantong plastik diterapkan per 2016, hasilnya mulai tampak. Jika pada 2013, persentase sampah plastik sebesar 15,1 persen maka pada 2018 angkanya menurun jadi 12,77 persen.
PAYUNG HUKUM
Pengamat Hukum Kalsel, Fikri Hadin memaparkan kepada Berita Banjarmasin.com, secara kewenangan Perwali Nomor 18/2016 tentang Larangan Kantong Plastik memang sebuah kebijakan sekaligus terobosan hukum untuk otonomi daerah.
Apalagi ini termasuk agenda pemerintah dalam pengurangan sampah plastik yang secara penelitian susah diurai dan butuh waktu lama untuk mengurainya.
Namun, menurutnya terobosan hukum ini tidak serta merta (instant) dilakukan. Harus ada penyesuaian waktu secara bertahap untuk menyelesaikannya kepada pelaku usaha dan konsumen, sampai "one zero persen plastik". "Perlahan-lahan itu akan dikurangi, tidak menutup kemungkinan pada Perwali, pelaku usaha juga menyediakan sebuah alternatif pengganti plastik," ujarnya.
Rekomendasi preventif Perwali yang sudah diciptakan memang tujuan utama berbau pro terhadap lingkungan. "Tapi secara pendekatan lingkungan tidak hanya konsumen di tingkat bawah saja yang harus selalu dilarang untuk menggunakan plastik. Tapi di level produksi di tekan juga," katanya.
Masih menurutnya tentunya terobosan hukum di Kota Banjarmasin perlu apresiasi. Namun perlu dipikirkan sekarang bagaimana mendaur ulang plastik tersebut supaya bisa berdaya guna. "Secara pendekatan lingkungan terhadap perilaku sosial ini telah sesuai menurut saya. Tugas pentingnya perlunya sosialisasi Perwali ini lebih efektif," tegas akademisi FH ULM tersebut.
OUTPUT
Berdasarkan data yang kami himpun, dalam rentang waktu 2016-2018 Banjarmasin mampu mereduksi sampah dengan memberdayakan 200 lebih bank sampah, yang setiap bank sampah minimal mampu mereduksi rata-rata 1,5 ton per bulan dengan omset rata-rata 2,5 juta per bulan. Sejak 2016 Banjarmasin telah membentuk Bank Sampah Induk dan telah mengurangi penggunaan plastik dengan cara mengeluarkan Perwali nomor 18 tahun 2016 tentang Larangan Penggunaan Plastik di pasar modern dan mini market per 1 Juni 2016.
Jumlah pengurangan kantong plastik di Kota Banjarmasin mencapai 51.295.445 lembar per bulan.
Dengan adanya Perwali Nomor 18 tahun 2016 tentang Larangan Penggunaan Plastik di pasar modern dan mini market itu, jumlah pengurangan kantong plastik di Kota Banjarmasin mencapai 51.295.445 lembar per bulan. Keberadaan 14 TPST milik Pemkot Banjarmasin juga membantu mengurangi sampah hingga sekitar 4.045 ton per bulan.
Dengan berbagai program, input dan output tadi kita sudah memiliki gambaran bagaimana kerja menangani sampah ini di Banjarmasin. Hal lain yang tidak boleh luput dari perhatian adalah gejala demografi. Jumlah penduduk jelas akan berpengaruh pada jumlah sampah.
Jumlah penduduk Banjarmasin berdasarkan data PBB pada tahun 2010 atau sekitar delapan tahun lalu mencapai 635.481. Sedangkan berdasarkan data BPS Kota Banjarmasin tahun 2016, Kota Banjarmasin memiliki penduduk sebanyak 675.440 jiwa dengan kepadatan 9.381 jiwa per kilometer persegi. Padahal Banjarmasin hanya punya wilayah seluas 98,46 kilometer persegi.
Bappeda Kota Banjarmasin pada 2016 bahkan pernah mengeluarkan data, bahwa batas maksimal penduduk Banjarmasin hanya pada angka 900.000. Itu pun sudah bisa dikatakan: over crowded.
Dengan pertumbuhan penduduk yang cepat ini. Sangat memungkinkan volume sampah akan bertambah. Oleh karena itu, perlu penanganan sampah yang "out of the box". Setidaknya, menjadi kota pertama di Indonesia yang berani mengeluarkan aturan melarang kantong plastik, menjadi isyarat: kota ini serius menangani sampah. Let's rock! (BeritaBanjarmasin.com)
Reporter: Arum, Puji, Maya
Posting Komentar