KAIN SASIRANGAN kini sudah mulai menjelma menjadi trend fashion di daerahnya sendiri. Dengan motif dan warna yang lebih simpel. Bahkan telah diolah menjadi beberapa rupa. Seperti tas, bahkan sepatu. Lalu bagaimana perkembangan dan tantangan kain khas Kalimantan Selatan ini menghadapi revolusi industri 4.0?
Sasirangan merupakan kain khas Kalimantan Selatan yang merupakan adat suku Banjar. Dari dulu hingga sekarang Sasirangan ikut mengalami perkembangan dalam perindustrian tekstil di Indonesia.
Jika dulu ditemui dalam motif dan ragam yang monoton dan baku, kain sasirangan dulu mengedepankan kesederhanaan dalam proses pengolahannya mulai dari tahap awal sampai proses pewarnaannya. Hand made atau buatan tangan ini biasa dilakukan oleh tangan tangan terampil yang dilakukan perajin yang turun temurun maupun kesukaan yang menjadi kebiasaan.
Sejatinya Sasirangan lebih kepada kreativitas tangan, dan dirasa buatan konvensional lebih menarik dengan motif dan pewarnaan serasa lebih hidup. Jurnalis BeritaBanjarmasin.com mencoba mengunjungi salah satu toko Sasirangan yang berada di Jalan Seberang Mesjid Kampung BNI Sasirangan Nomor 3 Depan Gang Paris RT6 Kelurahan Seberang Mesjid Kecamatan Banjarmasin Tengah, 22 Februari 2019 lalu.
Kampung ini menjadi salah satu pusatnya para pengunjung dalam maupun luar sampai mancanegara yang berburu Kain Sasirangan khas Kalsel tersebut. Mereka membelinya bisanya dalam jumlah banyak ataupun hanya sekedar cenderamata.
Nita, owner Katuju Sasirangan mengatakan, memang ada perbedaan Sasirangan dulu dan sekarang. Kalau dulu lebih klasik dan full motif, susunannya lebih baku. Di masa sekarang motif sasirangan tidak terlalu ditonjolkan, pembeli lebih condong mencari warna kain yang menarik dan sesuai kebutuhan.
"Warna yang beragam, seperti rainbow banyak dicari, kalau untuk pembeli lokal lebih mengedepankan warna, biasanya motif disesuaikan, mereka tidak terlalu terpikir motif, jadi kami buatnya bermainnya di warna dan ragam peletakan motif standar, tidak terlalu baku seperti dulu," urainya.
Toko ini menyediakan kain, kerudung, kaos, baju jadi, shopping bag, kopiah, rok kulot souvenir dan lainnya yang dibuat berdasarkan ragam sasirangan. Dalam sebulan omsetnya mampu mencapai Rp50 -60 juta per bulannya. Harga yang ditawarkan pun beragam mulai dari Rp35.000 - 400.000 ribu dengan menggunakan kain seperti satin, sutera, dan katun. Pengunjungnya biasanya banyak datang dari luar daerah. Karena merupakan tempat tujuan sebagai tempat oleh - oleh, pembelinya dominan dari luar kota.
Jika dulu Sasirangan hanya dipakai pada kalangan tertentu saja, sekarang Sasirangan berada di puncaknya, siapa saja bisa menggunakannya. Ia mengatakan Sasirangan sekarang lebih ditonjolkan, bahkan sudah masuk ke dalam ranah pendidikan yang merupakan bentuk pelestarian kain sasirangan oleh pemerintah daerah.
"Ini menjadi suatu pengembangan usaha terutama perajin yang menjadikannya ladang perekonomian. Tidak lupa juga memanfaatkan media teknologi yang ada mereka memperjualbelikannya di medsos seperti Instagram.
TREN SASIRANGAN DENGAN PEWARNA ALAMI
Tak hanya bakul purun yang menjadi tren fashion sebagai tas belanja pengganti bakul purun, Sasirangan yang dibuat asli oleh masyarakat Banjar dari zaman dulu hingga sekarang juga menjadi brand fashion ternama di Kalimantan bahkan internasional.
Kain Sasirangan memilikki kesan tersendiri bagi masyarakat luas, tak tanggung-tanggung Sasirangan ditampilkan pada agenda berkelas seperti Jakarta Fashion Week beberapa tahun lalu, dengan dirancang secara apik oleh desainer ternama di Jakarta.
Hal itu merupakan salah satu pembuktian jika Sasirangan tak hanya kain miliknya orang Banjar namun juga milik seluruh lapisan masyarakat. Sasirangan.
Dinas Koperasi dan UMKM Kota Banjarmasin Priyo Eko Suwono, mengatakan seiring perkembangan zaman Sasirangan di tangan kreatif menjadi pakaian yang trendi. Priyo juga menjelaskan tren Sasirangan membuat para desainer berbakat tertarik untuk membuatkan bermacam kreasi.
Seperti yang dijual di salah satu stand milik Dinas UMKM pada Event Pasar Rakyat yang digelar selama tiga hari di Kawasan Jalan Adenansi Taman Kamboja, berbagai motif terbaru ditampilkan dengan design yang sangat apik.
Meski dibuat sedemikian rupa, namun keasliannya tetap menjadi daya tarik tersendiri, dengan menggunakan bahan dasar berasal dari alam, dengan menggunkan pewarna murni, diharapkan bisa lebih ramah lingkungan serta aman dan nyaman digunakan sehari-hari.
Untuk itu, dalam memepertahankan eksistensi Sasirangan, banyak toko modern maupun tradisional terus memproduksi Sasirangan sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan kreatif.
Hal itu, yang juga mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Kota Banjarmasin. Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina bersama Ketua Dekranasda Kota Banjarmasin Hj Siti Wasilah bahkan beberapa kali mengunjungi dua tempat pembuatan Sasirangan, seperti di kawasan Sungai Jingah dan Kampung Melayu yang telah turun-temurun mengolah kain Sasirangan bahkan membuatnya menjadi pakaian kemeja maupun kaos.
Selain ingin juga mempersiapkan Banjarmasin Sasirangan Festival yang akan digelar pada 6-10 Maret 2019 mendatang.
ECO PRINT
Seperti yang kita tahu Indonesia terkenal dengan keberagamannya seperti budaya, adat, kuliner bahkan kain tradisional masing-masing daerahnya. Seperti di Bumi Sultan Suriansyah, Kalsel memiliki kain khasnya sendiri yakni Kain Sasirangan.
Tak jauh berbeda dengan batik Jawa, Kain Sasirangan merupakan asli hasil karya masyarakat lokal Kalsel. Bahkan Kain Sasirangan digunakan seragam sekolah di Kalsel setiap hari Kamis guna melestarikan warisan budaya Kalsel.
Tak hanya digunakan masyarakat lokal, Sasirangan juga mulai merambah ke nasional. Tak jarang anda akan menjumpai berbagai rumah industri dan toko-toko menjual kain tersebut.
Aripn, Ketua Rumah Kreatif yang mewadahi para pemuda kreativitas perajin Sasirangan menuturkan pihaknya mengedukasi pembuatan Sasirangan bersifat terbatas. "Jadi hanya satu untuk satu desain yang kami buat, baik warna maupun motifnya," ujarnya kepada BeritaBanjarmasin.com.
Sifat limited ini disebabkan para perajin Sasirangan di Rumah Kreatif merupakan anak difabel yang memiliki prinsip hanya ada satu motif untuk satu barang yang dikerjakan. "Jadi 1.000 lembar baju yang kami buat 1.000 lembar motifnya tidak akan sama," paparnya.
Arifin mengaku pihaknya mulai menerapkan metode Eco Print Kombinasi Sasirangan dalam produksinya.
Metode Eco Print sendiri merupakan proses pembuatan Sasirangan menggunakan pewarnaan diambil dari bahan alami seperti daun dari pohon. "Kita ambil daun yang kemudian kita kukus dan kita taruh ke kain," ujarnya.
Arifin menuturkan tidak ada tambahan pewarnaan tekstil dalam metode Eco Print ini. Setiap daun yang dipakai akan menghasilkan warna yang berbeda-beda. "Jadi tidak akan ada yang sama," tuturnya.
Semua jenis daun dapat dipakai untuk pewarnaan kain ini. Misalnya daun jati yang menghasilkan warna ungu kemerah-merahan serta daun pepaya yang menghasilkan warna hijau. Penggunaan warna daun ini menurutnya disesuaikan dengan permintaan pelanggan. "Untuk warna relatif, tergantung permintaan konsumen. Jika mau warna khas Banjar misalnya, bisa kita gunakan daun Kelakai atau Jeruju," paparnya.
Tak hanya metode Eco Print, di Rumah Kreatif juga pernah melakukan metode dengan pewarnaan tekstil. Berdasarkan pantauan wartawan BeritaBanjarmasin.com yang berkesempatan berkunjung ke Rumah Kreatif penggambaran atau pelukisan motif sendiri dilakukan oleh anak-anak Difabel, yakni Rico dan Ilham.
Setelah desain motif jadi kain tersebut akan diberikan kepada ibu-ibu yang ada di sekitar Rumah Kreatif untuk selanjutnya digunakan teknik menjelujur. Kemudian setelah kain siap akan dilakukan proses dicelupkan pada pewarna dan dijemur.
Ketika ditanya terkait perkembangan dari dulu hingga sekarang Arifin berujar pernah 'malu' untuk mengenakan kain khas Kalsel ini. "Jujur dulu saya pernah malu ketika kuliah di luar Banjarmasin, karena warna kain yang cukup mencolok dan motif yang cukup ramai," terangnya.
Namun hal itu tidak untuk sekarang karena perajin kini telah membuat motif kekinian dan membuat kain tersebut terlihat mewah dan lebih simpel. "Sekarang banyak perajin yang membuat motif lebih kekinian, jadi lebih modern lah," ujarnya.
Hal ini ditambah dengan Kain Sasirangan juga menjadi bahan pembuatan kerajinan selain baju.
Tak hanya melulu baju, Sasirangan juga bisa dikombinasi dibuat jaket, tas, kerudung, kotak pensil, bantal dan masih banyak lagi yang membuat pemberdayaan kain ini lebih baik.
Namun, Aripin mengungkapkan titik fokus Rumah Kreatif tidak seperti home industry untuk dunia bisnis. Tetapi Rumah Kreatif menekankan edukasi kepada masyarakat dan memberi informasi terkait pembuatan. "Kalau akhirnya laku alhamdulillah, seperti produksi tas Sasirangan yang kami buat akan dikirim ke Jakarta," tandasnya.
TANTANGAN SASIRANGAN
Kain Sasirangan printing menjadi ancaman para perajin Sasirangan tradisional yang masih menjaga orisinilitas pembuatan kain khas Kalimantan Selatan ini. Selain dari luar negeri, Sasirangan printing juga ada dari Pulau Jawa. "Nah Sasirangan printing ini yang sesungguhnya bisa mematikan usaha kita," ujar Aripin.
Rumah Kreatif yang beralamat di Jalan Cempaka Raya Komplek Agraria 2 Gang 1, Banjarmasin, katanya, tetap mempertahankan metode pembuatan Sasirangan warisan budaya adat Banjar.
Lalu bagaimana membedakan Sasirangan asli buatan Kalsel dengan yang menggunakan mesin printing? Hal ini bisa dilihat dari warnanya, dan motifnya yang kaku. "Kalau Sasirangan asli buatan tangan bekas jelujuran atau jahitan motifnya pasti kelihatan," paparnya.
Sedangkan untuk produk printing itu bersifat lose, tidak ada bekas jelujurannya dan handmadenya. Tak hanya itu, Sasirangan printing juga dipatok dengan harga yang jauh lebih murah di pasaran dibanding dengan handmade.
Ini membuat masyarakat masih banyak yang membeli kain ini. Dibandrol dengan harga Rp25-30 ribu per meternya, Kain Sasirangan printing masih menjadi racun untuk para perajin dan rumah industri Sasirangan asli.
Menurutnya motif Kain Sasirangan yang beragam juga harus disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. "Disesuaikan, misalnya budayawan pasti kita buat dengan motif sesuai pakem Sasirangan yang ramai dan kaku, kalau untuk dipakai sehari-hari apalagi anak muda kita buat yang lebih kekinian," pungkasnya. (puji/maya/arum/sip)
Posting Komentar