ilustrasi foto: liputan6.com |
BERITABANJARMASIN.COM - Seperti yang kita tahu Indonesia terkenal dengan keberagamannya seperti budaya, adat, kuliner bahkan kain tradisional masing-masing daerahnya. Seperti di Bumi Sultan Suriansyah, Kalsel memiliki kain khasnya sendiri yakni Kain Sasirangan.
Tak jauh berbeda dengan batik Jawa, Kain Sasirangan merupakan asli hasil karya masyarakat lokal Kalsel. Bahkan Kain Sasirangan digunakan seragam sekolah di Kalsel setiap hari Kamis guna melestarikan warisan budaya Kalsel.
Tak hanya digunakan masyarakat lokal, Sasirangan juga mulai merambah ke nasional. Tak jarang anda akan menjumpai berbagai rumah industri dan toko-toko menjual kain tersebut.
Arifin, Ketua Rumah Kreatif yang mewadahi para pemuda kreativitas perajin Sasirangan menuturkan pihaknya mengedukasi pembuatan Sasirangan bersifat terbatas. "Jadi hanya satu untuk satu desain yang kami buat, baik warna maupun motifnya," ujarnya kepada BeritaBanjarmasin.com, Senin (25/2/2019).
Sifat limited ini disebabkan para perajin Sasirangan di Rumah Kreatif merupakan anak difabel yang memiliki prinsip hanya ada satu motif untuk satu barang yang dikerjakan. "Jadi 1.000 lembar baju yang kami buat 1.000 lembar motifnya tidak akan sama," paparnya.
Arifin mengaku pihaknya mulai menerapkan metode Eco Print Kombinasi Sasirangan dalam produksinya. Metode Eco Print sendiri merupakan proses pembuatan Sasirangan menggunakan pewarnaan diambil dari bahan alami seperti daun dari pohon. "Kita ambil daun yang kemudian kita kukus dan kita taruh ke kain," ujarnya.
Arifin menuturkan tidak ada tambahan pewarnaan tekstil dalam metode Eco Print ini. Setiap daun yang dipakai akan menghasilkan warna yang berbeda-beda. "Jadi tidak akan ada yang sama," tuturnya.
Semua jenis daun dapat dipakai untuk pewarnaan kain ini. Misalnya daun jati yang menghasilkan warna ungu kemerah-merahan serta daun pepaya yang menghasilkan warna hijau. Penggunaan warna daun ini menurutnya disesuaikan dengan permintaan pelanggan. "Untuk warna relatif, tergantung permintaan konsumen. Jika mau warna khas Banjar misalnya, bisa kita gunakan daun Kelakai atau Jeruju," paparnya.
Tak hanya metode Eco Print, di Rumah Kreatif juga pernah melakukan metode dengan pewarnaan tekstil. Berdasarkan pantauan wartawan BeritaBanjarmasin.com yang berkesempatan berkunjung ke Rumah Kreatif penggambaran atau pelukisan motif sendiri dilakukan oleh anak-anak Difabel, yakni Rico dan Ilham.
Setelah desain motif jadi kain tersebut akan diberikan kepada ibu-ibu yang ada di sekitar Rumah Kreatif untuk selanjutnya digunakan teknik menjelujur. Kemudian setelah kain siap akan dilakukan proses dicelupkan pada pewarna dan dijemur.
Ketika ditanya terkait perkembangan dari dulu hingga sekarang Arifin berujar pernah 'malu' untuk mengenakan kain khas Kalsel ini. "Jujur dulu saya pernah malu ketika kuliah di luar Banjarmasin, karena warna kain yang cukup mencolok dan motif yang cukup ramai," terangnya.
Namun hal itu tidak untuk sekarang karena perajin kini telah membuat motif kekinian dan membuat kain tersebut terlihat mewah dan lebih simpel. "Sekarang banyak perajin yang membuat motif lebih kekinian, jadi lebih modern lah," ujarnya.
Hal ini ditambah dengan Kain Sasirangan juga menjadi bahan pembuatan kerajinan selain baju.
Tak hanya melulu baju, Sasirangan juga bisa dikombinasi dibuat jaket, tas, kerudung, kotak pensil, bantal dan masih banyak lagi yang membuat pemberdayaan kain ini lebih baik.
Namun, Arifin mengungkapkan titik fokus Rumah Kreatif tidak seperti home industry untuk dunia bisnis. Tetapi Rumah Kreatif menekankan edukasi kepada masyarakat dan memberi informasi terkait pembuatan. "Kalau akhirnya laku alhamdulillah, seperti produksi tas Sasirangan yang kami buat akan dikirim ke Jakarta," tandasnya. (puji/sip)
Posting Komentar