Pakar Ekonomi Kalsel, Hendra SE ME |
BERITABANJARMASIN.COM - Polemik perbedaan harga gas Elpiji bersubsidi di tingkat pengecer memunculkan usulan dibuatnya Raperda mengatur harga eceran. Namun apakah regulasi ini benar-benar diperlukan dalam skala Kalimantan Selatan?
Menjawab permasalahan ini, pakar ekonomi Kalsel, Hendra mengatakan, terlepas dari adanya bergulirnya usulan rancangan peraturan daerah tentang aturan harga gas elpiji bersubsidi di pengecer, harga eceran tertinggi (HET) memang perlu diatur. Di dalamnya juga termasuk pola distribusi.
"Sudah seharusnya ada regulasi HET untuk eceran. Sehingga tidak bisa pengecer menjual dengan harga kurang masuk akal," katanya kepada BeritaBanjarmasin.com, Jumat (22/2/2019).
Permasalahan saat ini, lanjutnya, ada pada demand (permintaan) gas Elpiji bersubsidi ini selalu tinggi. Sedangkan stok sudah dibatasi. Apalagi peruntukannya hanya untuk keluarga miskin. "Pertamina harus lebih cermat terkait pola distribusi," ujar mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kalsel tersebut.
Menurut dosen FEB ULM ini, sampat sekarang, di lapangan masih belum bisa melakukan verifikasi. Apakah yang membeli gas Elpiji bersubsidi benar-benar keluarga miskin atau tidak.
"Harapannya, regulasi untuk harga non subsidi di tingkat eceran, harus diberlakukan, agar masyarakat miskin yang memang memerlukan bisa terjamin dengan adanya kepastian harga. Sembari dengan itu, masyarakat yang berpenghasilan cukup, harus diedukasi agar beralih ke non subsidi," paparnya.
Sebagai informasi, merespon adanya perbedaan harga gas Elpiji bersubsidi di tingkat eceran, wakil rakyat di DPRD Kalsel belakangan mulai menggulirkan wacana usulan raperda pengaturan harga eceran untuk gas Elpiji bersubsidi. (maya/sip)
Posting Komentar