Rizaldi Nazaruddin, SH |
SEBAGAI Negara hukum, Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi hak – hak para Penyandang Disabilitas, sebagai salah satu hak konstitusional yang diatur dalm Pasal 28 I ayat (2) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Patut diketahui, Indonesia telah meratifikasi Konvensi mengenai Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/UN CRPD) pada tahun 2011 melalui Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2011. Dengan konsekuensi Negara Kesatuan Repubilk Indonesia wajib untuk menerapkan ketentuan atau norma yang berlaku dalam konvensi tersebut. Hak- Hak Disabilitas, diantaranya sebagai berikut :
1.Persamaan dan Non Diskriminasi, artinya Negara menjamin setiap Penyandang Disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama baik dalam memperoleh hak maupun perlindungan hukum.
2. Aksesibilitas, artinya Kemudahan yang disediakan oleh Negara bagi Penyandang Disabilitas baik fasilitas dan layanan lainnya yang terbuka atau tersedia untuk publik.
3. Hak untuk Hidup, artinya Negara menjamin pemenuhan hak-hak hidup bagi Penyandang Disabilitas meliputi penghormatan integritas, tidak dirampas nyawanya, mendapatkan perawatan dan pengasuhan yang menjamin kelangsungan hidupnya, bebas dari penelantaran, pemasungan, pengurungan, dan pengucilan, bebas dari ancaman dan berbagai bentuk eksploitasi, dan bebas dari penyiksaan, perlakuan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
4. Peningkatan Kesadaran, artinya Negara harus memberikan penyadaran tidak hanya kepada para penyandang disabilitas kepada tingkat masyarakat dan keluarga kaum penyandang disabilitas dan internal instansi pemerintahan.
5. Kebebasan dari Eksploitasi, Kekerasan, dan Pelecehan, artinya Penyandang Disabilitas harus dilindungi oleh hukum dan dapat menggunakan hukum dan berpartisipasi dalam semua tahap proses dan prosedur pada hukum yang setara dengan orang lain. Negara harus mencegah semua bentuk eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan dengan menjamin bantuan dan dukungan penuh serta menyediakan informasi dan pendidikan bagaimana mencegah, mengenali dan melaporkan kasus – kasus eksploitasi, kekerasan dan pelecehan.
Sebelumnya Indonesia memiliki Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat, tetapi pengaturan ini belum berperspektif Hak Asasi Manusia karena materi muatannya lebih bersifat belas kasihan dan pemenuhan hak penyandang Disabilitas masih dinilai sebagai masalah social yang kebijakan Pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi social, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Hingga akhirnya muncul Undang - Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana masyarakat mempunyai tanggung jawab menghormati hak Penyandang Disabilitas.
Penyandang Disabilitas selama ini mengalami banyak diskriminasi yang berakibat belum terpenuhi pelaksanaan hak penyandang disabilitas. Setelah Ratifikasi Konvensi Internasional tersebut, Pemerintah Indonesia mengeluarkan produk hukum Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Namun UU Penyandang Disabilitas ini belum bisa diimplementasikan secara maksimal, mengingat aturan pelaksanannya yang baru diterbitkan adalah Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Akses Terhadap Ciptaan Bagi Penyandang Disabilitas dalam Membaca dan Menggunakan Huruf Braille, Buku Audio, dan Sarana lainnya.
Minimnya Peraturan Pemerintah sebagai aturan Pelaksana UU tersebut akan memiliki konsekuensi terhadap hal – hal tertentu yang bersifat teknis dan pengaturan yang lebih spesifik tidak akan bisa diterapkan. Dampak dari keterbatasan Peraturan Pemerintah ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum bagi penyandang disabilitas dan celah kebijakan para oknum yang bersifat diskriminatif serta tidak terpenuhinya hak – hak penyandang Disabilitas.
Di tengah keterbatasan produk hukum dari Pemerintah tersebut, Banjarmasin memiliki konsep sendiri dalam melakukan langkah awal yang baik sebagaimana penghargaan yang telah disabet oleh Pemko Banjarmasin. Sebelumnya, sembari Banjarmasin menjadi kota terdepan fokus dengan konsistensi larangan penggunaan kantong plastik sebagai solusi mengurangi permasalahan sampah plastik di Indonesia dan khususnya di Banjarmasin.
Banjarmasin, kini menjadi kota satu - satunya di Indonesia yang meraih penghargaan internasional yakni Global Urban Mobility Challenge 2019 di Leipzig City – Jerman. Banjarmasin dinilai bahwa konsep peningkatan akses dan mobilitas dari pintu ke pintu bagi penyandang disabilitas di Kelurahan Pelambuan-Banjarmasin Barat sangat Baik, dilansir dari beritabanjarmasin.com.
Dilansir dari Tempo.CO berita dengan judul “Pendaftaran CPNS 2018 buat Disabilitas, Apa Masalah dan Solusinya” tanggal 12 Oktober 2018 kemaren banyak dibuka lowongan formasi CPNS jalur khusus bagi penyandang disabilitas yang disediakan oleh Pemerintah. Selaras, Banjarmasin sedang melakukan ”Gas Full” untuk mendukung program pemerintahan pusat dalam hal pemenuhan dan pemerataan hak – hak penyandang disabilitas. Dikatakan bahwa Banjarmasin kedepan akan melakukan Roadmap pemenuhan hak-hak untuk para penyandang disabilitas ini.
1.Persamaan dan Non Diskriminasi, artinya Negara menjamin setiap Penyandang Disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama baik dalam memperoleh hak maupun perlindungan hukum.
2. Aksesibilitas, artinya Kemudahan yang disediakan oleh Negara bagi Penyandang Disabilitas baik fasilitas dan layanan lainnya yang terbuka atau tersedia untuk publik.
3. Hak untuk Hidup, artinya Negara menjamin pemenuhan hak-hak hidup bagi Penyandang Disabilitas meliputi penghormatan integritas, tidak dirampas nyawanya, mendapatkan perawatan dan pengasuhan yang menjamin kelangsungan hidupnya, bebas dari penelantaran, pemasungan, pengurungan, dan pengucilan, bebas dari ancaman dan berbagai bentuk eksploitasi, dan bebas dari penyiksaan, perlakuan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
4. Peningkatan Kesadaran, artinya Negara harus memberikan penyadaran tidak hanya kepada para penyandang disabilitas kepada tingkat masyarakat dan keluarga kaum penyandang disabilitas dan internal instansi pemerintahan.
5. Kebebasan dari Eksploitasi, Kekerasan, dan Pelecehan, artinya Penyandang Disabilitas harus dilindungi oleh hukum dan dapat menggunakan hukum dan berpartisipasi dalam semua tahap proses dan prosedur pada hukum yang setara dengan orang lain. Negara harus mencegah semua bentuk eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan dengan menjamin bantuan dan dukungan penuh serta menyediakan informasi dan pendidikan bagaimana mencegah, mengenali dan melaporkan kasus – kasus eksploitasi, kekerasan dan pelecehan.
Sebelumnya Indonesia memiliki Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat, tetapi pengaturan ini belum berperspektif Hak Asasi Manusia karena materi muatannya lebih bersifat belas kasihan dan pemenuhan hak penyandang Disabilitas masih dinilai sebagai masalah social yang kebijakan Pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi social, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Hingga akhirnya muncul Undang - Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana masyarakat mempunyai tanggung jawab menghormati hak Penyandang Disabilitas.
Penyandang Disabilitas selama ini mengalami banyak diskriminasi yang berakibat belum terpenuhi pelaksanaan hak penyandang disabilitas. Setelah Ratifikasi Konvensi Internasional tersebut, Pemerintah Indonesia mengeluarkan produk hukum Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Namun UU Penyandang Disabilitas ini belum bisa diimplementasikan secara maksimal, mengingat aturan pelaksanannya yang baru diterbitkan adalah Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Akses Terhadap Ciptaan Bagi Penyandang Disabilitas dalam Membaca dan Menggunakan Huruf Braille, Buku Audio, dan Sarana lainnya.
Minimnya Peraturan Pemerintah sebagai aturan Pelaksana UU tersebut akan memiliki konsekuensi terhadap hal – hal tertentu yang bersifat teknis dan pengaturan yang lebih spesifik tidak akan bisa diterapkan. Dampak dari keterbatasan Peraturan Pemerintah ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum bagi penyandang disabilitas dan celah kebijakan para oknum yang bersifat diskriminatif serta tidak terpenuhinya hak – hak penyandang Disabilitas.
Di tengah keterbatasan produk hukum dari Pemerintah tersebut, Banjarmasin memiliki konsep sendiri dalam melakukan langkah awal yang baik sebagaimana penghargaan yang telah disabet oleh Pemko Banjarmasin. Sebelumnya, sembari Banjarmasin menjadi kota terdepan fokus dengan konsistensi larangan penggunaan kantong plastik sebagai solusi mengurangi permasalahan sampah plastik di Indonesia dan khususnya di Banjarmasin.
Banjarmasin, kini menjadi kota satu - satunya di Indonesia yang meraih penghargaan internasional yakni Global Urban Mobility Challenge 2019 di Leipzig City – Jerman. Banjarmasin dinilai bahwa konsep peningkatan akses dan mobilitas dari pintu ke pintu bagi penyandang disabilitas di Kelurahan Pelambuan-Banjarmasin Barat sangat Baik, dilansir dari beritabanjarmasin.com.
Dilansir dari Tempo.CO berita dengan judul “Pendaftaran CPNS 2018 buat Disabilitas, Apa Masalah dan Solusinya” tanggal 12 Oktober 2018 kemaren banyak dibuka lowongan formasi CPNS jalur khusus bagi penyandang disabilitas yang disediakan oleh Pemerintah. Selaras, Banjarmasin sedang melakukan ”Gas Full” untuk mendukung program pemerintahan pusat dalam hal pemenuhan dan pemerataan hak – hak penyandang disabilitas. Dikatakan bahwa Banjarmasin kedepan akan melakukan Roadmap pemenuhan hak-hak untuk para penyandang disabilitas ini.
Bahwa langkah Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina, sudah tepat dan merupakan suatu terobosan oleh satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang juga bekerjasama dengan Kaki Kota mewujudkan Kota Banjarmasin menjadi Kota Inklusi dan Ramah Difabel.
Namun, Pekerjaan Rumah Banjarmasin tidak hanya sampai disana, mengingat data para kaum difabel berjumlah 3.897 orang di Banjarmasin, perlu aspek – aspek lain diperhatikan tidak hanya fasilitas untuk aksesibilitas tetapi juga perlindungan para kaum difabel.
Sebagai contoh Banjarmasin telah ada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Banjarmasin guna melindungi dan memberdayakan perempuan dan anak, maka perlu kedepannya Banjarmasin membuat perangkat Lembaga Pemberdayaan dan Perlindungan khusus bagi Para Penyandang Disabilitas, baik dari permasalahan diskriminasi hingga menjadi korban kriminalitas itu sendiri dan juga pelayanan yang komprehensif untuk pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas.
Tidak hanya melibatkan personil yang mengerti hukum akan tetapi perlu melibatkan personil-personil yang kreatif, inisiatif serta kompeten dalam menyelesaikan permasalahan para kaum difabel ini, mengingat perlu penanganan khusus.
Mewujudkan Banjarmasin sebagai Kota Sadar Hak Penyandang Disabilitas, tidak hanya beban pundak bagi Kepala Daerah saja, akan tetapi masyarakat memiliki beban yang sama dalam mewujudkan Perlindungan hak – hak para Difabel. Harapan penulis, Banjarmasin di setiap sudutnya tidak hanya fasilitas publik dan pendidikan layak bagi kaum Difabel akan tetapi tingkat kesadaran dan kemudahan perlindungan hukum bagi para kaum Difabel terus meningkat.
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum “Equality Before The Law”.
Tidak hanya melibatkan personil yang mengerti hukum akan tetapi perlu melibatkan personil-personil yang kreatif, inisiatif serta kompeten dalam menyelesaikan permasalahan para kaum difabel ini, mengingat perlu penanganan khusus.
Mewujudkan Banjarmasin sebagai Kota Sadar Hak Penyandang Disabilitas, tidak hanya beban pundak bagi Kepala Daerah saja, akan tetapi masyarakat memiliki beban yang sama dalam mewujudkan Perlindungan hak – hak para Difabel. Harapan penulis, Banjarmasin di setiap sudutnya tidak hanya fasilitas publik dan pendidikan layak bagi kaum Difabel akan tetapi tingkat kesadaran dan kemudahan perlindungan hukum bagi para kaum Difabel terus meningkat.
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum “Equality Before The Law”.
_____________
Penulis:
Rizaldi Nazaruddin, SH.
Pengacara dan Managing Director Independence Legal Law Firm
Rizaldi Nazaruddin, SH.
Pengacara dan Managing Director Independence Legal Law Firm
Posting Komentar