ilustrasi: nightearth.com |
KABAR ini adalah lanjutan dari pembahasan Revisi Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2012 tentang retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol di DPRD Kota Banjarmasin.
Klarifikasi Ketua Pansus Revisi Perda Retribusi Minol
Saat kami konfirmasi, Muhammad Yamin, Anggota DPRD Kota Banjarmasin sekaligus Ketua Pansus Revisi Perda Retribusi Minol (Minuman Beralkohol) mengatakan isu yang berkembang bahwa adanya pembolehan minol dijual di supermarket dan hypermarket tidaklah benar.
Dirinya menegaskan DPRD Banjarmasin tidak melegalkan namun hanya membahas seputar retribusi. "Retribusi izin tempat pejualan minol," jelas Ketua DPC Partai Gerindra Kota Banjarmasin tersebut.
Adapun tujuan revisi perda ini, lanjutnya, adalah menekan beredarnya miras di Kota Banjarmasin. Hal ini jika tidak dikenakan retribusi, pegusaha akan semaunya mengurus izinnya tanpa bayar retribusi. Selain itu supaya tidak bertentangan dengan regulasi pusat tentang penjualan minol dan juga pengawasan penjualan minol di Kota Banjarmasin.
Ia memaparkan perda perubahan ini dibahas hanya terkait retribusinya dan jangka waktu izinnya. Dimana retribusi sebelumnya sekitar Rp100 Juta menjadi Rp200 Juta dan izin waktu dua tahun sekarang dipersingkat menjadi satu tahun.
Setelah Perda ini selesai diharapkan pihak penegak aturan lebih aktif pengawasannya dan apabila tempat yang tidak berizin dan membayar retribusi maka harus ditindak baik peringatan, pemasangan plakat/ spanduk/stiker bagi yang tidak ada izin dan tidak bayar retribusinya. "Namun perda ini juga masih menunggu evaluasi dari pemerintah provinsi dan pusat baru diparipurnakan," urainya.
Wali Kota Luruskan Isu Miring
Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, cukup bingung sambil tersenyum saat diwawancara, mengenai isu dibolehkannya minuman beralkohol (minol) dijual di supermarket di Banjarmasin. Menurutnya itu tidaklah benar.
Ia pun cukup heran dengan pemberitaan yang beredar hari ini, hingga berkembang isu mengenai Perda yang membolehkan minol dijual di supermarket dan hypermarket.
"Draftnya saja di Pemkot Banjarmasin tidak ada, mengenai yang diisukan itu. Karena masih digodok di dewan. Kalau kami di Pemkot Banjarmasin tegas tak boleh minol ini," katanya.
Menurutnya, untuk aturan di atas Perda yaitu dari pemerintah pusat memang ada diatur mengenai peredaran minol ini. Sehingga ia meminta pansus di DPRD Banjarmasin untuk menelaah kembali dengan teliti. Jangan sampai beredar isu yang tidak benar di masyarakat. "Kalau kita tetap tidak boleh. Secara aturan tidak memungkinkan untuk diizinkan. Tanyakan saja di pansus, jangan membuat persepsi," tegas dia.
Ia pun sudah mencoba mengklarifikasi kepada Kabag Hukum Setdakot Banjarmasin, dan ia menegaskan bahwa kabar yang beredar perlu diluruskan. Sehingga tak menjadi opini liar untuk masyarakat.
Ia pun sudah mencoba mengklarifikasi kepada Kabag Hukum Setdakot Banjarmasin, dan ia menegaskan bahwa kabar yang beredar perlu diluruskan. Sehingga tak menjadi opini liar untuk masyarakat.
Begini Analisa Pengamat Hukum Kalsel
Polemik Perda tentang Retribusi Penjualan Minuman Berkohol (Minol) di Kota Banjarmasin disorot pengamat Hukum Tata Negara Fakultas Hukum ULM, Muhammad Erfa Redhani.
Jebolan pasca sarjana Universitas Indonesia ini menilai segala pengaturan dalam bentuk perda yang berkaitan dengan minuman berakohol merupakan dampak dari keberadaan dua peraturan di atasnya.
"Perda berkaitan dengan penjualan minol itu berdasar pada Perpres 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Berakohol dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/2014 yang telah diubah sebanyak enam kali," paparnya kepada BeritaBanjarmasin.com.
Pasal 14 Peraturan Menteri Perdagangan tersebut, urainya, memcantumkan dengan jelas bahwa Minuman Berakohol golongan A dapat dijual di Supermarket dan Hypermarket.
Tetapi, ada celah regulasi dalam Perpres 74 Tahun 2013 yang berbunyi : Pasal 7 ayat (4) Dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal, Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat menetapkan pembatasan peredaran Minuman Beralkohol.
Berdasarkan klausul itu, Kota Banjarmasin menerbitkan Perda Nomof 10 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penjualan Minuman Berakohol. Pasal 6 ayat (3) menyebut: Minuman Berakohol golongan A dapat dijual toko pengecer berupa Supermarket dan Hypermarket.
"Menurut saya keberadaan Perda tersebut justru sangat mengatur ketat dan hampir susah dipenuhi oleh pengusaha. Sebab ada ketentuan lain yang harus dipenuhi seperti Penjualan Eceran tersebut hanya boleh buka pada pukul 23.00 sd 00.00," imbuhnya.
Selain itu ada ketentuan bahwa penjualan yg eceran itu harua berjarak satu kilometer dari tempat pendidikan, gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios kios kecil, penginapan remaja, bumi perkemahan, tempat ibadah, rumah sakit dan batas wilayah.
Menurutnya, jika hendak melarang agar penjualan eceran di Hypermarket dan Supermarket itu dilarang sama sekali. Maka langkah hukum yang dapat dilakukan menguji materill (judicial review) peraturan tersebut ke Mahkamah Agung. Sebab, tidak mungkin perda bisa melarang, Perpres hanya memperbolehkan untuk membatasi, bukan melarang. Kata membatasi dan melarang memiliki makna yang berbeda.
Adapun mengenai keinginan DPRD Kota Banjarmasin menarik retribusi dari penjualan di Hypermarket dan Supermarket, ia menilai hal tersebut bagus untuk dilakukan tetapi karena niatnya ingin membuat agar "pengusaha pikir-pikir" jualan di hypermarket dan supermarket. "Maka taruh saja retribusi yang nilainya fantastis dan susah dipenuhi oleh pengusaha," ujar Erfa.
Tanpa ada perda, kata dia, justru pengusaha punya keleluasaan dalam berjualan. Adanya perda justru membatasi dengan aturan yang ketat. "Ini menunjukkan Kota Banjarmasin yang Baiman, karena dapat menjadibfilter regulasi yang cenderung tidak sesuai dengan kondisi kota kita," tegasnya. (arum/maya/sip)
Berdasarkan klausul itu, Kota Banjarmasin menerbitkan Perda Nomof 10 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penjualan Minuman Berakohol. Pasal 6 ayat (3) menyebut: Minuman Berakohol golongan A dapat dijual toko pengecer berupa Supermarket dan Hypermarket.
"Menurut saya keberadaan Perda tersebut justru sangat mengatur ketat dan hampir susah dipenuhi oleh pengusaha. Sebab ada ketentuan lain yang harus dipenuhi seperti Penjualan Eceran tersebut hanya boleh buka pada pukul 23.00 sd 00.00," imbuhnya.
Selain itu ada ketentuan bahwa penjualan yg eceran itu harua berjarak satu kilometer dari tempat pendidikan, gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios kios kecil, penginapan remaja, bumi perkemahan, tempat ibadah, rumah sakit dan batas wilayah.
Menurutnya, jika hendak melarang agar penjualan eceran di Hypermarket dan Supermarket itu dilarang sama sekali. Maka langkah hukum yang dapat dilakukan menguji materill (judicial review) peraturan tersebut ke Mahkamah Agung. Sebab, tidak mungkin perda bisa melarang, Perpres hanya memperbolehkan untuk membatasi, bukan melarang. Kata membatasi dan melarang memiliki makna yang berbeda.
Adapun mengenai keinginan DPRD Kota Banjarmasin menarik retribusi dari penjualan di Hypermarket dan Supermarket, ia menilai hal tersebut bagus untuk dilakukan tetapi karena niatnya ingin membuat agar "pengusaha pikir-pikir" jualan di hypermarket dan supermarket. "Maka taruh saja retribusi yang nilainya fantastis dan susah dipenuhi oleh pengusaha," ujar Erfa.
Tanpa ada perda, kata dia, justru pengusaha punya keleluasaan dalam berjualan. Adanya perda justru membatasi dengan aturan yang ketat. "Ini menunjukkan Kota Banjarmasin yang Baiman, karena dapat menjadibfilter regulasi yang cenderung tidak sesuai dengan kondisi kota kita," tegasnya. (arum/maya/sip)
Posting Komentar