BERITABANJARMASIN.COM - Setelah memantau PPDB Online 2019 tingkat SMA, dari tanggal 1-3 Juli 2019, dan sebelumnya memantau PPDB Online tingkat SMP, Ombudsman RI Perwakilan Kalsel memberikan sejumlah catatan.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Noorhalis Majid memaparkan catatan tersebut yakni pertama, masih banyak masyarakat yang belum paham bahwa ada tiga jalur untuk dapat masuk ke sekolah yang diharapkan, yaitu jalur zonasi berdasarkan kedekatan jarak antara rumah dengan sekolah.
Jalur berikutnya adalah prestasi, dimana jika nilainya bagus, atau memiliki prestasi bidang olahraga, seni. Jalur ketiga mengikuti pekerjaan orangtua, atau bisa juga jalur kemanusiaan, misalnya karena tidak mampu, lalu ikut keluarga terdekat atau ikut orang tua angkat, jalur ini dibuktikan dengan kepemilikan KIP. "Sehingga agar lulus, perlu dipastikan dan memilih ikut jalur mana yang paling tepat," bebernya.
Catatan kedua, masih kuat anggapan di masyarakat bahwa sekolah-sekolah sebelum sistem zonasi diterapkan, dianggap favorit dan sampai sekarang masih dinilai favorit. Hal itu terjadi menurutnya karena sistem ini belum dibarengi dengan kebijakan pemerataan, misalnya pemerataan guru, redistribusi guru secara merata serta pemerataan fasilitas sekolah, sarana prasarana, pemerataan kurikulum penunjang, dan sebagainya yang mengarah pada keadilan kesempatan untuk maju.
"Dampak dari semua ini, tidak bisa dihindari ada sekolah yang masih menjadi rebutan dan ada sekolah yang tidak diminati," terangnya.
Ketiga, tidak meratanya distribusi sekolah dan jumlah penduduk sehingga memberi peluang ada sekolah yang kelebihan pendaftar dan ada sekolah yang kekurangan, sehingga zonasi dengan sistem online ini belum dapat memberikan pemerataan distribusi siswa.
Berbicara data di Kota Banjarmasin untuk tingkat SMP, terdapat kekurangan sejumlah 1.160 siswa. Jalur offline setelah online, baik dalam satu zonasi, ataupun lintas zonasi terdekat, berpotensi pungli, dan merugikan sekolah swasta, karena siswa yang sudah masuk sekolah swasta kemudian menarik diri dan mendaftar ke sekolah negeri. "Untuk itu diperlukan pengawasan lebih intensif," ujarnya.
Selain mematau langsung, Ombudsman juga membuka posko pengaduan. Menerima sejumlah laporan, antara lain adanya peserta yang salah dalam memilih jalur, semestinya jalur prestasi, namun yang dipilih jalur zonasi, sehingga prestasi sama sekali tidak dihitung. Di SMK, ada pendaftar yang NEM tinggi, namun kalah dengan peserta yang memiliki KIP (Kartu Indonesia Pintar).
Selain itu, sekolah juga dikeluhkan karena tidak menegaskan berapa kuota untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Diminta untuk tidak menolak ABK, namun pendamping dan sarana prasarana tidak dilengkapi, terutama untuk daksa.
Disamping itu, masih ada peserta yang melegalisir kartu keluarga, padahal tidak diwajibkan. Ketika melegalisir, Disdukcapil justru menerbitkan Kartu Keluarga baru, sehingga dianggap kurang dari 6 bulan, sehingga oleh sistem PPDB tertolak. "Penetapan harus berdomisili paling sedikit 6 bulan, juga dianggap menghambat untuk memilih sekolah terdekat dengan rumah," terangnya.
Mengenai presentase jalur prestasi tingkat SMA dinilai terlalu kecil, sehingga anak yang berprestasi, tidak berani memanfaatkan jalur tersebut, juga menimbulkan frustasi bagi yang ingin memilih sekolah yang dapat menunjang prestasinya, karena khawatir tidak masuk akibat prosentasinya yang kecil.
Atas beberapa catatan tersebut, Ombudsman menyampaikan agar Diknas melakukan evaluasi lebih lengkap, sehingga ada perbaikan untuk tahun depan. Selain itu, beberapa persoalan yang masih mungkin untuk diperbaiki atau diselesaikan, segera diambil kebijakan yang arif untuk menyelesaikannya.
"Presentasi jalur prestasi pada tingkat SMA sebaiknya ditambah, karena pada tahap ini siswa sudah ingin mengembangkan minat, bakat dan kopetensinya, sehingga memiliki peluang pada sekolah yang dituju," urainya.
Bagi Ombudsman, kata dia, tiga tahun ini sudah cukup waktu beradaptasi dengan PPDB Online sistem zonasi, tahun depan semestinya sudah harus lebih baik dan tidak menimbulkan masalah, apalagi kegaduhan dan polemik. (maya/sip)
Bagi Ombudsman, kata dia, tiga tahun ini sudah cukup waktu beradaptasi dengan PPDB Online sistem zonasi, tahun depan semestinya sudah harus lebih baik dan tidak menimbulkan masalah, apalagi kegaduhan dan polemik. (maya/sip)
Posting Komentar