Ilustrasi: sukabumiupdate |
BERITABANJARMASIN.COM - Aksi ojek online terus bergulir pasca ditetapkannya kebijakan tarif baru aplikator. Padahal tarif baru yang diberlakukan aplikator sudah sesuai dengan aturan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12/2019 dan Kepmenhub 348/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
Seorang pengamat transportasi dari Universitas Tanjung Pura, Pontianak Rudi S Suyono, berkomentar bahwa masyarakat perlu memahami 'struktur pendapatan driver online' terlebih dahulu. Mitra Ojol selama ini dinilai Rudi masih terbuai dengan adanya insentif atau bonus yang diberikan aplikator.
Selama ini mereka dinilai terbuai dengan insentif, kemudian mereka merasa pendapatan mereka sudah cukup besar walaupun mungkin mereka tidak tahu kalau aplikator melakukan subsidi.
Rudi menyampaikan aplikator perlu menjaga keberlangsungan perusahan, sehingga industri ini pun bisa bertahan lama. Hanya saja, dalam hal ini, ia menyebutkan bahwa pemerintah juga memiliki andil untuk menjaga agar penyelenggara aplikasi, yang telah menjadi sumber penghasilan bagi jutaan orang di Indonesia ini, dapat berkembang dengan baik.
Dia menambahkan, keberadaan ojek online telah memberikan kontribusi cukup baik kepada masyarakat. Artinya dalam banyak sisi orang-orang dimudahkan dengan adanya ojol. "Seperti di Pontianak, Di sini tidak ada angkutan umumnya. Kita nggak punya angkot, kita nggak punya bus, kita nggak punya taksi, jadi dengan keberadaan ojol ini sebenarnya sangat membantu bagi masyarakat," terangnya.
Ia juga memandang bahwa Industri Ojol penting untuk dijaga keberlangsungannya, karena kontribusinya terhadap perekonomian digital di Indonesia. Namun saat ini terdapat pemahaman yang salah mengenai insentif, ini yang mengakibatkan ojol ini dilanda masalah dalam beberapa waktu kebelakang, Rudi juga mengatakan diperlukannya komunikasi yang lebih baik diantara aplikator, mitra dan pemerintah. "Jadi pembenahan itu seperti memberikan obat ya, pahit dan tidak nyaman. Tapi memang ini yang harus dilakukan," tambahnya.
Dirinya melihat industri bergerak berdasarkan dua sisi: supply dan demand. Oleh sebab itu, perusahaan ojek online harus bisa menjaga demand dan menyediakan suppy dengan baik. Sehingga tidak ada aplikator penyedia jasa ojek online yang jorjoran membuang uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.
"Maksud saya tidak perlu, kenapa mereka harus banting harga sampai serendah mungkin sampai bayar sekali perjalanan hanya Rp1000 yang harusnya Rp 5000 misalnya, padahal secara ekonomis ini nggak memungkinkan. Inikan persaingan tidak sehat. Kalau itu dalam rangka marketing, memberikan dalam waktu-waktu yang tertentu gak jadi masalah. Tapi yang terjadi sekarang adalah pembiasaaan. Masyarakat di satu sisi sudah terbiasa, drivernya dengan insentif mereka sudah terbiasa, akhirnya mereka merasa bahwa itulah yang wajib mereka terima. Padahalkan enggak," ujar Rudi.
Seorang pengamat transportasi dari Universitas Tanjung Pura, Pontianak Rudi S Suyono, berkomentar bahwa masyarakat perlu memahami 'struktur pendapatan driver online' terlebih dahulu. Mitra Ojol selama ini dinilai Rudi masih terbuai dengan adanya insentif atau bonus yang diberikan aplikator.
Selama ini mereka dinilai terbuai dengan insentif, kemudian mereka merasa pendapatan mereka sudah cukup besar walaupun mungkin mereka tidak tahu kalau aplikator melakukan subsidi.
Rudi menyampaikan aplikator perlu menjaga keberlangsungan perusahan, sehingga industri ini pun bisa bertahan lama. Hanya saja, dalam hal ini, ia menyebutkan bahwa pemerintah juga memiliki andil untuk menjaga agar penyelenggara aplikasi, yang telah menjadi sumber penghasilan bagi jutaan orang di Indonesia ini, dapat berkembang dengan baik.
Dia menambahkan, keberadaan ojek online telah memberikan kontribusi cukup baik kepada masyarakat. Artinya dalam banyak sisi orang-orang dimudahkan dengan adanya ojol. "Seperti di Pontianak, Di sini tidak ada angkutan umumnya. Kita nggak punya angkot, kita nggak punya bus, kita nggak punya taksi, jadi dengan keberadaan ojol ini sebenarnya sangat membantu bagi masyarakat," terangnya.
Ia juga memandang bahwa Industri Ojol penting untuk dijaga keberlangsungannya, karena kontribusinya terhadap perekonomian digital di Indonesia. Namun saat ini terdapat pemahaman yang salah mengenai insentif, ini yang mengakibatkan ojol ini dilanda masalah dalam beberapa waktu kebelakang, Rudi juga mengatakan diperlukannya komunikasi yang lebih baik diantara aplikator, mitra dan pemerintah. "Jadi pembenahan itu seperti memberikan obat ya, pahit dan tidak nyaman. Tapi memang ini yang harus dilakukan," tambahnya.
Dirinya melihat industri bergerak berdasarkan dua sisi: supply dan demand. Oleh sebab itu, perusahaan ojek online harus bisa menjaga demand dan menyediakan suppy dengan baik. Sehingga tidak ada aplikator penyedia jasa ojek online yang jorjoran membuang uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.
"Maksud saya tidak perlu, kenapa mereka harus banting harga sampai serendah mungkin sampai bayar sekali perjalanan hanya Rp1000 yang harusnya Rp 5000 misalnya, padahal secara ekonomis ini nggak memungkinkan. Inikan persaingan tidak sehat. Kalau itu dalam rangka marketing, memberikan dalam waktu-waktu yang tertentu gak jadi masalah. Tapi yang terjadi sekarang adalah pembiasaaan. Masyarakat di satu sisi sudah terbiasa, drivernya dengan insentif mereka sudah terbiasa, akhirnya mereka merasa bahwa itulah yang wajib mereka terima. Padahalkan enggak," ujar Rudi.
"Kalau kita bandingkan dengan taksi konvensional, apa iya mereka insentif seperti tu? Ada banting harga seperti itu? Jadi proses ini yang harus dijaga oleh masing-masing pengusaha tadi. Dan pemerintah harus mengawasinya," lanjutnya. (maya/sip)
Posting Komentar