BERITABANJARMASIN.COM - Para mahasiswa di semua penjuru tanah air terus bergerak. Mereka menyuarakan mengenai RUU dan UU yang belakangan menuai polemik.
Di Kalsel, berbagai aksi demonstrasi terkait RUU ini sudah beberapa kali digelar mahasiswa di gedung DPRD Kalsel, mereka menginginkan apa yang menjadi tuntutan bisa disampaikan ke DPR RI dan pemerintah pusat melalui wakil mereka di DPRD Kalsel.
Seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalsel, Rabu, (25/9/2019) melakukan aksi unjuk rasa di DPRD Kalsel. Salah satu hal yang paling disorot adalah mengenai RUU Pertanahan.
Korlap aksi, Kevin menuturkan dalam RUU Pertanahan ini implementasinya bertentangan dengan UU Pokok Agraria nomor 5/1960, karena di salah satu pasalnya menyebutkan masyarakat adat yang memiliki tanah adat dan tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan akan diambil oleh negara. "Hal ini sangat merugikan bagi masyarakat adat, apalagi mereka ini kurang sosialisasi bagaimana pembuatan sertifikat tanah adatnya," cetusnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kalsel, Imam Suprastowo mengemukakan saat ini tanah banyak dikapling oleh korporasi, sehingga dalam tuntutannya mereka menginginkan RUU Pertanahan ini betul- betul pro rakyat jika disahkan sebagai pengganti UU Pokok Agraria nomor 5/1960.
Meskipun tidak krusial masalah pertanahan di Kalsel, akan tetapi penyampaiannya yang kurang dalam menyangkut Hak Guna Usaha (HGU) yang diatur dalam Perda. "Pemegang HGU harus mempunyai 20 persen plasma, pada saat mereka belum memilikinya maka tidak akan diberikan izin," bebernya.
Menurutnya, selama ini masyarakat yang berhadapan dengan korporasi di ranah hukum jarang ada yang menang. Mengingat banyaknya masyarakat yang tidak bisa menunjukkan surat-menyurat kepemilikan. (maya/sip)
Posting Komentar