ilustrasi: bolasport |
Dalam politik, ujarnya, masyarakat harus melek dalam memilih calon yang menjadi pemimpin. Di Banjarmasin, misalnya, brand yang cocok dapat dilihat dari tren sekarang. Menggunakan simbol atau ciri khas dari diri calon pemimpin tersebut.
Brand sendiri memiliki makna sebagai suatu komunikasi yang dilakukan pihak tertentu dengan tujuan untuk membangun citra, membesarkan sebuah brand yang diusungnya.
Sekarang brand yang dicari kata ia, bagaimana pemimpin punya identitas untuk Kota Banjarmasin, apa yang bisa dibanggakan di Banjarmasin dan Banjarmasin punya kebanggaan memilikinya. "Ini yang perlu dikeluarkan oleh calon pemimpin ke depan," sahutnya.
Branding sendiri kata ia bukan keren tidaknya namun disesuaikan dengan pasarnya, politik berbicara konstituen. "Ketika konstituen adalah orang-orang perkotaan maka jadilah seperti orang perkotaan, jika di pedesaan maka jadilah seperti orang-orang petani," terangnya.
Level masyarakat di Banjarmasin menurutnya sudah berada pada menengah ke atas. Sekarang arah Life Style yang jadi perbincangan banyak orang. "Berbicara life style itu tentang kebanggaan dirinya, apa yang bisa ia banggakan sebagai orang Banjarmasin. Harus disesuaikan calon pemimpin," ucapnya.
Namun satu nama calon petahana, Ibnu Sina dikatakannya sudah memiliki warna tinggal bagaimana arah koordinasinya.
Disamping itu, perlu diingat pilkada berbeda jauh dengan pileg. Hal ini berkaca pada pilkada Kalsel lalu, bagaimana pertarungan antara H Muhidin dan H Sahbirin Noor yang berbeda tipis dalam perolehan suara. "Jangan terlalu bangga dengan perolehan suara di pileg, tetapi adu gagasan dan branding yang dikedepankan," bebernya. (maya/sip)
Posting Komentar