BERITABANJARMASIN.COM - Gerakan Buruh Kalsel menemui pimpinan DPRD Kalsel, Rabu (16/10/2019). Sebelumnya mereka melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kalsel terkait adanya isu revisi UU Ketenagakerjaan (UUK).
Para buruh menilai UUK yang berlaku hanya berwatak agresif terhadap sejumlah kalangan dan semakin menjadikan buruh semakin terposisikan sebagai individu yang rentan akan kemiskinan.
Selain itu, Gerakan Buruh Kalsel juga sepenuhnya menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, meminta PP No. 78/2015 tentang pengupahan dicabut, serta perlunya melibatkan buruh dalam penyusunan UU Ketenagakerjaan.
Selaku pimpinan, Ketua DPRD Kalsel Supian HK memaparkan akan memperjuangkan apa yang telah disampaikan. "Secepat mungkin akan kami teruskan ke Kementerian Tenaga Kerja," ujarnya.
Dikemukakannya, hal tersebut ditolak seluruhnya baik dari dewan maupun Konferedasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan (SP Kahut Kalsel) yang masuk dalam Gerakan Buruh Kalsel.
Disamping itu, Ketua K-SPSI, Sadin Sasau mengemukakan dari empat hal tersebut dirasa memberatkan sehingga menolak tegas. Seperti kenaikan BPJS seratus persen, terkait upah minimum, pesangon terhadap buruh yang kena PHK, penambahan masa kerja buruh kontrak yang sebelumnya maksimal tiga tahun menjadi lima tahun, jaminan pensiun dan banyak lagi. "Kami merasa UU Nomor 13/2003 dikebiri, yang rencananya direvisi unsur pengusaha dan pemerintah. Kami menolak revisi draft revisi itu, ini harus menjadi gerakan serentak," ujarnya. (maya/sip)
Posting Komentar