BANJARMASIN rutin mendapat sampah maupun eceng gondok kiriman dari kabupaten tetangga. Biasanya di musim penghujan, sampah dan eceng gondok menumpuk di sungai. Terutama di bawah jembatan. Lalu muncul Kapal Sapu-sapu sebagai solusi dan yang terkini, muncul pula di jagat sosial media, Kapal Interceptor dari Belanda yang fungsinya agak mirip dengan Kapal Sapu-sapu. Kali ini kami mencoba memberi gambaran tentang keduanya, khusus Kapal Sapu-sapu dari Kota Banjarmasin.
Telah Bekerja Sejak 2009
Sejak 2009 lalu, Kapal Sapu-sapu sudah digunakan Pemkot Banjarmasin melalui Dinas PUPR, untuk membersihkan sungai. Cara kerjanya, ada semacam penarik sampah yang berputar di bagian depan kapal. Sehingga sampah akan tertarik dan terangkut ke bagian kapal.
Kepala bidang Sungai Dinas PUPR Kota Banjarmasin, Hisbul Wathony menyampaikan setiap enam bulan sekali pihaknya melakukan tender untuk satu Kapal Sapusapu senilai kurang lebih Rp600 juta.
Kenapa Pemkot Banjarmasin tidak memiliki sendiri kapal tersebut? Thony menjelaskan bahwa banyak pertimbangan. Salah satunya, besarnya anggaran perawatan yang akan dikeluarkan, serta Pemkot Banjarmasin tidak memiliki tempat service kapal beserta teknisinya.
"Sempat ada wacana untuk memiliki sendiri, namun setelah berbagai pertimbangan, akhirnya hingga saat ini kita lebih baik bekerja sama dengan pihak ketiga," jelasnya.
Mampu Angkut Sampah Hingga 10 Ton
Tony juga menerangkan satu Kapal Sapu-sapu bisa mengangkut 10 ton sampah yang ada di sungai. "Setiap enam bulan kita lakukan tender terhadap empat perusahaan swasta yang memiliki Kapal Sapu-sapu," paparnya kepada BeritaBanjarmasin.com.
Dikatakannya lagi Kapal Sapu-sapu memerlukan perawatan dari teknisi yang handal, karena selalu mengangkat beban yang berat. Kapal tersebut ujarnya lagi, hasil dari modifikasi atau rakitan atas desain yang diajukan dengan perkiraan anggaran Rp17 miliar.
Dari pertimbangan tersebut, Kapal Sapu-sapu sampai saat ini masih dimiliki pihak ketiga. Tak hanya itu, Bidang Sungai PUPR Banjarmasin juga berencana menambah alat penjaring sampah kiriman termasuk enceng gondok, di Sungai Martapura.
Namun, hal itu masih terkendala dengan jalur transportasi masyarakat yang jika dipasang akan terhalang. Untuk itu, ia pemasangan perangkap sampah tersebut harus juga dilakukan pembuatan jalur transportasi alternatif untuk masyarakat. Dengan membebaskan pemukiman yang berada di bantaran sungai. "Hal itu masih dalam tahapan diskusi, mudahan bisa secepatnya dilaksanakan," tutupnya.
Kapal Sapu-sapu Saja Tak Cukup
Menanggapi masalah sampah kiriman di sungai, Komisi III DPRD Kota Banjarmasin merasa perlu berkoordinasi dengan beberapa kabupaten tetangga. Mengandalkan Kapal Sapu-sapu saja dirasa bukan pilihan yang paling optimal.
Karena hal ini menjadi masalah bersama, jika tidak ditanggulangi mulai dari hulunya. Termasuk juga pola kebiasaan masyarakat, yang masih sering membuang sampah ke sungai.
"Kami akan berencana dan secepatnya berkoordinasi dengan kabupaten tetangga, mengatasi masalah bersama yang dampaknya pada pencemaran air," ujar Ketua Komisi III, Isnaini.
Hal ini kata ia, tentu akan mempengaruhi kondisi air yang ada di sungai. Selain itu pihaknya juga berencana menggandeng Pemrov Kalsel untuk bersama-sama memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi.
Di Banjarmasin sendiri, DPRD berharap dengan kolaborasi antar kabupaten tetangga dan Pemprov Kalsel bisa mengurangi persentase sampah. "Hal ini yang perlu dioptimalkan lagi agar tidak terjadi lagi," jelasnya.
Lalu Apa Itu Kapal Interceptor?
Mengutip dari Kompas.com, Interceptor 001 diluncurkan di Rotterdam, Belanda, dan telah beroperasi di Jakarta. Tepatnya di Cengkareng Drain sejak Mei 2019.
Belakangan Kapal Interceptor ramai diperbincangkan di media sosial seperti Instagram. Cara kerjanya sepintas memang agak mirip dengan Kapal Sapu-sapu, meski terdapat perbedaan mencolok dari segi bentuk maupun beberapa perangkat lainnya. Kapal ini diklaim ramah lingkungan karena menggunakan tenaga matahari.
Kapal Sapu-sapu dan Interceptor vs Kebiasaan Buang Sampah ke Sungai
Sehebat apapun kapal penarik sampah, tak akan bisa maksimal jika perilaku masyarakat masih belum berubah. Seperti kebiasaan membuang sampah ke sungai yang masih ada. Bahkan tak jarang, sampai kasur pun dibuang ke sungai. Sebuah keanehan yang dianggap lumrah.
Kami sengaja meminta tanggapan dari beberapa warga terkait hal ini. Tentang Kapal Sapu-sapu, Interceptor dan kebiasaan buang sampah ke sungai.
Sebagian ada yang tau dan bahkan tidak tau sama sekali dengan robot pembersih sampah semacam Interceptor maupun Kapal Sapu-sapu di sungai.
"Bagus sih kapal pembersih sampah ini (Kapal Sapu-sapu) biasa membersihkan sungai di Banjarmasin,"ucap Imam Suharto kepada Beritabanjarmasin.com di Siring Nol Kilometer.
Terkait perilaku masyarakat yang sering membuang sampah sembarangan di sungai menurutnya masyarakat belum sepenuhnya memahami bagaimana arti kebersihan, keindahan kota. Sehingga ada sebagian masyarakat yang buang sampah tidak pada tempatnya, khususnya ke sungai. "Jadi kesadaran terhadap kebersihan kota terutama sampah itu perlu di tingkatkan," ujarnya.
Sementara itu pengunjung lainnya yang ditemui Beritabanjarmasin.com, Nita mengaku mengetahui keberadaan Kapal Sapu-sapu.
Ia merasa heran dengan perilaku sebagian masyarakat. Bahkan menurutnya di beberapa postingan di Instagram, sampai ada yang buang kasur bekas. "Heran sih, apa karena memang mereka yang malas atau memang tidak ada lahan untuk membuang sampah di sekitar lingkungan mereka," keluh Nita.
Lain halnya dengan Sari yang belum pernah tau dan belum pernah melihat keberadaan kapal pembersih sampah di sungai. Ia juga tidak setuju dengan perilaku masyarakat yang buang sampah di sungai. "Ya harusnya buang sampah jangan ke sungai," pungkasnya. (arum/maya/fitri/sip)
Posting Komentar