Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina di Kaikoukai Healthcare, Nagoya (foto: ist) |
“Pemkot Banjarmasin siap bekerjasama untuk peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Sultan Suriansyah dengan mengirimkan karyawan mengikuti workshop atau magang, dan mengikuti pelatihan lainnya,” ujar Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina saat berkunjung ke Kaikoukai Healthcare, Nagoya, di Jepang.
Masih menurut Ibnu Sina, Kaikoukai, di Nagoya, Jepang juga dikenal sebagai rumah sakit terbaik yang memiliki teknologi hemodialisa (cuci darah). Dengan adanya teknologi tersebut, para pasiennya bisa bertahan hingga 30 tahun, dan tetap beraktivitas seperti biasa.
Untuk diketahui, lawatan kerja bersama Wakli Ketua DPRD Kota Banjarmasin HM Yamin dan Hj Ananda itu, dilaksanakan dari 11-15 Februari 2020. Kedatangan orang nomor satu di kota berjuluk seribu sungai di negara tersebut, disambut oleh CEO Kaikoukai Healthcare Corporation Nagoya, dr Hirohisa Kawahara MD, dan Prof Dr Tetsuya Yamada, di Nagoya Kyoritsu Hospital.
Dalam pertemuannya, Prof Dr Tetsuya Yamada menjelaskan, pusat wilayah metropolitan (perfektur aichi) Jepang kini sedang menghadapi persoalan tingginya penduduk Lansia, yang mencapai 30 persen dari total jumlah penduduk, sehingga memerlukan tenaga perawat sebanyak 375.000 di tahun 2020 ini.
Tentunya, hal ini akan membuka peluang bagi siapa saja untuk bisa bekerja di negara tersebut. “Ini merupakan peluang tenaga kerja bagi alumni kampus di Banjarmasin untuk bekerja atau magang di Jepang, dan tentunya lagi dengan dibekali bahasa Jepang,” ucap H Ibnu Sina, usai mendengar penjelasan tersebut.
Tak hanya Healthcare, Nagoya, di Jepang yang mereka sambangi, tetapi ada beberapa rumah sakit lainnya yang mereka kunjungi, diantaranya Josai Hospital Nagoya. Josai bisa dibilang rumah sakit yang memiliki fasilitas pelayanan unik yakni, mereka memiliki pelayanan khusus Lansia (Elderly Health Care Hospital dan Kaikoukai Rehabilitation Hospital).
Keunikan lain yang dimiliki rumah sakit ini adalah, dirancang melayani pasien hingga akhir hayatnya. Makanya jangan heran bila ada pasiennya yang menjalani rawat inap sampai tiga tahun lamanya.
Hal menarik lainnya yang ada di rumah sakit tersebut adalah, adanya panti jompo yang dirancang dengan berbagai aktivitas bersama lansia dengan berbagai keterampilan. Dari sisi pelayanan perawatan Lansia, mereka tetap mengedepankan kemandirian pasien dalam beraktivitas.
Menurut Risa, Warga Negara Indonesia (WNI) asal Jatim, yang sudah lima tahun bekerja sebagai caregiver (perawat lansia), honor yang didapatnya bekerja di rumah sakit tersebut cukup tinggi, dan ia merasa senang dapat bekerja dan berbagi pengalaman selama tinggal di kota tempat lahirnya mobil Toyota ini.
Ternyata di Jepang biaya kesehatan untuk masyarakat ditanggung oleh pemerintah (semacam BPJS di Indonesia-red), yang bisa digunakan di rumah sakit pemerintah atau swasta.
Begitu pula dengan biaya cuci darah atau hemodialisa. Bagi masyarakat yang memerlukan pelayanan ini, maka biayanya akan ditanggung pemerintah yakni sebanyak 3 kali perawatan dalam sepekan, dengan nominal Rp3 juta per sekali cuci darah.
Di Jepang, saat ini tercatat ada 10.000 dokter spesialis Rehabilitasi Medik (RM) yang 2.500 diantaranya merupakan sub spesialis RM. “Ternyata kunci keberhasilan RM bukan di alat tetapi mentalitas melayani pasien supaya bisa beraktivitas kembali di rumah,” pungkas H Ibnu Sina. (arum/advertorial)
Posting Komentar