BERITABANJARMASIN.COM - Provinsi Kalsel menurut laporan riset East Ventures-Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2020 terus menunjukkan perbaikan mutu indeks daya saing digital.
Bersama provinsi tetangga yang turut menunjukkan perbaikan mutu indeks daya saing digital seperti Kaltim dan Kaltara.
Provinsi Kalsel sendiri menduduki peringkat 14 dari 34 provinsi di tanah air dengan nilai 30.7. Nilai tersebut cukup baik dalam hal indeks daya saing digital. Sementara, Kaltim menduduki peringkat 8 dengan skor 37,9 serta Kaltara menempati posisi 11 dengan skor 34,1.
Adapun Kalbar menempati urutan 21 dengan skor daya saing digital sebesar 27,4 dan Kalteng menduduki urutan 32 nasional dengan skor 23.6.
Penilaian indeks ini didasarkan beberapa indikator seperti regulasi pemda, perekonomian, infrastruktur teknologi, SDM, kewirausahaan, ketenagakerjaan, penggunaan dan pengeluaran ICT hingga indeks inklusi keuangan.
Co-founder and Managing Partner East Ventures, Wilson Cuaca mengungkapkan perkembangan ekonomi digital yang cukup pesat di daerah jelas memberikan dampak positif, seperti tumbuhnya berbagai platform jual-beli online (e-commerce), transportasi online (ride hailling), jasa keuangan online (financial technology), hingga digitalisasi pariwisata (online travelling). "Ini membuat ekosistem ekonomi digital Indonesia semakin beragam,"ujarnya.
Selain itu, dampak positif bagi tenaga kerja adalah perubahan pola penyerapan dan komposisi tenaga kerja. Dalam tiga tahun terakhir, porsi tenaga terampil dan profesional tercatat meningkat hampir di semua sektor lapangan usaha yang terkait digital.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan kemajuan digital, persaingan di pasar kerja lebih kompetitif dan pekerja terampil dapat lebih unggul. Sektor Informasi dan Komunikasi yang menjadi tulang punggung ekonomi digital mencatatkan peningkatan tertinggi dengan 15,8 persen.
Menurutnya Industri digital adalah perekonomian yang berbasis penguasaan teknologi dan pengetahuan (knowledge basedeconomy), bukan bertumpu pada penguasaan aset. "Ini membuka kesempatan yang sama bagi perusahaan- perusahaan rintisan untuk mengambil peran sentral dalam membangun ekonomi digital Indonesia bersama korporasi raksasa dan perusahaan multinasional," urai Willson.
Dirinya menambahkan ekonomi digital Indonesia harus hadir dengan semangat inklusif. Para pengguna baru internet di Tanah Air tidak hanya merasakan perubahan gaya hidup, tetapi juga menikmati manfaat ekonominya.
Pedagang kecil yang membuka lapak di e-commerce, mitra pengemudi layanan on-demand, hingga pemilik warung yang menerima pembayaran listrik kini ikut berkontribusi menggerakan ekonomi Indonesia.
Sementara itu, East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) kata ia, merupakan upaya perusahaan untuk memetakan dampak perkembangan ekonomi digital di seluruh Nusantara. Ekonomi digital menjanjikan inklusivitas, pemerataan peluang ekonomi bagi seluruh penduduk Indonesia. Indeks ini adalah indikator dari keberhasilan industri digital dalam mewujudkan janjinya.
Yang mana data yang dikumpulkan dalam EV-DCI bukan ditujukan sebagai sebuah kesimpulan. Indeks tersebut adalah titik awal yang memulai fase berikut dari transformasi digital Indonesia. "Kami ingin mendorong semua pemangku kepentingan untuk ikut terlibat dan turut menikmati dampak positif ekonomi digital,"terang dia.
Dari data yang disajikan oleh EV-DCI, para pemangku kepentingan dan sektor publik dan sektor swasta bisa saling membandingkan tingkat pemanfaatan teknologi digital di wilayah masing-masing.
Sehingga diharapkan pemimpin di tiap daerah semakin terpacu untuk berlomba menciptakan ekosistem yang terbaik bagi perkembangan ekonomi digital, baik lewat pembangunan infrastruktur, pengembangan talenta, maupun regulasi yang tepat. (maya/sip)
Ilustrasi: liputan 6
Posting Komentar