Oleh: Aulia Pasca Diprina
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
DUNIA saat ini sedang menghadapi wabah begitu besar yang dinamakan dengan Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19, kasus corona virus pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019 yang kemudian menyebar ke sebagian besar negara-negara hingga akhirnya menyebar dalam beberapa bulan ke seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia. Penyebaran Covid-19 telah dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) karena telah menimbulkan banyak korban jiwa dan menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu serta telah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Virus ini sangat berdampak dalam segala bidang salah satunya terhadap perekonomian Indonesia, pendidikan, dan kebijakan pemerintah.
Penyebaran Covid-19 dapat terjadi melalui tetesan air liur, hal ini sering dikaitkan dengan batuk atau bersin. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan social distancing (jaga jarak) dengan minimal 1 meter dari satu orang ke orang lain serta membatasi jam beraktivitas masyarakat dari kondisi sebelumnya, bahkan beberapa negara di dunia menerapkan sistem Lockdown untuk mencegah penyebaran Covid-19. Di Indonesia, kebijakan yang diambil pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 adalah dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dikutip dari pernyataan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo “Menghadapi wabah Covid-19 ini, pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat. Untuk mengatasinya, opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, sesuai UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.”
Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Untuk menindak lanjuti PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 maka pemerintah menjawab dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020. Tindakan yang diterapkan dalam PSBB meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu. Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pengurangan jumlah penumpang transportasi publik hingga penumpang kendaraan pribadi sebesar 50 persen, peliburan tempat kerja dan sekolah yang juga bisa disebut Work From Home (WFH) dimana sistem bekerja dan belajar mengajar berubah menjadi daring (online).
Selain itu mewabahnya virus Covid-19 juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah, oleh karena itu pemerintah mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa baik di tingkat pusat maupun daerah untuk melakukan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota serentak tahun 2020 agar pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota tetap dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang yang ditandatangani pada 4 Mei 2020. Beberapa perubahan yang ada dalam Perpu tersebut yakni perubahan Pasal 120 serta penambahan Pasal 122A dan 201A, secara lengkap sebagai berikut:
Perubahan pada Pasal 120 ayat (1) yang bunyinya menjadi, “Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan’’.
Pasal 120 ayat (2) berbunyi “Pelaksanaan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak yang terhenti,”
Di antara Pasal 122 dan Pasal 123 disisipkan 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 122A yang pada Pasal 122A ayat (1) berbunyi, ‘’Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan’’.
Pasal 122 A ayat (2) berbunyi “Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat.”
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan diatur dalam Peraturan KPU,’’ bunyi Pasal 122 A ayat (3).
Selanjutnya, di antara Pasal 201 dan Pasal 202 disisipkan 1 (satu) pasal yaitu Pasal 201A ayat (1) sampai (3), dimana Pasal 201 a ayat (1) berbunyi, “Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1)”.
Pasal 201 a ayat (2) berbunyi “Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan pada bulan Desember 2020,”
Dan Pasal 201 ayat (3) berbunyi “Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.”
Perpu yang dikeluarkan oleh pemerintah tentunya untuk mendukung upaya memutus mata rantai Covid-19 dan menyelamatkan masyarakat dengan memikirkan kepentingan masyarakat banyak, dimana jika pilkada tetap berjalan secara normal dalam kondisi genting seperti ini yang ada bukan mengurangi penyebaran tetapi malah memperluas penyebaran virus dan memungkinkan terjadinya peningkatan jumlah orang yang terinfeksi virus corona karena akan bertabrakan dengan kebijakan social distancing. Berkaitan dengan ditundanya pilkada tahun 2020 maka ada beberapa dampak seperti hal nya pertama jabatan pimpinan daerah, apakah masa jabatan kepala daerah tersebut diperpanjang atau ada opsi lain mengenai hal ini, kedua kemungkinan adanya perubahan data pemilih misalnya batasan usia dan penambahan jumlah daftar pemilih tetap (DPT), ketiga melonjaknya anggaran jika jumlah DPT bertambah. Disamping dari dampak tersebut pilkada 2020 bisa saja tetap terlaksana dengan mencoba menggunakan sistem elektronik digital, yang mana sistem ini tidak menutup kemungkinan untuk mengurangi penggunaan kertas. Namun, hal ini kembali lagi kepada pemerintah dengan segala pertimbangannya dan masyarakat apakah masyarakat tetap ingin melakukan pemilihan secara online atau justru malah membuat banyak suara yang hilang atau golput.
*Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis, di luar tanggung jawab redaksi Berita Banjarmasin.
Posting Komentar