BERITABANJARMASIN.COM - Komisi III DPRD Kalsel akan membuat rekomendasi hasil RDP terkait lonjakan tarif listrik dengan pihak PLN wilayah Kalselteng yang ditembuskan ke PLN Pusat.
Ketua Komisi III Sahrujani mengungkap dari hasil RDP tersebut memang belum ada jaminan dari pihak PLN, tidak akan terjadi lagi lonjakan tagihan di bulan berikutnya namun hasil rapat dengar pendapat (RDP) tetap akan dijadikan rekomendasi ke PLN Pusat.
"Kenaikan tagihan listrik ini sangat merugikan masyarakat, saat pandemi Covid-19 masyarakat banyak yang kehilangan pekerjaan dan sudah tidak mempunyai penghasilan lagi," terangnya.
Dirinya pun meminta kepada PLN jika ada masyarakat yang melakukan keterlambatan pembayaran agar tidak diputus sambungan listriknya mengingat situasi pandemi saat ini.
"Tunda dulu pemutusan akibat keterlambatan pembayaran tagihan listrik," tekannya.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi III DPRD Kalsel, Jihan Hanifa yang berharap ada keringanan bagi masyarakat selama Covid-19 dengan tidak ada pemutusan aliran listrik dan meniadakan denda pembayaran listrik. "Kita harapkan ada keringanan untuk masyarakat di tengah perekonomian sedang masa sulit saat ini," cetusnya.
Senior Manager SDM Umum PT PLN wilayah Kalselteng, Sari Indah Damayanti
menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan masyarakat. "Kami PLN meminta maaf kepada masyarakat," jelasnya.
Menurutnya hal ini murni disebabkan penerapan pencatatan tagihan meter kwh yang tidak langsung atau hanya menggunakan konsep rata-rata pemakaian pelanggan perbulan sebelum masuk Covid-19.
Sementara itu berdasarkan press rilis yang diterima media ini, General Manager PT PLN wilayah Kalselteng, Sudirman mengemukakan bahwa Maret dan April PT PLN Pusat memutuskan untuk melakukan sistem pencatatan rata-rata didasari penetapan pemerintah tentang kasus darurat Kesehatan masyarakat. Serta imbauan untuk menjaga jarak atau physical distancing.
Ia mengatakan pencatatan rata-rata tersebut berdasarkan pemakaian listrik masyarakat pada tiga bulan sebelumnya. "Pemakaian Maret, jadi diambil dari Januari, Februari, Desember," jelas Sudirman.
Dia menambahkan bahwa pencatatan kWh meter rumah masyarakat mulai dilakukan kembali mulai Mei lalu, seperti sebelum masa pandemi.
Berdasarkan penjelasannya bahwa pembayaran listrik pada Maret dan April yang dirata-ratakan sebenarnya melebihi hasil rata-rata tersebut. Hal ini dikarenakan perhitungan rata-rata tersebut merupakan pemakaian masyarakat sebelum masa pandemi.
Masa pandemi ini membuat masyarakat lebih banyak di rumah, sehingga pemakaian listrik pun meningkat. Karena dirata-ratakan melihat bulannya belum masuk masa Covid, jadi pemakaian pelanggan itu masih normal.
Pemakaian Maret dan April itu masih menggunakan rata-rata. Sebenarnya di pelanggan, pemakaiannya sudah di atas itu. Sedangkan yang dicatatkan di bawah pemakaian.
"Begitu kami catat di real di Mei, tertera di meternya itu sudah berlebih. Jadi terakumulasi yang Maret kita kurang catat, di April kita kurang catat, di Mei terakumulasi. Jadi penerbitan rekening di bulan Juni terjadi peningkatan," ungkapnya.
Ia menambahkan PT PLN Pusat membuat kebijakan dengan memberikan keringanan pembayaran dalam bentuk program cicilan. "Pelanggan yang mengalami kenaikan lebih dari 20 persen itu dilakukan cicilan tiga bulan. Yakni dengan skema 40 persen dibayar pada bulan ini, sisanya dicicil selama tiga bulan," ujarnya. (maya/sip)
Posting Komentar