sumber foto : Tikar-borneo.blogspot.com
Amuntai sangat identik
dengan tangan-tangan terampil. Era 1930 hingga 1990-an, lampit Amuntai
mengalami kejayaan, hingga memudar seiring waktu. Pasar lampit, begitulah
orang-orang menyebut pasar dadakan yang tiap pagi Kamis digelar oleh para
pedagang kerajinan anyaman.
Meski beragam, namun barang bawaan para pedagang
ini sebagian besar merupakan hasil kerajinan tangan dan berbahan dasar rotan
seperti alat tangkap ikan tradisional lukah dan tangguk, nyiru, tanggui (caping
khas banjar), lanjung dan cupikan (bakul untuk panen). Selain itu, juga ada
tikar, topi, kipas, dan anyaman lainnya yang kebanyakan berbahan dasar rotan,
bambu dan tanaman purun.
Semua barang kerajinan berupa anyaman ini berasal
dari perajin utama yang keluar dari desa-desa sekitar Kota Amuntai, ibu kota
Kabupaten HSU.
Kabupaten HSU khusus kota Amuntai memang terkenal
dengan kerajinan rotannya, bahkan pada dekade 1980-an Amuntai pernah mengalami
tonggak kejayaan kerajinan lampit rotan dengan menembus ekspor ke berbagai
negara Asia, terutama Jepang.
Namun, memasuki era pertengahan 1990-an masa
keemasan itu berangsur memudar. Kendati demikian, para perajin yang melayani pasar Iokal terus bertahan
dan lambat laun memasuki tahun 2004 hingga sekarang kerajinan Amuntai bangkit
kembali.
Sumber narasi: Didi G Sanusi & Sugianoor
Dari instagram @sejarahkalsel.id
Link artikel asli : https://www.instagram.com/p/CGkNCRHAeu3/
Posting Komentar