Foto Tukang sate keliling di Banjermasin tahun 1939, sumber : Wijdenes. dari instagram @sejarah.banjar |
Sejak dibukanya "hotel" di Banjarmasin yakni de
Hotel Bandjer tahun 1920 an, masakan sate pun dihidangkan dalam pilihan menu
rijstaffel. Berkum, dalam tulisannya De Hollandsche Tafel in Indie, menuturkan
penyajian hidangan rijsttafel pada awalnya selalu melibatkan banyak pelayan
yang mengedarkan berjenis-jenis hidangan.
Selain di Hotel berbintang, sate juga hadir di segenap
lapisan masyarakat di Hindia Belanda. Sate ini dijual oleh pedagang keliling
yang kerap dipanggil dengan tukang sate.
Pada dasawarsa ke-3 abad ke-20, sekitar tahun 1939 an di
perkampungan Kota Banjarmasin terdapat dua figur pedagang keliling yang penting
sekali. Mereka adalah tukang sate dan penjual es lilin.
Keberadaan tukang sate tidak hanya ditunggu oleh penduduk di
kampung-kampung pribumi karena kehadirannya juga telah menyemarakkan pesta
orang-orang Eropa. Hal yang paling istimewa adalah tusukan-tusukan daging
kerbau dan burung dara.
Sayangnya, karena resesi ekonomi tahun 1930 an banyak
berdampak kepada penjual dan dagangan sate-nya. Beras cukup langka di pasaran.
Padahal dalam menjual sate, juga selalu disertai dengan "pasangan"nya
yakni ketupat atau lontong.
Pada tahun 1947, walau uang yang dimiliki warga cukup
banyak, akan terasa percuma karena beras yang merupakan bahan makanan pokok
tidak ada di pasaran. Sebagai gambaran akan berharganya beras, sebuah surat
kabar lokal Pelita Ekonomi, memberitakan bahwa para penjual sate yang juga
menjual ketupat keberatan menjual lebih ketupatnya karena persediaannya
terbatas.
Dari instagram @sejarah.banjar
Link artikel asli : https://www.instagram.com/p/CROOKiAg6ca/
Posting Komentar