Sebelum ada kitab Fiqih Sabilal Muhtadin, sudah ada kitab fiqih yang tersebar di tanah Banjar, yaitu kitab Shirohol Mustaqim karangan Syekh Nuruddin Ar Raniri (ulama besar Aceh). Kitab ini adalah kitab bermazhab Syafi'i dan ditulis pada tahun 1055 H
Datuk Kalampayan pun mengakui bahwa kitab Shirothol Mustaqim adalah salah satu kitab fiqih terbaik berbahasa Melayu. Karena uraian nya diambil dari beberapa kitab fiqih yang terkenal dan dicantumkan beberapa nas dan dalil.
Tapi ada sedikit kendala ketika kitab ini digunakan oleh orang Banjar. Kendala nya adalah kitab Shirothol Mustaqim banyak kalimat berbahasa Aceh yang kurang jelas dan tidak dimengerti oleh orang Banjar.
Menyadari kondisi tersebut maka datu Kalampayan menyusun kitab Sabilal Muhtadin sebagai kitab fiqih pengganti kitab Shirothol Mustaqim. Dengan demikian, kitab Sabilal Muhtadin menjadi rujukan penerapan hukum Islam di wilayah kerajaan Banjar menggantikan kitab Shirathol Mustaqim dari Aceh tersebut.
Kitab Shirothol Mustaqim sampai ke Kalimantan Selatan karena adanya hubungan kerjaan Aceh dan Banjar. Ulama Banjar yang bernama Syekh Ahmad Syamsuddin Al Banjari menulis kitab tentang Asal kejadian nur Muhammad dan menghadiahkan nya kepada ratu Aceh, Sulthanah seri ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat (1641-1675).
Sebagai timbal baliknya, kerjaan Aceh mengirim kitab Shirathol Mustaqim karangan ulama besar Aceh, Syekh Nuruddin Ar Raniri yang ditulis tahun 1055 H.
Sumber : buku Sejarah Banjar Balitbangda Provinsi Kalsel oleh penerbit Ombak Yogyakarta. Sub judul "Penerapan hukum islam" halaman 243
Posting Komentar