Sudah 26 tahun lamanya Saprudin berjualan makanan khas Jawa Barat, siomay dan batagor di Banjarmasin. Dari penghasilan berjualan, kini ia bisa menguliahkan anak-anaknya di Jakarta.
Fitriyani, BANJARMASIN | BERITABANJARMASIN.COM
Selama 26 tahun ini pria asal Badung, Jawa Barat, merintis usahanya. Kini ia sudah memiliki empat cabang gerobak siomay dan batagor di beberapa lokasi di Banjarmasin, seperti di Pasar Antasari, Pasar Binjai, Kampung Melayu dan di Jalan Veteran.
Saprudin mengatakan siomay dan batagor yang ia jual merupakan resep asli khas Bandung, sehingga memiliki perpaduan rasa yang khas. Resep ini ia dapatkan dari kedua orang tuanya dan sudah turun temurun. "Resep keturunan orang tua ahli jualan bakso mie ayam batagor," kata ia, Kamis (17/2/2022).
Batagor dan siomay. Kedua jajanan ini banyak yang mengira sama. Namun, ia mengatakan bahwa jajanan ini berbeda. Batagor yang merupakan singkatan dari bakso tahu goreng dan bahan utamanya terbuat dari campuran daging ayam.
Jajanan ini terdiri dari bakso dan tahu goreng yang disiram saos sambal kacang yang dibuat dari bahan utama seperti kacang tanah, cabai, dan bawang putih.
Perbedaan lain dari batagor juga yaitu cara memasaknya berbeda dengan siomay. Siomay biasa direbus sementara batagor digoreng.
Siomay terbuat dari campuran daging ikan tenggiri dengan campuran tepung tanpa dibalut kulit pangsit. Siomay biasanya disajikan bersama sayur rebus seperti kol, pare dan kentang.
Dahulu kata Saprudin harga jual siomay dan batagor miliknya dijual dengan harga Rp5.000. "Mulai naik di 2018 harganya jadi Rp10.000 sampai sekarang," ujarnya.
Harga bahan-bahan yang terus mengalami kenaikan berdampak pada keuntungan yang ia peroleh, hal ini karena ia sendiri selalu mengutamakan kualitas dan sebisa mungkin tidak mengurangi ukuran siomay dan batagor agar para pelanggan tidak kecewa.
"Bahan baku sekarang semua sulit, harga naik, tepung kanji sampai Rp115.000 per bal yang isi 20 bungkus," ungkapnya.
Apalagi kata ia berjualan di kota harus bersaing dengan penjual lain yang sama, jika harganya ia naikan tentu saja pelanggan kecewa dan kemungkinan bisa pindah ke penjual lainnya.
Sudah 26 tahun menetap di Banjarmasin, Saprudin biasa pulang ke kampung halamannya di Bandung Jawa Barat setiap satu tahun sekali saat bulan puasa.
Tidak hanya itu ia juga harus berjuang untuk membiayai kedua anaknya yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi di Jakarta yang tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar.
Saat pandemi Covid-19 melanda, dagangan siomay dan batagor miliknya sempat terdampak dengan menurunnya penjualan.
Dimana pada saat sebelum Covid-19 ia biasanya mampu menjual hingga 150 porsi batagor dan siomay dalam sehari, namun setelah pandemi Covid-19 melanda penjualannya menurun ditambah lagi adanya PPKM sehingga ia harus kehilangan 50 persen dari pendapatan sebelumnya. "Sekolah banyak yang tutup karena yang ramai itu kita jualan di depan sekolah," ucapnya.
Saprudin biasa berjualan di depan KB-TK Miriam yang berlokasi di Jalan Veteran Banjarmasin, dan buka mulai Pukul 10.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita.
Saat ini Banjarmasin ditetapkan status PPKM level 3, ia khawatir akan kembali berdampak pada penjualan seperti pada PPKM sebelumnya. "Mudahan gak terlalu ketat biar kita bisa tetap cari nafkah dan ramai jualannya," harap Saprudin. (fitri/sip)
Posting Komentar