Tabanio sebuah kampung kecil di sekitar Sungai Tabanio atau Tabenjouw. Terletak di pantai selatan Kalimantan abad ke-17. Menurut Brommer, kampung tersebut cukup strategis dengan potensi ekonomi tinggi.
Diantaranya hasil lada, perikanan, dan tambang emas di wilayah Pelaihari. Pada 6 Juli 1797 VOC membuat perjanjian dengan Sultan Banjar mengenai monopoli perdagangan. Dari perjanjian tersebut, pada pasal 7 tertuang perihal pembangunan benteng di Tabanio.
Berikutnya VOC pun membangun sebuah benteng berbentuk segi empat tidak beraturan di sekitar muara Sungai Tabanio. Gambaran utuh diperoleh dalam sketsa (litografi) karya W.A. van Rees tahun 1855.
Pada 1791, insinyur Belanda, C. F. Reimer sebenarnya telah merancang sebuah desain benteng yang cukup besar di lokasi tersebut, namun tidak direalisasikan. Dari lokasi Reimer inilah Benteng Tabanio dibangun.
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang berkuasa tahun 1801-1818 suatu ketika memerintahkan meninggalkan pos-pos perdagangan yang merugi di Kalimantan, termasuk di Tabanio.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1826 Sultan Adam dari Kesultanan Bandjar membuat kesepakatan dengan pemerintah Hindia Belanda di mana sultan menyerahkan daerah yang jarang penduduk di sekitar Tabanio.
Kemudian benteng di Tabanio digunakan sebagai pusat pemerintahan sipil. Pada 1854 pemerintahan sipil dipindah dari Tabanio ke Pelaihari. Benteng tersebut ditinggalkan.
Pada era Perang Banjar (1859-1863), pejuang dipimpin Demang Lehman, Kiai Langlang dan Haji Buyasin menduduki benteng Tabanio dan menghabisi penjaga pos di benteng tersebut.
Sekarang bagian benteng tersisa adalah parit. Penggalian arkeologis mengungkapkan sisa-sisa bangunan di kawasan ini.
Sumber: Voorburg dalam B. Brommer via wikipedia. Sumber Foto: van Rees, Nationaal Archief, zainalhakimmsc.blogspot.com.
Dari instagram @ sejarah.banjar
Sumber tulisan asli : https://www.instagram.com/p/CCTc-7nA-Nb/
Posting Komentar