Kejadian ini terjadi pada tanggal 9 November 1945 setelah selesai sholat Jumat. Saat itu, berhenti sebuah mobil Jeep Belanda di kampung Banua Padang Rantau. Melihat mobil penjajah datang, warga pun sontak keluar masjid bersama pada pemuda menyerang mobil Belanda tersebut.
Orang orang Belanda di mobil itu pun melarikan diri dan menumpang ke mobil lain. Mobil yang ditinggalkan orang Belanda itu diceburkan ke sungai.
Orang orang Belanda itu dapat melarikan diri dan meminta bantuan tentara Belanda di Kandangan. Hingga tentara Belanda Kandangan itu pergi ke Banua Padang dan melakukan penembakan secara brutal.
Melihat kejadian itu, warga disekitar Rantau seperti Mandarahan, Walang, dan Kupang berbondong bondong ke Rantau. Pada warga untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan serangan penjajah Belanda.
Masing masing warga membawa senjata seperti parang, tombak,keris. Jalanan pun dipasangi rintangan. Di depan jembatan kota Rantau di pasang rintangan berupa pohon kayu, pohon kelapa dan lain lain.
Dipelopori seorang yang bernama Tasan bersama Abul Hasan Gaffar, rakyat siap menghadang penjajah. Rakyat bersiap menunggu kembalinya tentara Belanda ke Kandangan. Tepat jam 16.03, militer Belanda tiba di kota Rantau.
Mobil Belanda pun terhenti ketika melihat tumpukan pohon yang merintangi jalan. Tiba tiba rakyat Tasan bersama rakyat lainnya menyerbu. Tentara Belanda pun langsung menembakkan tembakan otomatis dengan membabi buta.
Karena tembakan membabi buta Belanda tersebut, gugur lah dua Pejuang yang bernama Tasan dan Ahmad Panyi. Pada 10 November 1945, ditetapkanlah Tasan dan Ahmad Panyi mati syahid oleh para ulama setempat. Nama beliau berdua pun sekarang diabadikan menjadi Jalan di kota Rantau yang bernama Jalan Tasan Panyi.
buku Sejarah Banjar Balitbangda Provinsi Kalsel oleh penerbit Ombak Yogyakarta. Sub judul "Reaksi Masyarakat Terhadap NICA" halaman 588-589
Posting Komentar