Pemakaian kapal uap dapat memudahkan untuk urusan ekspor dan impor. Maka dari itu, penjajah Belanda terdorong untuk meeksploitasi batu bara. Dengan berbagai cara licik nya, akhirnya Belanda mendapatkan hak yang batu bara di Pengaron pada tahun 1849.
Ada juga perusahaan tambang yang didirikan oleh penjajah Belanda di dekat Martapura. Namun para pekerja tambang itu tewas saat meletusnya perang Banjar pada 1859.
Selain di Pengaron dan Martapura, ada juga perusahaan tambang swasta penjajah Belanda di Pulau Laut. Antara tahun 1905-1910, jumlah tenaga kerja pertambangan di Pulau Laut meningkat dari 1500 hingga 2300 orang. Pulau laut cepat menjadi tambang swasta terbesar penjajah Belanda, dan yang kedua terbesar adalah pertambangan Ombilin di Sumatera Barat .
Pada tahun 1912, pulau laut mampu menghasilkan 165.000 ton batubara. Pada tahun 1913, penjajah Belanda mengambil alih maskapai tambang pulau laut dan dapat memproduksi sebanyak 300.000 ton pertahun.
Pasca perang dunia 1, ada tiga perusahaan tambang besar milik Eropa di Kalimantan yang beroperasi. Yang pertama maskapai tambang di pulau laut, kedua perusahaan OBM di Kutai, yang ketiga tambang di Sambaliung. Keberhasilan pulau laut sebagai eksportir batu bara di dukung eh lokasi pelabuhannya yang terletak di jalur pengapalan besar yang mudah ditemlut berbagai kapa dari Makassar.
Sumber : buku Sejarah Banjar Balitbangda Provinsi Kalsel oleh penerbit Ombak Yogyakarta. Sub judul "ekspansi modal swasta" halaman 401-402
Posting Komentar