Bulan Ramadhan juga menjadi momentum ending perlawanan pahlawan asal banua, Demang Lehman dalam Perang Banjar.
Tokoh bernama lain Idis ini tertangkap di wilayah Batu Panggal, Selah Selilau, Batulicin (sekarang Kecamatan Karang Bintang, Tanah Bumbu) pada awal Ramadhan 1280 H (Februari 1864 M).
Kemudian, dalam kondisi tengah berpuasa, beliau pun dihukum mati/digantung di Lapangan (Alun Alun) Martapura pada 19 Ramadhan 1280 H (27 Februari 1864 M), sore hari.
Bagaimana kondisi Demang Lehman menjelang detik detik kematiannya di tiang gantungan?
Meyners menuliskan Demang Lehman, meski tampaknya kurang bergairah dan mengenakan pakaian buruk (compang camping), ternyata memiliki ketegasan.
Beliau bahkan tetap menjalani ibadah puasa sesuai dengan keyakinan Demang Lehman sebagai penganut Islam yang taat pada ajaran agamanya.
Sebelum dieksekusi tanggal 27 Februari 1864 di Martapura, sebelumnya Demang Lehman ditahan di Benteng Tatas (wilayah Masjid Sabilal Muhtadin, Banjarmasin).
Menjelang eksekusinya, seperti dituliskan Meyners, Demang Lehman juga berpuasa dengan ketat seperti yang ditentukan, karena pada saat itu bulan Puasa/Ramadhan.
Seperti ketentuan dalam Alquran, beliau juga sahur dan berbuka puasa. Menunya, hanya dengan roti biasa atau roti beras untuk jam tertentu.
Demang Lehman juga tidak pernah meninggalkan shalat dan membaca Al Quran di dalam tahanan. Demang Lehman memiliki Al Quran berukuran kecil yang selalu dibawanya kemana mana dan dibacanya ketika senggang.
Keesokan harinya pada dini hari, Demang Lehman diangkut dengan Kapal Sailoos ke Martapura. Demang Lehman dengan tenang naik ke kapal Saijloos yang membawanya pagi buta ke Martapura tanggal 25 Februari yang kemudian akan dieksekusi tanggal 27 Februari 1864.
Sumber: koleksi dan narasi Meyners, 1865. foto 2 : Happe, pejabat yang menghukum mati Demang Lehman.
Sumber : Instagram @sejarah.banjar
Link artikel asli : https://www.instagram.com/p/CchuecXv9k5/?igshid=YmMyMTA2M2Y=
Posting Komentar