Foto para jamaah haji zaman dulu, sumber foto : Kompasiana |
Asal usul gelar haji di Tanah Banjar, sulit ditentukan kapan mulai kurun waktunya. Diduga pemakaian gelar haji adalah budaya masyarakat Melayu Banjar sebagai bagian penghargaan. Gelar Haji sebagai apresiasi tingkat kesulitan mereka hingga menyelesaikan ibadah. Mulai pesiapan, mengumpulkan modal hingga rangkaian ibadah haji yang memerlukan ketahanan fisik.
Pada masa lalu, naik haji sangat sulit, butuh perjalanan berbulan bulan dengan kapal laut. Belum lagi, banyak yang meninggal di perjalanan. Suatu ibadah maha berat. Karena itu urang Banjar yang berhaji, layak mendapat penghargaan gelar Haji.
Haji sebagai bagian budaya, kemudian mengalami dinamika era kolonial. Makna politis ibadah haji dirasakan serius tercermin dalam Ordonansi Haji tahun 1825. Berisi pembatasan dan pengetatan jumlah haji yang berangkat.
Hal paling menonjol ordonansi baru ini adalah pemberlakuan ujian haji bagi mereka yang baru pulang dari Tanah suci. Jika seseorang sudah dianggap lulus ujian ini, ia berhak menyandang gelar haji. Dari sinilah latar seorang haji wajib berpakaian khusus berupa jubah, surban putih, atau kopiah putih.
Mengapa gelar haji wajib disematkan? Tujuannya mempermudah kontrol dan pengawasan. Pemerintah kolonial tak mau repot mengawasi satu per satu haji di daerah. Jika ada pemberontakan berdasar agama meletus, pemerintah tinggal mencomot haji-haji di daerah tersebut.
Sumber narasi: Mansyur, S.Pd, M.Hum dosen pendidikan sejarah ULM
Dari Instagram @sejarahkalsel.id
Posting Komentar