Terbersit dari kita saat mendengar kata "intim" ialah semacam keakraban, atau rasa bertaut atas sesuatu yang dekat. Perbincangan hangat dua orang: bergurau, berbantah, dan saling bertukar derita atau cerita, barangkali bisa disebut contoh sebuah keintiman.
Musa Bastara | BERITABANJARMASIN.COM
Tentu kita bisa mengartikannya lebih luas, semisal bagi Boris Pasternak (penulis asal Rusia), yang intim adalah kehidupan, atau dalam istilahnya sendiri "kehidupan adalah intim tapi menakjubkan, bergairah meskipun ringkih". Atau lebih sempit lagi, sesederhana mendengar kicau burung di halaman rumah tiap pagi, misalnya.
Yang intim itu tentu berbeda-beda, dan lain hal jika ditunjuk pada orang nan berbeda-beda pula. Seperti saya bersama Hajriasnyah di Kampung Buku Banjarmasin sore itu. Meski terlalu mentah untuk disebut intim, apa yang tak lepas dari kami adalah keinginan buat bercakap-cakap; dari menjurus pada perihal yang personal atau sekadar bersulih informasi.
Di antara bermacam bahan obrolan tersebut salah satunya tentang intim itu sendiri, dan bagaimana kata "intim" kemudian dipilih sebagai tajuk untuk pameran tunggalnya yang nanti dihelat sekitar rentang Juli dan akhir Agustus 2022.
Pameran tunggal, kata dia, tak sekadar ajang unjuk diri tapi bagaimana dari pameran itu, hendaknya menghadirkan satu konsep nan mengikat secara keseluruhan karya. Sebuah benang merah. Unsur tematik inilah yang dirasanya penting. Oleh karena itu, dari hasil pengalaman tak sebentar, ia mencoba menarik ulur ke masa belakangan dan menemukan satu tema, yang bisa dipandang secara implisit maupun gamblang saja.
Kata intim ia gunakan dari bahasa sufi uns. Uns pernah menjadi judul dalam satu lukisannya di tahun 2021. Dalam pengantar lukisan tersebut, uns, tulis Hajriansyah, adalah perasaan di dalam diri.
"Saat keheningan menjemput kita dalam kesendirian, kita seperti berhadap-hadapan dengan diri sendiri. Kupu-kupu menari, musik keabadian mengungkap dari balik kehidupan yang fana dan tak berarti."
Intim bisa dimaknai dari perspektif sufi sebagai uns tadi--suatu kedekatan dengan Tuhan--atau bisa pula secara profan, umum. "Seberapa dekat engkau dengan sekitarmu, kawan, sahabat, orang tua, anak-anak, pasangan, benda-benda di sekelilingmu? Pikiran dan perasaanmu? Sesungguhnya seberapa intim engkau dengan dirimu!" tulis Hajriansyah dari katalog pameran Intim tersebut.
Dia mengaku Intim ini adalah pameran tunggalnya yang ketiga, setelah pertama dihelat di Taman Budaya Kalimantan Selatan tahun 2007, dan kedua dengan tema "Suluk: Journey to Indepth Memory" di Kampung Buku pada tahun 2020.
Adapun, telah ia ikuti sekitar 15 pameran bersama. Tetapi, baginya esksistensi seorang perupa utamanya mesti dilihat lewat pameran tunggalnya.
Kendati, sudah dua kali mentas dengan pameran tunggal, ia merasa keduanya tidak memenuhi harapan lantaran terkesan tergesa-gesa. Begitu pula dengan pameran ketiga ini. Meski begitu, alasan sebenarnya mengapa pameran ketiga ini digelar ialah untuk pemanasan ke tahap yang lebih maksimal.
Ia bercerita bahwa ia ingin menghelat pameran tunggalnya kelak di luar Kalimantan--Jogja atau Jakarta untuk menyebut dua saja. Tentu, rencana semacam itu perlu persiapan maksimum, dari segi pendanaan ataupun konsep. Dalam istilah Hajriansyah sendiri, "ibarat menyerang pusat-pusat seni rupa di Indonesia". Untuk menanti waktu jeda itulah pameran ketiga ini bisa dibilang sebagai latihan.
"Saya ingin menampilkan diri saya sebagai perupa optimal," ucapnya dengan tegas.
Selain itu, belakangan ia gemar melukis di format kecil untuk sekadar mengisi kekosongan. Berkat dari kegiatan semacam itu, tentu saja, melatih tangannya tetap bekerja dengan terus mencorat-coret. Hasil-hasil dari kegiatan itulah yang rencananya sebagian akan ia pamerkan.
Alasan kedua, adalah untuk memancing para perupa Kalsel bahwa pameran bisa diadakan di ruang-ruang alternatif seperti kafe, tak melulu di tempat mapan atau representatif. Yang penting kata dia, perhatikan tampilan dan konsep. "Jangan asal pajang saja," tegasnya.
Kemungkinan besar lukisan yang akan dipamerkan berjumlah 30. Kini, sudah sekitar dua puluh lima telah berhasil dibuat, artinya sekitar lima lagi. Salah duanya adalah
Story of Syamsi Tabriz (2022), yang baru-baru ini ia tampilkan di pameran "Puzzle: Drawing on Kambuk", dan Di Depan Jendela Terbuka (2021) yang menghadirkan kursi kayu bermotif dan meja dengan berbagai sajian menggugah, sedangkan dari sebuah jendela terbuka, tampak sebuah perairan dan sebuah kapal tengah berlayar mendekat. Lewat lukisan terakhir disebut, ia menulis, "Kemajuan dan kemunduran hanya bertukar waktu. Nikmatilah apa yang tersaji di depan mata."
Pameran ini juga kata dia, tak hanya ruang apresiatif, tapi juga ladang untuk berniaga. Pelukis hidup dari lukisannya, dalam arti, ia mampu menjual karyanya. Bakal jadi semacam angin segar jika seni lukis, terutama di Kalsel, sanggup bergerak ke dunia pengkoleksian. Selain agar memacu semangat perupa, juga buat mengobarkan hiruk-pikuknya.
"Jadi harapannya dari pameran ini sih, akan terjadi penjualan. Ini juga sebagai ajang uji coba untuk seberapa pasar di Kalsel bisa menyerap harga," pungkasnya.
Pameran Intim ini akan dihelat di kafe Rumah Oettara, Jalan Putri Junjung Buih, Kelurahan Komet, Banjarbaru Utara. Novyandi Saputra selaku penyedia ruang saat ditemui di tempat berbeda mengatakan, kendati telah sering digelar berbagai kesenian, tetapi ini akan jadi pertama kalinya pameran lukis dilaksanakan di sana.
Sama halnya dengan Hajriansyah, menurutnya untuk menjaga ekosistem seni rupa maka perlu ada ruang-ruang alternatif. Lainnya, seni rupa semestinya didekatkan dengan masyarakat. Tidak bersifat eksklusif hanya di kalangan orang-orang seni rupa. Jadi penggunaan space semacam kafe kata dia, untuk membuka ruang dialog antara orang yang tidak mengerti lukis dan lukisan-lukisan yang ditampilkan.
"Selain itu, pameran ini sebagai uji ruang untuk pameran-pameran berikutnya di Rumah Oettara," pungkasnya. (musa/sip)
Posting Komentar