Ayahandanya Abah Guru Sekumpul bekerja sebagai penggosok
intan di tempat keluarga beliau yang bernama H. Anang Kacil. Pada suatu saat,
H. Anang Kacil ini pergi ke Solo. H. Anang Kacil pun meminta kepada ayahandanya
Abah Guru Sekumpul untuk menjalankan usaha intan tersebut.
Namun yang jadi masalah adalah, H. Anang Kacil tidak menjelaskan
secara detil bagaimana pembagian hasil penjualan intan ini. Karena sifat jujur
ayahandanya Abah Guru Sekumpul, beliau tidak mau memakai uang hasil penjualan
intan tersebut. Padahal kehidupan ekonomi beliau sangat kekurangan.
Ayahandanya Abah Guru Sekumpul lebih memilih menunggu H.
Anang Kacil datang. Hal ini berlangsung hingga 7 tahun. Selama 7 tahun itu lah
ayahandanya abah guru sekumpul dan keluarga beliau merasakan sakitnya ekonomi.
Hingga pada tahun 1961, H. Anang Kacil pun datang. Lalu Ayahandanya
abah guru sekumpul segera melapor rincian penjualan selama 7 tahun. Uang hasil
penjualan intan itu tidak berkurang sedikitpun. H. Anang Kacil pun terkejut dan
mencoba mengingat ingat ada apa dengan penjualan intan ini. Setelah diingat
ingat, barulah H. Anang Kacil ingat dulu pernah minta jalankan usaha intan
kepada Ayahandanya Abah Guru Sekumpul.
Lalu H. Anang Kacil menjelaskan, bahwa usaha intan ini
beliau serahkan kepada Ayahandanya Abah Guru Sekumpul. Maka uang hasil
penjualan intan selama 7 tahun itu 100 persen halal digunakan untuk Ayahandanya
Abah Guru Sekumpul. Itulah yang namanya kejujuran membawa nikmat.
Dari sinilah kehidupan Ayahandanya Abah Guru Sekumpul dan
keluarga beliau menjadi membaik. Beliau mampu membeli tanah, memperbaiki rumah,
mampu makan secara teratur, mampu membeli baju. Itulah yang dinamakan “Sesudah
kesulitan, ada kemudahan”.
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=y7w35JlNjX4&t=3959s
Posting Komentar