foto: suara kaltim |
Rizky Amelia | BERITABANJARMASIN.com
Gelang Simpai khas Suku Dayak Meratus bisa dijadikan cendera mata alternatif jika berkunjung ke Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Gelang Simpai sendiri merupakan gelang dengan anyaman khas Suku Dayak Meratus yang terbuat dari tumbuhan serat pakis atau biasa disebut Alang Am. Untuk pembuatannya sendiri terbilang cukup rumit dan membutuhkan waktu sekitar 15 menit, bahkan hingga lebih dari satu jam, tergantung dari tingkat kesulitannya.
Gelang simpai langsung dianyam di tangan sehingga ukuran gelang disesuaikan dengan pergelangan tangan. Gelang ini juga tidak bisa dilepas dari tangan si pemilik kalau ukurannya benar-benar pas dengan pergelangan tangan. Tidak bisa lepas bukan berarti tidak bisa lepas sama sekali. Tetap bisa dilepas jika anda memotongnya.
Tidak hanya gelang, simpai juga bisa menjadi cincin, untuk cincin sendiri pembuatannya sedikit lebih sebentar karena ukurannya lebih kecil dari gelang. Berbeda dari gelang, untuk cincin dibandrol dengan harga mulai Rp10 ribu. Sedangkan gelang mulai dari Rp25 ribu hingga ratusan ribu rupiah.
Jika ingin membuat Simpai tidak perlu jauh jauh ke Kecamatan Loksado, karena di Banjarmasin ada salah satu perajin gelang Simpai yang bisa kita temui di Jalan Kapten Piere Tendean, Kecamatan Banjarmasin Tengah. Tepatnya Siring Menara Pandang, setiap Sabtu dan Minggu malam. Di daerah Banjarbaru sendiri umumnya ada di Lapangan Murdjani, Loktabat Utara.
Kenyamanan gelang ini kembali lagi ke tangan teman-teman sendiri. Untuk menjaga Simpai tidak kotor atau memudar, bisa menggosok gelang simpai menggunakan sikat gigi dan membaluri gelang menggunakan minyak zaitun.
Bagi Suku Dayak Meratus anyaman simpai ini dulunya hanya sebagai aksesoris Mandau, yang memiliki tingkatan, yakni semakin tinggi simpai yang dibuat, semakin tinggi pula kemampuan sang pemilik dalam menggunakannya.
Sistem pengolahan bahan baku resam adalah sebagai berikut : pertama, yaitu mengambil batang resam sesuai kebutuhan. Kedua, merawut kulit luar resam dan mengambil bagian dalamnya yang berwarna coklat tua dan dirawut dengan ukuran kurang lebih 1mm, dan yang ketiga yakni menjemur hasil rawutan hingga kering.
Tiga tahapan di atas biasa dilakukan dengan memakan waktu hingga dua hari, akan tetapi jika pengrajin menginginkan warna lain maka waktu pengolahan bahan baku akan bertambah.
Adapun teknik tradisional pewarnaan resam adalah seperti berikut ini :
warna hitam, maka secara tradisional resam hasil rawutan direndam terlebih dahulu dengan kulit jengkol, kulit rambutan, atau daun jengkol muda.
warna kuning, maka direndam menggunakan air kunyit (curcuma longa)
warna ungu / merah, maka direndam menggunakan air buah cengkodok (Melastoma polyanthum Bl). (rizky/sip)
Posting Komentar