DIREKTORAT Jenderal Perbendaharaan
(DJPb) merupakan salah satu unit Eselon I dibawah Kementerian Keuangan Republik
Indonesia yang salah satu tugasnya yaitu menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pelaksanaan anggaran, akuntansi dan pelaporan
keuangan pemerintah. Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, Direktorat
Jenderal Perbendaharaan tentu memerlukan dukungan informasi dan teknologi agar
pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut dapat berjalan lancar dan mudah digunakan
oleh para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan disini adalah
kantor/satuan kerja di lingkungan pemerintah pusat seperti kepolisian,
pengadilan kejaksaan dan lain-lain.
Penulis: Kunmardiyati
Pada tahun 2012 Direktorat Jenderal
Perbendaharaan telah menggunakan suatu sistem yang mengintegrasikan proses
penyusunan anggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran dalam satu sistem
yaitu Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Saat ini Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) digunakan untuk memproses seluruh
tagihan dari satuan kerja di lingkungan pemerintah pusat yang pembayarannya dilakukan
melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk dibayarkan kepada
yang berhak seperti pegawai dan penyedia barang/jasa pemerintah.
Selanjutnya, dalam
rangka digitalisasi pengelolaan keuangan negara, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan meluncurkan aplikasi yaitu Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi
(SAKTI). SAKTI adalah suatu aplikasi yang digunakan oleh satuan kerja dalam
mendukung implementasi SPAN untuk melakukan pengelolaan keuangan yang meliputi
tahapan perencanaan anggaran hingga pertanggungjawaban anggaran. Sebelum adanya
SAKTI, satuan kerja menggunakan beberapa aplikasi seperti: RKA-K/L untuk
penyusunan rencana kerja dan anggaran, SAS untuk proses pengajuan tagihan
pembayaran ke KPPN, Persediaan untuk pencatatan barang persediaan yang
digunakan sehari hari perkantoran, SIMAK BMN untuk mencatat barang barang
inventaris kantor, SILABI untuk membukukan seluruh transaksi penerimaan dan
pengeluaran yang dilakukan oleh bendahara, dan
SAIBA untuk keperluan pertanggungjawaban seluruh kegiatan satuan
kerja.
Aplikasi-aplikasi
tersebut berdiri sendiri dengan data base masing-masing. Sehingga satuan kerja
akan melakukan penginputan berulang kali untuk data yang sama ke dalam berbagai
aplikasi atau harus mengcopy data dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya. Hal
tersebut tentu kurang efisien dan kemungkinan adanya kesalahan sangat tinggi.
Maka SAKTI mengintegrasikan aplikasi-aplikasi tersebut dalam satu sistem
sebagai berikut: aplikasi
RKA-KL DIPA menjadi modul Anggaran, aplikasi Persediaan dan aplikasi SIMAK BMN
menjadi modul Aset Tetap, aplikasi SILABI menjadi modul Bendahara, aplikasi SAS
menjadi modul Komitmen dan Pembayaran, aplikasi SAIBA menjadi modul Piutang dan
Pelaporan.
Untuk kehandalan aplikasi dan menjaga
kelancaran proses pencairan dana APBN, penerapan aplikasi SAKTI dilakukan
secara bertahap sesuai dengan proses bisnis APBN yaitu dimulai dengan modul
penganggaran, pelaksanaan, dan modul pertanggungjawaban/pelaporan yang
diterapkan secara penuh sejak tahun 2022 dan digunakan oleh 22.000 Satker di
seluruh Indonesia.
Tahap pertama implementasi SAKTI dimulai
dari modul penganggaran, dimana satuan kerja menyusun rencana kerja dan aggaran
dalam satu tahun serta output apa yang ingin dicapai sesuai dengan Bagan Akun Standar
(BAS) yang telah ditetapkan Menteri Keuangan dalam suatu dokumen yang disebut
dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA ditetapkan pada tahun
anggaran sebelumnya. DIPA inilah yang
menjadi dokumen sumber paling awal dari SAKTI dan menjadi dasar bagi satker
dalam membiayai operasional kegiatannya selama setahun dan merupakan batas
tertinggi. Untuk mempercepat pelaksanaan pekerjaan pemerintah, kontrak-kontrak
pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan sebelum terbitnya DIPA sepanjang dananya
sudah disediakan.
Selanjutnya tahap kedua yaitu pelaksanaan
anggaran yang dimulai sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun
2022. Berdasarkan user SAKTI yang diperoleh dari KPPN, operator di tingkat
satuan kerja akan menginput data tagihan kepada Negara yang selanjutnya akan disetujui
oleh pembuat komitmen satker menjadi surat permintaan pembayaran (SPP). SPP
disampaikan kepada pejabat penanda tangan surat perintah membayar (PPSPM) pada
satuan kerja, jika menurut PPSPM tagihan tersebut telah memenuhi syarat, maka akan
disetujui dengan diterbitkannya surat perintah membayar (SPM) kepada KPPN.
Berdasarkan SPM inilah, KPPN akan melakukan pembayaran kepada yang berhak
sesuai yang tertera di SPM dari satker dengan menerbitkan surat perintah
pencaiaran dana (SP2D) kepada bank. Penerbitan
SPM menjadi SP2D dilakukan selama 1 jam setelah dokumen diterima secara lengkap
dan benar. Proses pengajuan tagihan dilakukan melalui SAKTI sedangkan proses
penyelesaian tagihan yang digunakan KPPN dilakukan melalui SPAN. Untuk keamanan transaksi semua proses
persetujuan pembayaran dilakukan dengan one time password (OTP) oleh pejabat
yang berwenang (PPK/PPSPM) sehingga dapat diyakini oleh KPPN bahwa pengajuan
tagihan kepada Negara dilakukan oleh pejabat yang berwenang.
Tahap terakhir penerapan SAKTI adalah
penyusunan laporan keuangan. Setiap satuan kerja menyusun laporan
pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan yang dilakukannya berupa laporan
keuangan secara berjenjang dari unit akuntansi terkecil (satuan kerja) sampai
dengan tingkat Kementerian negara/Lembaga sesuai jadwal yang ditetapkan
peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam rangka penyusunan laporan keuangan
satuan kerja, operator pelaporan akan melakukan pendetilan atas belanja satuan
kerja yang menghasilkan barang persediaan ataupun aset tetap agar terbentuk
asetnya di neraca satker. Sedangkan transaksi yang tidak menghasilkan aset
tetap secara otomatis akan membentuk data pada neraca satuan kerja pada saat
operator pelaporan mencatat SP2D yang telah diterbitkan oleh KPPN. Disamping
itu operator pelaporan harus melakukan pencocokan data dengan bendahara
pengeluaran satuan kerja untuk menyajikan saldo kasnya di neraca. Proses
penyusunan laporan keuangan dengan menggunakan SAKTI ini sudah menerapkan sistem
akuntansi berbasis akrual secara penuh. Hal ini dapat dilihat dari jenis jenis
laporan yang dihasilkan dari aplikasi SAKTI dan proses bisnis yang saling
terkait antar modul.
Selain itu, untuk mendukung kehandalan
laporan keuangan pemerintah maka perlu diselenggarakan sistem pengendalian
intern yang di dalamnya mencakup proses rekonsiliasi antara transaksi keuangan
yang diakuntansikan oleh satuan kerja dengan data transaksi keuangan yang
diakuntansikan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (KBUN). Rekonsiliasi
adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa
sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Rekonsiliasi dilaksanakan untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya
perbedaan pencatatan (suspend) yang dapat berdampak pada menurunnya
validitas dan akurasi data yang disajikan dalam laporan keuangan. Penyusunan
dan penyampaian laporan keuangan dilakukan secara berjenjang dari unit
terkecil, maka rekonsiliasi pun dilakukan secara berjenjang dari tingkat
terkecil ke tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Sebagaimana disebutkan di atas, proses
penyusunan laporan keuangan satuan kerja dilakukan dengan aplikasi SAKTI dan
proses penyusunan laporan keuangan bendahara umum negara (KPPN) digunakan
melalui SPAN.
Pelaksanaan rekonsiliasi ini meliputi
rekonsiliasi internal dan rekonsiliasi eksternal yang
dilakukan menggunakan
Aplikasi Monitoring Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (MonSAKTI).
Pelaksanaan rekonsiliasi internal dilakukan dengan membandingkan data Neraca
Laporan Keuangan antar modul pada Aplikasi SAKTI, sedangkan rekonsiliasi
eksternal dilakukan dengan membandingkan data SPAN dan SAKTI yang meliputi data
pagu anggaran, realisasi, kas, dan hibah. Data SPAN dan SAKTI dimaksud ter-push
otomatis secara periodik ke Aplikasi MonSAKTI (tidak melalui proses upload
data). Satker dapat memantau status hasil rekonsiliasi secara berkala pada
Aplikasi MonSAKTI hingga terbitnya dokumen Surat Hasil Rekonsiliasi (SHR).
Aplikasi MonSAKTI tidak hanya
sebagai media untuk melakukan pencocokan data, namun juga digunakan untuk
menyampaikan pengumuman/informasi-informasi terkait SAKTI. Sesuai dengan
namanya MonSAKTI juga digunakan untuk melakukan monitoring transaksi pembayaran
dan pelaporan dan permasalahan kualitas laporan keuangan melalui menu To Do
List, Monitoring, Daftar/Rincian, dan Validitas Data Kementerian Negara/Lembaga.
Diharapkan dengan fitur-fitur tersebut laporan keuangan lebih cepat disusun dan
hasilnya lebih akuntabel. Aplikasi MonSAKTI dapat digunakan pimpinan untuk
mengambil keputusan manajemen pada satuan kerjanya. Seluruh pengguna SAKTI
diberikan akses untuk menggunakan Aplikasi MonSAKTI sesuai dengan
kewenangannya. Seperti halnya SAKTI, untuk dapat memperoleh user Aplikasi MonSAKTI
satuan kerja harus mendaftarkan satkernya ke KPPN.
Sebelum penerapan SAKTI, penyusunan
laporan keuangan menggunakan aplikasi SAIBA dan E Rekon-LK. Dikarenakan SAKTI
dan MonSAKTI harus diimplementasikan pada tahun 2022, maka perlu dilakukan
proses migrasi saldo akhir yang telah diaudit oleh BPK tahun sebelumnya menjadi
saldo awal tahun 2022. Proses ini merupakan hal yang paling krusial.
Utamanya perpindahan data terkait aset tetap dan persediaan. Direktorat
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Dit-APK) dan Direktorat Sistem Informasi dan
Teknologi Perbendaharaan (Dit-SITP) yang menggawangi aplikasi ini dari proses
bisnis dan informasi teknologi mengawal secara maksimal proses perpindahan data
ini. Tentunya pemilik data (Kementerian Negara/Lembaga) dalam hal ini juga
terlibat aktif dalam proses migrasi tersebut. Dalam proses migrasi beberapa
transaksi ditemukan anomali secara sistem, maka perlu ditelusuri dan dikawal
bersama untuk penyelesaiannya sehingga semua transaksi terbawa pada aplikasi
SAKTI.
Dengan jumlah satker pengguna yang banyak
dan tersebar di seluruh Indonesia, berbagai hal telah dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan melalui KPPN yang menjadi ujung tombak pelayanan di
daerah. Dari sisi jaringan internet telah dipastikan satker-satker mitra kerja
mempunyai jaringan yang cukup untuk mengakses SAKTI dengan bekerja sama dengan
kementerian terkait. Untuk peningkatan kapasitas pegawai di satuan kerja, KPPN
telah melaksanakan sosialisasi, bimbingan teknis, help desk secara daring,
luring maupun secara hybrid melalui berbagai sarana yang tersedia kepada para
operator di tingkat satuan kerja untuk seluruh modul yang digunakan pada
aplikasi SAKTI.
Penyusunan laporan keuangan telah
dilakukan sampai dengan triwulan ketiga. Beberapa permasalahan yang ditemukan
diantaranya, kesalahan pembebanan antara belanja barang atau belanja modal,
terdapat saldo tidak normal pada satker, dan ketidaksesuaian penggunaan akun.
Peningkatan kapasitas para pengguna SAKTI dari tingkat operator dan pejabat
perbendaharaan sepantasnya mendapat perhatian lebih karena permasalahan yang
terjadi dalam penyusunan laporan keuangan sebagian besar karena kekurangpahaman
proses bisnis pengelolaan keuangan yang tertuang dalam SAKTI. Pemberian reward yang
lebih baik kepada para pejabat perbendaharaan dapat dilakukan mengingat
tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan keuangan satuan kerja dapat
dipertimbangkan. Capaian kinerja satuan kerja yang tercermin dalam laporan
keuangan kiranya dapat dipertimbangkan sebagai dasar penentuan besarnya
tunjangan kinerja suatu satuan kerja.
SAKTI dan SPAN adalah bentuk nyata
transformasi digital dalam pengelolaan keuangan pemerintah. Direktorat Jenderal
Perbendaharaan terus mengawal dan menyempurnakan fitur fitur SAKTI, SPAN dan
MONSAKTI yang digunakan dalam pengelolaan keuangan dengan harapan laporan keuangan
yang disusun menjadi semakin baik dan akuntabel. Sosialisasi dan bimbingan
kepada seluruh pengguna terus dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia baik di tingkat satuan kerja maupun di internal Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
Foto ilustrasi: pasardana
Posting Komentar