Masukkan kata sandi untuk mengakses halaman ini
PULUHAN ribu produk kuliner di Kalimantan Selatan belum memiliku sertifikasi halal. Data dari Dinas Perindustrian (Disperin) Kalsel menyebut, sekitar 21.000 produk kuliner belum tersertifikasi halal. Baru ada 2.000-an produk yang sudah bersertifikasi halal. Mari kita bahas lebih dalam bersama "dapur" redaksi BERITABANJARMASIN.com.
Disdag Kalsel : Sertifikasi Halal Bagi Pelaku Usaha Penting
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel, Birhasani menilai sertifikasi halal bagi pelaku usaha penting . Ini sekaligus menanggapi banyaknya produksi kuliner yang belum memiliki sertifikat halal.
Menurut Birhasani di era globalisasi, perdagangan bebas seperti sekarang ini, persaingan kualitas produk menjadi sesuatu yang utama, terlebih masyarakat konsumen yang semakin cerdas dalam memilih barang.
Oleh sebab itu, terangnya, suatu produk wajib memenuhi standar produksi yang baik jika ingin menguasai pasar, terlebih produk pangan, makanan, minuman, cemilan dan sebagainya.
"Standar produksi dimaksud antara lain Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), izin edar dari BPOM, sertifikat halal dan lainnya, itu penting tidak saja untuk pasar dalam negeri, bahkan pasar internasional," paparnya.
Lebih jauh dijelaskannya sertifikat halal dewasa ini sudah mendunia yang menjadi suatu kebutuhan bagi pelaku UKM jika menginginkan produknya bisa bersaing di pasar global.
Ia pun tak menampik banyak produk di Kalsel yang sebenarnya dari segi rasa, kualitas dan tampilannya sangat menarik, namun ternyata belum punya sertifikat halal.
"Ini tentunya bagi seorang konsumen yang cerdas menjadi pertimbangan untuk memilih," jelasnya.
Adapun saat ditanya mekanisme termasuk biaya yang diperlukan untuk mengurus sertifikasi halal, Birhasani mengungkapkan adalah tugas dan wewenang dari Dinas Perindustrian baik provinsi maupun kabupaten.
Banyak Produk Belum Bersertifikat Halal, Dewan Banjarmasin Beri Tanggapan
Banyaknya produk kuliner yang belum bersertifikasi halal turut ditanggapi anggota Komisi I DPRD Banjarmasin, Suyato.
Dirinya menilai dalam penerapan dilapangan harus ada pengelompokkan serta harus jelas usaha kuliner tingkat apa saja yang diberlakukan dengan syarat sertifikasi halal dengan biaya Rp2,7 juta.
"Ini harus jelas dulu, usaha kecil seperti apa. Jangan samaratakan karena produksi dan skala pemasaran yang berbeda," ucapnya.
Misal kata Suyato, usaha catering yang sudah memiliki nama produk namun dalam sehari atau jangka waktu tertentu hanya memproduksi dalam jumlah sedikit apakah bisa disamakan dengan UKM yang lain dengan produksi yang besar.
"Jadi ini perlu juga diperhatikan, skala pemasarannya dan produksi setiap pelaku usaha juga berbeda-beda," katanya.
Sehingga terangnya, perlu ada kebijakan yang jelas dengan penetapan harga Rp2,7 juta tersebut. Apakah ada tingkatan atau keringanan biaya untuk pengurusan sertifikasi halal dalam setiap produk kuliner yang dibebankan kepada pelaku usaha.
"Harapan kita kepada pemerintah bisa mengelompokkan dan melihat usaha ini masuk kecil, menengah atau besar," jelasnya.
Suyato juga menilai sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini penting dimiliki bagi pelaku usaha utamanya untuk menjamin keamanan dan kepercayaan masyarakat.
21 ribu produk itu apakah dari UMKM atau industri besar?
Sekitar 21 ribu produk kuliner, baik makanan maupun minuman di Provinsi Kalsel belum memiliki sertifikat halal hingga tahun 2023 yang kebanyakan berasal dari usaha mikro kecil (UMK) yang tersebar di 13 kabupaten/kota.
Dikutip dari Republika, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Kalsel, Mahyuni mengungkapkan banyaknya produk yang belum bersertifikat halal dikarenakan faktor biaya yang cukup besar.
Diketahui tiga daerah di Kalsel yakni wilayah Kota Banjarmasin, Kota Banjabaru dan Kabupaten Banjar mematok harga sekitar Rp2,7 juta.
"Ini belum termasuk lagi membayar honor untuk petugas fasilitator halal, atau mereka yang mendampingi pelaku usaha bagaimana produknya bisa halal atau yang membimbing," katanya.
Mahyuni menyampaikan, adanya biaya pengurusan sertifikat halal tersebut diantaranya untuk pendaftaran Rp 500 ribu, ada biaya sidang fatwa dan sertifikat, honor auditor. "Honor auditor ini Rp 500 ribu, kalau dua orang jadi Rp1 juta, biaya transportasinya kalau daerah Banjarmasin, Banjarbaru dan Kabupaten Banjar itu sekitar Rp100 ribu saja per hari," ujarnya.
Dirinya juga mendorong selain pemerintah, baik BUMN maupun daerah serta perusahaan swasta yang maju bisa membantu permasalahan UMK ini. Bisa lewat tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR).
"Beberapa BUMN, seperti PT PLN, PT Pelindo, dan Telkom memang sudah membantu lewat CSR mereka, tapi masih terbatas," tuturnya.
Banyaknya produk kuliner yang belum memiliki sertifikat halal ini pun menjadi PR pihaknya sebagai wadah usaha mikro kecil. "Anggota kita sekitar 500 UMK, kita data nanti terkait ini, kita upayakan difasilitasi untuk pengurusannya," ujarnya.
Tata cara mendaftar sertifikasi halal dan biayanya?
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatur biaya sertifikasi produk halal di Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) sekitar Rp 300.000 sampai Rp 5 juta, dilansir dari Kompas. Biaya tersebut di antaranya adalah untuk sertifikasi halal proses reguler, perpanjangan sertifikat halal, penambahan varian atau jenis produk, serta registrasi sertifikat halal luar negeri. Namun demikian, biaya sertifikasi halal tersebut belum termasuk biaya pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal.
Untuk pelaku usaha besar atau pelaku usaha luar negeri, biaya sertifikasi halal bisa dikenakan 150 persen lebih tinggi dari tarif batas layanan. Sementara untuk pelaku usaha mikro dan kecil, atau UMK, tarif layanan pernyataan halal, tarif layanan perpanjangan sertifikattt halal, dan tarif layanan penambahan varian atau jenis produk dikenai tarif Rp 0 atau digratiskan.
Syarat Sertifikasi Halal
Salah satu BPJPH di Indonesia yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam laman resmi MUI disebutkan bahwa bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI harus memenuhi beberapa kriteria. Berikut rinciannya:
1. Kebijakan Halal Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan menyosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
2. Tim Manajemen Halal Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.
3. Pelatihan dan Edukasi Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.
4. Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.
5. Produk Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI. Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.
6. Fasilitas Produksi Beberapa fasilitas produksi, baik industri pengolahan, restoran/katering/dapur maupun rumah potong hewan harus menjamin tidak adanya kontaminasi dengan bahan atau produk haram dan najis.
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk.
8. Kemampuan Telusur (Traceability) Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria. Kriteria itu adalah disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/ turunannya).
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria, yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus ditarik.
10. Audit Internal Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH. Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen. Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
11. Kaji Ulang Manajemen Manajemen Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.
Cara Mendapatkan Sertifikasi Halal
Ada sejumlah langkah yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mendapat sertifikat halal.
1. Memahami Persyaratan Sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH.
2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH).
3. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal.
4. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data) melalui laman www.e-lppommui.org.
5. Melakukan monitoring pre-audit dan pembayaran akad sertifikasi.
6. Pelaksanaan audit.
7. Melakukan monitoring pasca audit.
8. Memperoleh Sertifikasi Halal.
Perlu diperhatikan, sertifikat halal yang diperoleh berlaku selama 2 (dua) tahun.
Sertifikasi Halal, MUI Kalsel : Harus Ada Dorongan Pemerintah kepada Pelaku Usaha
Produk olahan kuliner yang belum memiliki sertifikat halal di Kalsel direspon Majelis Ulama Indonesia (MUI) selaku lembaga yang berwenang.
Sekretaris MUI Provinsi Kalsel, Nasrullah menyampaikan perlu peran pemerintah didalamnya agar para pelaku usaha bisa segera melengkapi persyaratan sertifikasi halal pada produknya.
"Harus ada dorongan dari pemerintah agar produk produk itu segera bersertifikat halal," ucapnya.
Ia menerangkan hal ini dalam rangka bukan hanya menjaga kualitas produk tapi jaminan halal baik demi umat dan rakyat Indonesia yang secara umum mayoritas muslim.
Adapun untuk pendaftaran produk sertifikasi halal kuliner baik itu makanan dan minuman kata Nasrullah bisa mendaftar secara online atau langsung mendatangai kantor MUI.
"Kalau ke MUI bisa langsung dibantu agar memahami mekanismenya. karna sertifikat halalnya juga ada BPJPH yang dibawah kementerian agama," paparnya.
Jurnalis: Maya Andriani
Infografis: indonesiabaik.id
Posting Komentar