BERITABANJARMASIN.COM - Kasus kekerasan anak dan perempuan di Kalsel yang setiap tahunnya meningkat menjadi perhatian DPRD Kalsel.
Berdasarkan data DP3A Kasel, kasus kekerasan anak dan perempuan pada tahun
2019 sebanyak 282 kasus meningkat pada tahun 2020 menjadi 297 kasus. Sepanjang tahun 2021 angka ini bertambah menjadi 333 kasus dan pada tahun 2022 menjadi 668 kasus.
Wakil Ketua DPRD Kalsel, M Syaripuddin meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalsel bekerjasama dengan pihak berkompeten di bidangnya melakukan riset untuk diketahui kenapa angkanya meningkat setiap tahun dan tidak mengalami penurunan.
"Dari hasil riset akan terbit rencana aksi daerah yang akan disampaikan ke kab/kota," ujarnya (9/3/2023).
Sehingga lanjutnya intervensi rencana aksi daerah ini biasa dijadikan program kerja untuk menurunkan angka kekerasan anak dan perempuan di Kalsel.
Ia juga menyarankan agar DP3A membuat terobosan baru melibatkan seluruh stakeholder khususnya desa/kelurahan yang ramah perempuan dan anak. Sebab kata lelaki yang akrab disapa Bang Dhin ini Indonesia sebagai negara nomor 4 terbesar di dunia, dari 270,2 juta populasi 49,5% itu perempuan dan 30,1% anak-anak.
"Dari itu kami minta SKPD konsen terhadap permasalahan-permasalahan terhadap perempuan dan anak," katanya.
Selain itu, ia juga menanggapi terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk penanganan kekerasan dan perlindungan anak dan perempuan di Kalsel yang tidak terserap maksimal oleh kab/kota.
Ia pun mempertanyakan kendalanya apakah terkait Juknis penggunaan DAKnya atau malah masing-masing daerah ketakutan memanfaatkan DAK karena tidak memahami Juknis pemanfaatannya.
"Nah ini tugas DP3A untuk bisa lebih intens melakukan sosialiasi pemanfaatan DAK sehingga bisa terserap maksimal," tutupnya. (maya/sip)
Posting Komentar