BERITABANJARMASIN.COM - Tumpukan sampah di sudut-sudut Kota Banjarmasin kini bukan sekadar pemandangan mengganggu, melainkan ancaman nyata bagi kesehatan lingkungan.
Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Basirih oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada awal Februari 2025 memicu darurat sampah yang belum terselesaikan hingga kini.
“Sejak enam bulan sebelum penutupan, kami sudah diperingatkan oleh Kementerian. Tapi kami lalai,” ujar Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Kota Banjarmasin, Windiasti Kartika, dalam sosialisasi pengelolaan sampah organik menjadi kompos, Sabtu (12/4/2025).
TPA Basirih ditutup karena melanggar regulasi nasional. Sistem open dumping—menumpuk sampah tanpa pengolahan—masih diterapkan, padahal metode ini telah dilarang sejak 2008.
“Kementerian meminta minimal sanitary landfill sampah ditutup tanah, dipindahkan, dan dikelola. Tapi itu pun tidak dilakukan,” kata Windi.
Saban hari, Banjarmasin memproduksi sekitar 600 ton sampah. Namun, kuota pembuangan ke TPA regional Banjarbakula hanya 105 ton. “Bayangkan, 500 ton sisanya mau dibuang ke mana? Sampah kini menumpuk, menebar bau, dan menyebarkan penyakit,” ujarnya.
Diskominfotik kini menyediakan tempat sampah terpilah hijau untuk organik, kuning atau putih untuk anorganik, hitam atau abu-abu untuk residu, dan merah untuk limbah B3.
Sehingga penanganan sampah dengan memilah sebelum membuang khususnya sampah organik mulai diterapkan pembuatan kompos dari sisa makanan dan daun kering. “Jangan malu. Mulai dari rumah. Pilah sampah sekarang juga. Kita sedang dalam krisis,” kata Windi
Ia pun mengajak ASN Pemkot Banjarmasin untuk berperan aktif ikut serta dalam mendukung penanganan sampah saat ini. (arum/sip)
Posting Komentar